Menyibak Misteri Wanita Cantik Bermata Biru di Lamno Aceh dan Pedalaman Halmahera
Mereka dikatakan misterius lantaran keberadaannya juga masih menyisakan tanda tanya apakah masih eksis atau justru sudah punah
BANGKAPOS.C0M--Tidak bisa dipungkiri jika Indonesia memiliki beragam ras, suku, dan budaya.
Keberagaman itu tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Tapi tahukah kamu jika Indonesia juga memiliki suku yang berciri fisik sungguh berbeda dari kebanyakan suku di Indonesia yang ada?
Suku yang unik ini bahkan terbilang suku yang misterius. Suku yang dimaksud adalah suku Lingon.
Baca: Anak Sopir dan Penjual Nasi Itu Jadi Lulusan Terbaik SPN Lubuk Bunter
Suku Lingon merupakan suatu komunitas suku yang hidup terpencil di pedalaman hutan Halmahera Timur.
Halmahera (juga Jilolo atau Gilolo) adalah pulau terbesar di Kepulauan Maluku.
Pulau ini merupakan bagian dari provinsi Maluku Utara, Indonesia.
Baca: Biadab, Bocah Perempuan ini Dibunuh Hanya untuk Tumbal Ilmu Hitam
Sedangkan Kabupaten Halmahera Timur adalah salah satu kabupaten di provinsi Maluku Utara, Indonesia.
Ibukota kabupaten ini terletak di Maba.
Baca: Ngeri, Begini Proses Pembusukan Tubuh Kita Setelah Mati dari Hitungan Menit Hingga Setahun
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.615 km2 dan berpenduduk sebanyak 38.681 jiwa (2000).
Mereka dikatakan misterius lantaran keberadaannya juga masih menyisakan tanda tanya apakah masih eksis atau justru sudah punah.
Bisa jadi juga seiring berkembangnya peradaban modern saat ini, mereka telah berbaur dengan suku-suku lain.
Tapi yang jelas, suku Lingon ini memiliki ciri fisik yang lebih menyerupai orang Eropa dari pada orang Asia.
Berikut ini adalah fakta-fakta yang menarik tentang suku Lingon.
1. Ciri fisik seperti orang Eropa
Suku Lingon bukanlah suku yang berasal dari ras weddoid, melanesia, polinesia, ataupun mongoloid seperti kebanyakan penduduk di Halmahera.
Suku ini justru termasuk dalam ras kaukasoid, sehingga tampilan fisik mereka lebih menyerupai orang Eropa.
Orang-orang suku Lingon memiliki tampilan fisik dengan tubuh yang tinggi, kulit putih, rambut pirang, dan warna mata biru atau hijau.Sampai saat ini, populasi suku Lingon masih belum diketahui keberadaannya.
Dikatakan bahwa dahulu suku ini sering mendapatkan ancaman dari suku yang hidup di pesisir pantai, salah satunya adalah suku Togutil.
Orang dari suku Togutil kerap berusaha menculik gadis-gadis suku Lingon yang terkenal cantik dengan mata biru mereka.
Beberapa suku setempat menganggap Suku Lingon berbahaya, lantaran dikenal memiliki ilmu sihir sehingga mereka juga kadang kala disegani.
2. Asal-usul suku Lingon
Kemungkinan suku Lingon berasal dari sisa-sisa bangsa Portugis yang menghindar ke dalam hutan sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.
Tapi ada juga versi lain yang mengatakan bahwa suku Lingon berasal dari korban karamnya sebuah kapal.
Sekitar 300 tahun lalu, sebuah kapal dari daratan Eropa karam dan tenggelam dekat perairan Halmahera.
Sekelompok penumpang berhasil selamat dan terdampar di pulau tersebut.
Mereka tidak bisa kembali ke asalnya sehingga mulai membangun pemukiman di Halmahera Timur.
Jadilah mereka cikal bakal suku Lingon Trebe atau lebih akrab dengan nama Lingon saja.
Di pulau tempat terdamparnya suku Lingon ini, ternyata sudah ada suku-suku lain yang mendiami pulau ini.
Maka sempat terjadi konflik dengan suku-suku setempat.
Dengan jumlah orang dan persenjataan yang terbatas, suku Lingon kemudian terpakasa masuk ke bagian terdalam hutan agar terhindar dari gangguan suku lainnya.
Setelah menetap di wilayah ini selama ratusan tahun, budaya asli mereka yang berawal dari Eropa ini pun mulai pudar dan berubah drastis, beradaptasi dengan budaya setempat yang nyaris primitif.
Hingga saat ini, keberadaan suku ini masih misterius dan belum terungkap.
Pesona Wanita Bermata Biru Lamno Aceh
Pesona gadis bermata biru di Lamno, Aceh Barat sudah dikenal sejak dulu hingga kini.
Katanya, mereka adalah keturunan orang-orang Portugis yang mendarat di sana.
Namun, tidak mudah menemui mereka. Selain, tidak banyak yang bermata biru. Umumnya mereka pemalu.
Begitulah kesan yang muncul saat Harian Kompas memberitakan artikel berjudul "Mencari Si Mata Biru di Lamno" pada edisi Sabtu, 15 Februari 1986.
Saat itu, hampir tiap tahun desa kecil di Lembah Guereutee itu selalu dikunjungi orang-orang berkulit putih yang mengaku datang dari Portugis.
Tujuannya sama yakni mencari orang Lamno yang bermata biru. Biasanya mereka minta izin camat untuk memasuki desa-desa.
Namun, seperti yang sudah-sudah mereka gagal menemukan karena para gadisnya langsung berhamburan menjauhkan diri.
Saat itu, ada seorang pemuda bernama Abdullah (20) yang memang bermata biru.
Dua bola matanya memang berwarna biru, namun hidungnya tidak mancung dan kulitnya kekuning-kuningan. Rambut aslinya pirang, namun dia cat hitam.
Marco Polo
Belakangan seiring modernisasi, orang-orang Lamno bermata biru makin mudah ditemui. Namun, saat ini mungkin sudah sulit sekali mengingat Lamno termasuk yang terkena dampak tsunami pada 2004.
Dalam artikel "Masih Ada Si Mata Biru" di Lamno yang ditulis Basri Daham di Harian Kompas, 8 Juni 1997, sejarah si mata biru di Lamno berawal dari kisah Marco Polo.
Berikut ulasannya:
Menurut tetua di Lamno, Marco Polo pernah singgah di sana untuk mengisi perbekalan sebelum melanjutkan petualangan keliling dunia.
Kisah tersebut ditulis dalam buku Far East yang mengisahkan Indo China, Lamno Aceh, dan Kepulauan Banda Maluku Tengah.
Setelah Marco Polo, sebuah kapal dagang Portugis yang lain terdampar di Wateuh Lamno, sebuah desa pantai dalam wilayah Kerajaan Marhom Daya yang berdaulat dan berkuasa sampai ke Ujung Aceh (Banda Aceh).
Kerajaan Aceh Marhom Daya merupakan cikal-bakal lahirnya Kerajaan Aceh Darussalam dan turunannya sampai Sultan Iskandar Muda.
Bukti tertulis sejarah keberadaan Kerajaan Aceh Marhom Daya bisa disaksikan pada relief batu nisan dengan kaligrafi Parsia abad ke 13 di komplek makam Marhom Daya Glee Jong, Lamno.
Dalam sejarah Aceh, Marhom Daya amat dikenal sebagai ahli hukum adat. Namanya diabadikan dalam ungkapan Adat bak Po Teumerhom, Hukum bak Syiah Kuala. Artinya, pemegang adat atau ahli adat adalah Marhom Daya. Ahli hukum yang menjalankan dan mengawasi hukum dalam kerajaan Aceh adalah Syiah Kuala.
Portugis dan Marco Polo erat kaitannya dengan orang Aceh bermata biru turunan Portugis yang ditaklukkan Raja Marhom Daya. Di sini pernah terjadi perang besar silih berganti melawan Portugis, Belanda, dan Inggris. Bekas-bekasnya berupa puing benteng dan meriam-meriam kuno banyak ditemukan tertanam dalam pasir pantai.
Kapal Portugis yang terdampar di Lamno adalah sebuah kapal dagang dengan ABK sebagian besar angkatan laut Portugis. Mereka melarikan diri dari Singapura, berlayar menuju Kerajaan Daya Aceh untuk membeli rempah-rempah dan hasil bumi lainnya.
Namun, tentara kerajaan Daya tidak membiarkan orang Portugis mendarat begitu saja di Lamno. Mereka dihujani tembakan meriam dan diserang tentara Kerajaan Daya hingga menyerah kalah dan kapalnya tenggelam.
Sambil menunggu kapal untuk kembali ke Portugis, Raja Daya mengizinkan mereka tinggal di kawasan Wateh Lamno. Mereka juga belajar agama, bahasa, bertani dan adat istiadat orang Aceh sehingga dengan cepat dapat beradaptasi.(*)