Tiga Hari Berturut-turu, Fenomena Awan Berbentuk Pusaran Angin Menaungi Wilayah Ini

Pria yang berprofesi sebagai montir itu berujar tak tenang saat mengetahui fenomena itu mulai muncul. Ia selalu telepon sang istri agar selalu ...

Istimewa/fb Ricko Kalkulus Diskrit
Fenomena langit mirip pusaran angin terbentuk di wilayah Bandungan, Kabupaten Semarang, Senin (19/12/2016) pagi 

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Daniel Ari Purnomo

BANGKAPOS.COM, UNGARAN -- Warga Bandungan, Prawiro Handoko, menuturkan terdapat fenomena awan mirip pusaran angin topan di kawasan Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang tiga hari berturut, mulai Sabtu-Senin (17-19/12/2016).

Baca: Inilah 5 Aktris Bollywood dengan Bayaran Termahal dan Fantastis

Ia mengaku khawatir lantaran ukuran awan tersebut cukup luas. Pun saat fenomena terjadi, kecepatan angin di wilayah setempat juga terasa kencang.

Baca: Warga di Kampung Ini Diteror Lebah, Lihat Foto Sarangnya yang Super Besar!

"Awannya itu mirip seperti angin lesus di Salatiga dan Magelang. Banyak diunggah di media sosial juga bentuknya," kata Handoko, Senin (19/12/2016).

"Kalau hari ini, fenomena itu muncul lagi tadi sekitar pukul 10.00. Kalau dua hari sebelumnya, itu pas sore," imbuhnya.

Baca: Terbitkan SE Merujuk Fatwa MUI, Kapolri Tegur Kapolres Bekasi Kota dan Kulon Progo

Pria yang berprofesi sebagai montir itu berujar tak tenang saat mengetahui fenomena itu mulai muncul. Ia selalu telepon sang istri agar selalu waspada bila terjadi angin kencang.

"Sambil mbengkel, sambil lihat ke atas. Takutnya kalau awan itu turun ke darat," kata pria berumur 24 tahun itu.

Baca: Jurnalis Ini Menangis Terisak Bacakan Kisah Bocah Aleppo Dibedah Tanpa Bius

Terpisah, prakirawan cuaca Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang, Giyarto memaparkan pembentukan awan Lenticularis biasa terjadi di pagi hari, saat musim hujan.

"Awan mirip pusaran angin sering terjadi di balik gunung. Biasanya dengan arah berlawanan dengan angin pasat atau prevailing wind," paparnya saat dihubungi Tribun Jateng.

Fenomena itu, lanjut Giyarto, dikarenakan adanya turbulensi dan penumpukan massa udara basah.

Hal tersebut dipicu karena kuatnya pengaruh angin baratan yang mengalir disebabkan Low Pressure Area (LPA) di Utara Australia.

"LPA tersebut berpotensi menguat sehingga bisa menjadi Tropical Cyclone (TC)," imbuhnya.

Giyarto pula menjelaskan bila awan tersebut tidak terbentuk ataupun hilang, maka di wilayah itu berpotensi terjadi Clear Air Turbulence (CTA). Udara cerah dengan turbulensi yang kuat dapat membahayakan penerbangan.

Biasanya, munculnya fenomena itu dibarengi meningkatnya kecepatan rata-rata angin di permukaan sekitar 15-25 kilometer per jam.

Dikatakan Giyarto, fenomena itu terbentuk lantaran angin pasat berhembus kuat, menyebabkan proses pembentukan awannya berliku mirip pusaran angin. Hal tersebut dipengaruhi juga adanya golakan karena tertahan oleh gunung.

"Fenomena ini terkait kondisi atmosfer di sekeliling atau skala regional," tandasnya. (*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved