Pasar Sapi di Medan Dikuasai Empat Tauke Besar
Lupakan klaim para pejabat Sumut yang memastikan stok daging sapi jelang Lebaran 1434
BANGKAPOS.COM, MEDAN - Lupakan klaim para pejabat Sumut yang memastikan stok daging sapi jelang Lebaran 1434 Hijriah aman. Publik atau bahkan pejabat terkait kerap melupakan peran empat tauke besar daging sapi di Medan yang sangat mempengaruhi distribusi daging ke pasar.
Tauke besar bisa menyetel jumlah sapi yang dipotong dan jumlah daging beredar di pasar, atau bahkan menentukan harga jual ke konsumen.
Beruntung keempat tauke besar saling bersaing, sehingga tidak sempat melakukan persekongkolan harga jual daging sapi, yang tentu sangat merugikan konsumen.
Berdasarkan penelusuran Tribun selama sepekan, ada tauke besar yang punya rumah potong hewan (RPH) sendiri dan 'menguasai' pedagang di sejumlah pasar tradisional dengan menerapkan sistem 'jual dulu, baru bayar' dan bahkan punya kios atau lapak sendiri di pasar tradisional.
Satu di antaranya tauke besar ini adalah M Muklis, mantan pemain PSMS Medan yang pernah satu tim bersama Edy Syahputra, Colly Misrun, dan Suharto AD di era 1992-1999.
Muklis mengelola RPH swasta Tani Asli di kawasan Kampung Lalang Medan, yang pada bulan puasa bisa memotong 4-5 ekor sapi per hari. Pada hari biasa, RPH swasta Tani Asli memotong 8-9 sekor sapi. Ini sepertiga sapi yang dipotong RPH Medan pada hari biasa, yakni 30 ekor.
Setelah memotong sapi-sapi yang dibelinya dari perusahan peternak PT LAL (Lembu Andalas Langkat) Rp 33 ribuan per kilogram, Muklis mendistribusikan daging ke sejumlah pedagang di beberapa pasar tradisional. Ia juga mempunya dua meja (lapak) di Pasar Seisikambing Medan.
"Kalau Abang semuanya. Yang motong, menjual daging ke pedagang dan menjadi pedagang daging di pajak juga. Dulunya jualan daging enak, sekarang susah," katanya saat ditemui di kediamannya, belakang Markas Kodam I/BB Jl Gatot Subroto, Jumat (19/7) malam.
Dari Muklis juga diperoleh informasi, untuk wilayah Medan dan sekitarnya terdapat beberapa tauke lain selain dirinya. Yakni di Pasar Petisah, ada dua tauke; Rial dan Budi. Sedangkan di Pusat Pasar taukenya Wahyu, Selamat, Nelson, Etek dan Duan. Di Pasar Halat, taukenya Warno, di Pasar Bakti taukenya Jidikn, Andri, Warno, dan Timbul. Lalu tauke di Pasar Padangbulan dan Pasar Helvetia Roni. Sementara Pasar Sukaramai taukenya Jidin dan Pasar Peringgan dikuasai Andri, Heri dan dirinya sendiri.
"Abang juga ngisi daging di Pasar Seisikambing, Kampunglalang, Tanjungrejo, Pancurbatu, Padangbulan, Helvetia, Pasar Krakatau, dan Pasar Perumnas Simalingkar. Kalau untuk pemasok besar biasanya hanya ada beberapa orang saja. Selain Abang ada Jidin, Nelson dan Selamat," katanya.
Muklis mengakui menetapkan harga jual ke pedagang Rp 80 ribu per kilogram, tanpa koordinasi dengan tauke lain.
"Naik-naik sendiri, turun-turun sendiri daging itu. Ga ada asosiasi. Kalau saat ini sulit, paling sedikit bisa bernafas lega kalau 10 ekor lah. Habis, karena kan saya menjual lagi sama pemborong. Tetapi saya juga menjual secara eceran. Kalau saat sekarang ini yang ada nombok. Tidak ada kepastian harga, nanti harga tolak saya Rp 80 ribu, di tempat lain ada yang nolak Rp 79 ribu. Susah, jangankan beda lima ribu, beda seribu saja pelanggan sudah lari," katanya saat ditemui Tribun di kediamannya, Rabu (17/7/2013).
Ia mengaku, sudah banyak membentuk dan bergabung dalam asosiasi dan paguyuban tauke daging. Namun selalu saja bubar. Alasannya, ada saja oknum-oknum yang menjelek-jelekkan sesama pedagang daging.
"Gak ada, asosiasi jadi saling menjelekkan. Oknum yang menjelek-jelekan itu. Begitu-begitu saja. Makanya Abang sekarang main sendiri saja," katanya.
Komite Tetap Peternakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut IGK Sastrawan mengakui peran tauke daging sapi yang disebutnya, trading SP (pedagang sementara/belantik/saudagar sapi) juga menentukan harga jual di pasar selain empat importir yakni PT LAL (Lembu Andalas Langkat), PT Ariffa Global, PT Juang Jaya Abadi, dan PT Eldira Fauna Asahan.
"Yang paling berperan adalah trading SP (tauke besar, red). Makanya kami ingin mengajak mereka duduk sama-sama. Terkadang peternak dan pedagang sendiri tidak bisa berbuat banyak. Dia (tauke besar) yang sebenarnya paling diuntungkan dari jaringan pemasaran sapi ini," katanya saat ditemui Tribun di kantornya, seputaran Jl HM Yamin Medan, Rabu pekan lalu.