Kisah Dramatis Easy Company, Pasukan Elit Inggris yang Nyaris Dihabisi Taliban Di Musa Qala

Pertempuran sengit di benteng Musa Qala berlangsung sepanjang bulan Agustus dan September 2006. Pertempuran yang membuat

Editor: Iwan Satriawan
warhistoryonline.com/Pete Vance
Penembak jitu Hugh Keir dan Jared Cleary yang mencari anggota Taliban 

Tapi sebagai pasukan elit yang terlatih baik, Easy Company tetap menunjukkan perlawanan yang tangguh. Karena pada dasarnya pelatihan tempur komando yang mereka dapatkan memang disiapkan untuk menghadapi kondisi terjepit seperti itu.

Karena tanpa ada bantuan sama sekali, personel Easy Company kemudian mengubah taktik tempur menggunakan mortir.

Gempuran mortir itu dipercayakan kepada tim mortir dari Royal Irish Regiment yang dipimpin oleh Kopral Danny Groves. Berkat gempuran mortir yang terarah dan akurat, pasukan Taliban akhirnya ternyata bisa dipukul mundur dan mengubah taktik serbuannya.

Aksi sniper Taliban

Dari jarak yang cukup jauh dari benteng Musa Qala para pejuang Taliban kemudian melancarkan serangan menggunakan mortir dan roket serta menurunkan para penembak jitunya (sniper). Taktik baru serangan Taliban segera menimbulkan korban.

Kopral Jon Hetherington personel dari Parachute Regiment yang berumur 22 tahun, tewas dihantam peluru sniper ketika sedang berada di pos pengamatan yang posisi berada di atas atap benteng.

Tembakan sniper begitu akurat karena peluru bisa menembus celah terbuka antara tengkuk dan rompi antipelurunya.

Gugurnya Kopral Jon pada 27 Agustus itu tidak membuat pasukan Easy Company turun semangat. Mereka kembali bertempur secara gigih. Tapi gempuran Easy Company yang makin kekurangan amunisi dan makanan tidak membuat keadaan berubah.

Gempuran mortir Taliban kembali menghantam dan dalam serangan ini dua personel Easy Company gugur ketika sedang menuju pos observasi di atas benteng yang dikenal dengan nama The Alamo. Posisi di pos observasi itu pun tidak lagi diisi pasukan karena menjadi sasaran empuk bagi sniper Taliban.

Saat itu posisi pasukan Easy Company benar-benar kritis karena setiap personelnya bisa gugur kapan saja. Mereka hanya bisa bertahan sebisanya sambil menghemat makanan dan amunisi. Sedangkan Taliban terus saja melancarkan gempuran mortir dan roket.

Pada 11 September para pejuang Taliban yang yang sudah mendapatkan pasokan senjata dan tambahan pasukan, berencana merebut benteng Musa Qala dan telah menyiapkan serbuan pungkasan.

Seluruh pasukan Easy Company pun sudah menyadari akan adanya rencana serbuan besar-besaran itu dan sudah menyiapkan diri untuk bertempur sampai mati. Mereka saling berpandangan dan menyiapkan persenjataan yang dimiliki, memasang bayonet, dan bersiap menghadapi pertempuran terakhir.

Namun, anehnya di tengah kedua pasukan yang sedang mempersiapkan diri untuk bertempur habis-habisan, tiba-tiba seorang kepala suku setempat yang dituakan turun tangan.

Tetua suku itu yang tak mau wilayahnya rusak akibat perang, bahkan bisa mempengaruhi pemimpin Taliban untuk melakukan tawaran gencatan senjata dengan pasukan Easy Company.

Mayor Jowett sebenarnya ragu atas tawaran gencatan senjata itu karena merasa hanya jebakan belaka. Tapi Mayor Jowett akhirnya setuju asalkan pasukannya dijamin keselamatan ketika sedang berjalan menuju dua heli Chinook yang siap mengevakuasi.

Sumber: Angkasa
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved