Fakta Tentang Rencana Gaji PNS Akan Dipotong Buat Zakat, Potensinya Rp 10 Triliun

Kewajiban itu tentunya bagi ASN Muslim yang pendapatannya sudah mencapai nishab. Yang perlu digarisbawahi, tidak ada kata kewajiban

Penulis: Teddy Malaka | Editor: Teddy Malaka
KOMPAS.com/Nabilla Tashandra
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/4/2017). 

BANGKAPOS.COM - Rencana penerapan regulasi pemotongan gaji Aparatur Sipin Negara (ASN/PNS) muslim untuk zakat jadi perdebatan. Pemerintah mengklaim memfasilitasi pegawai muslim untuk melaksanakan kewajibannya berzakat.

Dilansir dari website kemenag.go.id, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa tidak ada istilah “kewajiban” dalam rencana penerbitan regulasi tentang optimalisasi penghimpunan zakat Aparatur Sipil Negara (ASN) Muslim.

Menurutnya, pemerintah hanya akan memfasilitasi para ASN untuk menunaikan zakat sebagai ajaran agamanya.

“Yang perlu digarisbawahi, tidak ada kata kewajiban. Yang ada, pemerintah memfasilitasi, khususnya ASN muslim untuk menunaikan kewajibannya berzakat. Zakat adalah kewajiban agama,” terang Menag saat memberikan keterangan pers di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (7/2/2018).

Menurut Menag, meski umat Islam adalah mayoritas penduduk, Indonesia bukan negara Islam. Namun, Indonesia juga bukan negara sekuler.

“Demikian halnya dengan zakat. Yang mewajibkan adalah agama. Pemerintah memfasilitasi umat muslim untuk berzakat. Dalam konteks ini, negara ingin memfasilitasi ASN Muslim untuk menunaikan kewajibannya,” ujarnya.

Menag menjelaskan, bahwa ada dua prinsip dasar dari rancangan regulasi ini. Pertama, fasilitasi negara sehingga tidak ada kewajiban, apalagi paksaan.

“Bagi ASN muslim yang keberatan gaji nya disisipkan sebagai zakat, bisa menyatakan keberatannya. Sebagaimana ASN yang akan disisipkan penghasilannya sebagai zakat, juga harus menyatakan kesediaannya,” tutur Menag.

“Jadi ada akad. Tidak serta merta pemerintah memotong atau menghimpun zakatnya,” sambungnya.

Prinsip kedua, kebijakan ini hanya berlaku bagi ASN muslim. Sebab, Pemerintah perlu memfasilitasi ASN muslim untuk menunaikan kewajibannya. Kewajiban itu tentunya bagi ASN Muslim yang pendapatannya sudah mencapai nishab (batas minimal penghasilan yang wajib dibayarkan zakatnya).

“Mereka yang penghasilannya tidak sampai nishab, tidak wajib berzakat. Jadi ada batas minimal penghasilan yang menjadi tolak ukur. Artinya ini juga tidak berlaku bagi seluruh ASN muslim,” katanya.

Secara operasional, dana zakat ini nantinya akan dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang didirikan oleh ormas Islam dan kalangan profesional lainnya. Potensinya sekitar 10 triliun.

Zakat yang dihimpun nantinya akan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat, baik untuk pendidikan, pesantren, madrasah, sekolah, beasiswa, rumah sakit, ekonomi umat, termasuk untuk membantu masyarakat yang mengalami musibah bencana.

“Ini seperti yang selama ini sudah dilakukan BAZNAS dan LAZ,” tuturnya.

“BAZNAS dan LAZ setiap tahun diaudit akuntan publik. Melalui aturan ini, kami ingin menambahkan agar secara periodik mereka juag harus menyampaikan ke publik tentang progres penghimpunan dan pendayagunaan zakat. Ini juga terkait trust atau kepercayaan,” sambungnya. 

Sumber: bangkapos.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved