Heli Apache Disebut-sebut Heli Tempur Paling Baik, tapi Ini Kisahnya Saat Disandingkan Mi-28
Satu kisah menarik saat heli Apache dibandingkan dengan heli Rusia Mi-28 terjadi justru bukan di medan tempur, tetapi di medan pengujian
BANGKAPOS.COM--TNI AD berencana mengoperasikan helikopter seranig AH-64 Apache Longbow tahun depan.
Banyak pihak beranggapan kalau heli Apache adalah helikopter serang kelas berat paling canggih dan tak terkalahkan di dunia.
Benarkah demikian?
Pembangunan citra positif Apache dilakukan komprehensif, mulai dari publikasi kisah suksesnya di Perang Teluk, hingga dijadikan bintang di beberapa film garapan Hollywood, seperti Fire Birds dan G.I. Joe: The Rise of Cobra.
Sebaliknya, produk Rusia kerap dihina-dina, bahkan dikesankan Rusia menjual produknya ke negara lain dengan kualitas nomor dua.
Satu kisah menarik saat heli Apache dibandingkan dengan heli Rusia Mi-28 terjadi justru bukan di medan tempur, tetapi di medan pengujian Swedia.
Saat itu Swedia ingin mencari pengganti helikopter Hkp 9A alias BO-105CB yang merupakan helikopter antitank utama dan telah digunakan sejak 1980-an.
Kontes yang diluncurkan pada 1995 ini diikuti oleh Mi-28 Havoc, Ka-50 Werewolf, AH-64A Apache, Bell AH-1W Super Cobra, A129 Mangusta,Euroopter Tiger, dan Denel CSH-2 Rooivalk.
Syarat utamanya adalah heli terpilih harus bisa beroperasi di iklim Skandinavia yang sangat dingin, dan pengujiannya berlangsung sangat komprehensif.
AD Swedia minta agar seluruh heli yang memenuhi syarat harus diterbangkan pilot Swedia. Pengujian mencakup uji penembakan dengan amunisi tajam. Selain mudah dirawat, heli yang terpilih juga harus minim biaya operasional.
Akhirnya setelah seleksi awal, terpilihlah AH-64A dan Mi-28. AH-64A boleh dikata punya segalanya; baru menang perang dengan menggasak sekian puluh tank Irak, dan sistemnya sudah matang. Mi-28 masih tertatih-tatih dalam fase pengembangan akhir.
Betapapun, tim Rusia siap ketika mereka dipanggil ke Swedia untuk evaluasi selama empat minggu pada April 1995.
Pengujian dilakukan di Distrik Militer Utara yang beriklim kutub untuk mengetes kemampuan mesin dan sistem senjata, baik atas sasaran darat maupun udara. AS mengirimkan dua AH-64A yang berpangkalan di Hanau, Jerman untuk uji coba. Sementara awak dari Swedia dilatih di Mesa, Arizona.
Setelah segalanya siap, AH-64A diterbangkan pilot Swedia dan AS ke Swedia dan mendarat di Linkoping pada Agustus 1995.
Selama empat minggu diuji, kedua AH-64A membukukan 99 jam terbang. Performanya kurang memuaskan. Satu atau dua heli mengalami kerusakan.
Beragam problem timbul seperti sistem software bermasalah, tabung roket tak bisa digunakan, sistem kamera di hidung harus diganti, laser designator rusak, satu sistem kanon M230 komponennya butuh diganti, dan rotor harus diperbaiki.
Lima dari 20 sorti misi yang direncanakan gagal dilaksanakan. Sistem navigasinya ditemukan bermasalah dimana koordinat lintang utara yang lebih besar dari 65 derajat tidak dapat dimasukkan.
Kelihatannya programmer sistem terlalu malas mengecek dan berharap AH-64A tidak akan digunakan di Skandinavia, yang ternyata terbukti salah! Karena sistem navigasi bermasalah, misi terbang malam akhirnya tak bisa dilakukan.
Sementara itu, satu Mi-28 Bort 042 dikirim ke Swedia menggunakan pesawat angkut Il-76 dikoordinasikan oleh Rosvoorouzhenie yang merupakan pendahulu Rosoboronexport.
Pilot-pilot Swedia dikirim ke Moskow untuk berlatih dengan Mi-24 dan Mi-28. Namun karena keterbatasan sistem dimana Mi-28 saat itu masih menggunakan sistem kemudi tunggal, akhirnya awak Swedia hanya bisa duduk sebagai juru tembak.
Koordinasi dengan pilot Rusia yang justru tak bisa berbahasa Inggris dilakukan dengan penerjemah yang terbang di helikopter chaser.
Dengan profil misi serupa dengan AH-64A, Mi-28 justru bersinar. Awak Swedia yang terbang di kursi depan menemukan bahwa sistem bidiknya bekerja baik, ergonomi di kokpit terbukti bagus walau sudut pandang terbatas, dan heli dapat dioperasikan oleh pilot yang baru memiliki sedikit pengalaman di Mi-28.
Akurasi penembakan sangat baik dan rudal Shturm dan Ataka yang ditembakkan dari jarak 4,7 kilometer mengenai sasarannya dengan CEP hanya satu meter.
Roket S-80 yang diuji bahkan dikatakan akurat sampai jarak 4.000 meter dengan akurasi 88% dari 40 penembakan. Selama 30 jam pengujian, tidak sekalipun ada masalah yang membuat sorti Mi-28 dibatalkan.
Sejumlah problem minor memang ada, namun bisa diselesaikan. AD Swedia menganggap bahwa Mi-28 adalah helikopter yang kuat dan andal.
Sayangnya, pengujian fase kedua yang rencananya akan diadakan pada 1999-2000 tidak pernah terjadi. Padahal rencananya fase kedua ini akan diikuti oleh AH-64D Longbow dan Mi-28N yang keduanya memiliki fitur dan kemampuan yang boleh dikata imbang.
Krisis ekonomi mementahkan rencana pengadaan heli serang AD Swedia, dan sebagai gantinya justru Agusta A109 Power yang dibeli.
Sayang sungguh sayang, kata penutup final yang akan menuntaskan siapa yang terbaik di antara dua rival yang mewakili dua kutub kekuatan besar dunia ini, tidak pernah terjadi.
Rooivalk, Heli Tempur yang Bernasib Malang

Rooivalk
Bisnis pengembangan dan produksi alutsista adalah salah satu bisnis paling keras. Gagal mencapai tingkat produksi ideal, siap-siap gulung tikar.
Kalau tidak dapat dukungan dan kepastian pembelian, jangan coba-coba masuk ke dalam bisnis ini. Tak terhitung banyaknya pabrikan yang sudah ambruk karena gagal membuktikan eksistensi produknya.
Di pasar heli serang, Denel AH-2 Rooivalk menjadi salah satunya. Afrika Selatan pada era Apartheid adalah negeri yang lelah karena dijauhi.
Mereka harus mengobarkan perang bush war di perbatasan melawan tetangga-tetangganya yang didukung Uni Soviet, tetapi negara Barat justru melengos dan lebih memilih menyoroti praktek pemisahan ras di Afrika Selatan antara si putih dan si hitam.
Tahu diri karena mereka tidak akan pernah disokong Barat, Afrika Selatan sebisa mungkin berdikari dalam rancang bangun senjatanya, termasuk desain helikopter serang.
Sesungguhnya desain dan produksi heli serang sendiri tergolong sangat ambisius, apalagi Afrika Selatan tidak memiliki pengalaman membuat heli serang.
Yang mereka punya saat itu, hanya pengalaman merakit heli SA330 Puma berdasarkan lisensi dari Sud Aviation. Sebelumnya pun Afrika Selatan sudah mencoba membuat dua helikopter serang Alpha XH-1 berdasarkan desain helikopter Alouette III, sampai tahap eksperimental.
Bermodal hal tersebut, Denel dan Atlas selaku pabrikan senjata Afrika Selatan akhirnya memulai program heli serang berkode Rooivalk (elang Kestrel merah).
Desain dasar dari Rooivalk sudah mengadopsi desain helikopter serang dengan fuselage sempit dan memanjang, serta posisi duduk pilot dan juru tembak dengan formasi tandem depan belakang.
Mesin yang menjadi isu krusial dipecahkan dengan adopsi dan modifikasi mesin Turbomeca Turmo IV, sistem transmisi, dan desain rotor dari SA330 Puma.
Mesin ini dikenal sebagai mesin Topaz. Adopsi mesin Puma ini menyebabkan sponson pod mesin Rooivalk menjadi sangat panjang, termasuk bagian inletnya yang masih memiliki penciri khas inlet mesin helikopter Puma.
Atlas dan Denel membuat empat purwarupa. Dua purwarupa pertama dengan kode XTP-1 dibuat sebagai wahana evaluasi mesin dan sistem.
Atlas bahkan mengeluarkan biaya besar untuk riset material komposit untuk membuat Rooivalk seringan mungkin. Purwarupa pertama Rooivalk ditampilkan ke hadapan publik pada Januari 1990 dan penerbangan perdana pada Mei 2002.
Bentuknya memang sedikit kaku, tetapi Rooivalk tak kalah mematikannya dengan heli tempur lain. Sistem senjata utamanya adalah kubah TC-20 yang dipersenjatai dengan kanon 20mm GIAT F2 di hidungnya.
Konfigurasi kokpit pada Rooivalk adalah juru tembak di depan dan pilot di belakang, dalam kokpit yang terlindung dari hantaman amunisi kaliber sedang.
Pengendalian helikopter dibuat mudah dengan diimplementasikannya HOCAS (Hands on Collective and Stick) sehingga pilot Rooivalk tidak perlu repot koordinasi tangan kanan dan kiri.
Pembidikan sasaran dilakukan melalui helm pintar Thales TopOwl dimana arah gerak kanon tinggal mengikuti tolehan lensa bidik yang terintegrasi dengan TopOwl.
Sistem penginderaan pada Rooivalk mengandalkan sistem bidik yang terpasang di hidung, mengintegrasikan sistem LLTV (Televisi yang mampu mengindera pada pencahayaan rendah), FLIR (Forward Looking Infra Red), laser tracker dan designator yang digunakan untuk mengarahkan Ingwe dfan Mokopa.
Sistem bidik ini distabilisasi sehingga juru tembak tidak kesulitan menjejak sasaran di tengah getaran dan manuver helikopter.
Versi definitif dari Rooivalk yaitu varian CSH-2 sudah menggunakan mesin Turbomeca Makila yang satunya berdaya 1.175kW. Lagi-lagi mesin ini merupakan adopsi mesin dari Super Puma.
Pilihan senjata utamanya dapat menggunakan sistem kubah TC-20 dengan kanon 20mm, atau TC-30 dengan kanon DEFA 30mm.
Dengan stub wing yang membentang panjang, CSH-2 Rooivalk memiliki total enam hardpoint untuk mencantelkan senjata mulai dari tabung roket FFAR, sampai rudal antitank berpemandu laser ZT-3 Ingwe yang sudah battle proven.
Untuk pertahanan dari serangan pesawat tempur atau heli lawan, rudal anti pesawat dengan pemandu infra merah Denel V3C Darter atau bahkan Thales Mistral dapat dipasang ke Rooivalk.
Walaupun punya potensi dan kinerjanya mumpuni, pada akhirnya perubahan jaman mengempaskan nasib Rooivalk.
Pemerintahan dan rezim baru menganggap kebutuhan heli serang tidak mendesak dan membatasi pembeliannya hanya 16 unit, dengan 4 purwarupa dan 12 heli operasional.
Denel mencoba memasarkannya kemana-mana, termasuk bekerjasama dengan British Aerospace namun tidak berhasil.
Pada tahun 2007 Denel Group memutuskan untuk menghentikan pengembangan Rooivalk, dimana kemudian pemerintah Afrika Selatan menyuntikkan dana sebesar US$137 Juta untuk memodernisasi Rooivalk ke standar Block 1F yang mampu menembakkan rudal ZT-6 Mokopa. Ada rencana untuk mengembangkan Rooivalk Mk2, tetapi tentu saja harus menunggu adanya peminat baru.(*)
