Pembunuhan Sadis di Pulomas
Tinggalkan Banyak Harta, Agnesya dan Anaknya Tak Bakalan Dapat Warisan Dodi, Inilah Sebabnya
Dia yang berakrier sebagai model harus ditinggal pergi suami untuk selama-lamanya karena menjadi korban pembunuhan secara sadis
Jika berdasarkan Pasal 863 – Pasal 873 KUH Perdata, maka anak luar nikah yang berhak mendapatkan warisan dari ayahnya adalah anak luar nikah yang diakui oleh ayahnya (pewaris) atau anak luar nikah yang disahkan pada waktu dilangsungkannya pernikahan antara kedua orangtuanya.
Untuk anak luar nikah yang tidak sempat diakui atau tidak pernah diakui oleh Ppewaris (dalam hal ini ayahnya), berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 yang menguji Pasal 43 ayat (1) UUP, sehingga pasal tersebut harus dibaca:
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya."
Jadi anak luar nikah tersebut dapat membuktikan dirinya sebagai anak kandung dari pewaris.
Namun demikian, jika mengacu pada Pasal 285 KUHPerdata yang menyatakan bahwa apabila terjadi pengakuan dari ayahnya, sehingga menimbulkan hubungan hukum antara pewaris dengan anak luar nikahnya tersebut, maka pengakuan anak luar nikah tersebut tidak boleh merugikan pihak istri dan anak-anak kandung pewaris.
Artinya, anak luar knikah tersebut dianggap tidak ada.
Oleh karena itu, pembuktian adanya hubungan hukum dari anak hasil pernikahan siri tersebut tidak menyebabkan dia dapat mewaris dari ayah kandungnya (walaupun secara tekhnologi dapat dibuktikan).
Pendapat ini juga dikuatkan oleh Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia tanggal 10 Maret 2012 yang menyatakan bahwa anak siri tersebut hanya berhak atas wasiat wajibah.
Bagi Agnesya, sebagai istri siri, dia akan kehilangan atau tidak sepenuhnya mendapat hak-hak yang biasa diterima oleh dua mantan istri Dodi.
Istri secara hukum negara tidak berhak untuk menuntut hak pembagian harta gono-gini, karena pernikahan mereka oleh negara dianggap tidak pernah terjadi.(*)