Mengintip Ritual Seks Kemukus
Inilah Kata Kunci untuk Ziarah dan Ritual Seks di Gunung Kemukus
Selain dibutuhkan keberanian mengawali perkenalan, peziarah juga harus jeli dalam memilih pasangan untuk melakukan ritualseks
BANGKAPOS.COM--Mencari pasangan di Kemukus tak semudah yang disangka.
Selain dibutuhkan keberanian mengawali perkenalan, peziarah juga harus jeli dalam memilih pasangan untuk melakukan ritualseks di Gunung Kemukus.
“Piyambak mawon, Mas?" atau "Piyambak mawon, Mbak?" adalah kata-kata kunci pembuka perkenalan di antara peziarah Gunung Kumukus.
Kalau yang ditanya kebetulan memang piyambak mawon alias sendiri saja, maka artinya perkenalan boleh dilanjutkan dengan bercakap-cakap santai di bawah pepohonan.
Kalau keduanya, laki dan perempuan, juga ternyata punya niat yang sama, ngalap berkah Pangeran Samudra, bisa saja malamnya mereka tidur bersama.
Namun, mencari "jodoh" di Kemukus tak semudah yang disangka.
Selain dibutuhkan keberanian mengawali perkenalan, peziarah juga harus jeli dalam memilih pasangan untuk melakukan ritualseks di Gunung Kemukus.
Maklum, selain kaum peziarah sejati, Kemukus juga dipenuhi laki-laki iseng dan para WTS.
Pelacur yang banyak berkeliaran di seputar makam selalu berusaha mengecoh peziarah.
Dengan gaya lugu mereka selalu mengaku pada siapa saja bahwa mereka juga peziarah dari jauh dan baru pertama kali datang ke Kemukus.
Peziarah baru yang belum kenal medan Kemukus banyak yang tertipu.
Maksud hati mencari teman ngalap berkah, tahunya malah jatuh ke pelukan kupu-kupu malam atau laki-laki hidung belang yang cuma mau ngalap birahi.
"Kalau sudah dua-tiga kali ke sini, baru kita tahu mana peziarah asli, mana wanita pelat kuning yang memang mangkal di Kemukus," kata Suhandi, peziarah yang mengaku rajin ke Kemukus setelah usaha dagangnya hancur gara-gara diguna-gunai orang.
Umumnya, peziarah menghindari hubungan dengan wanita sewaan.
Bukan hanya karena ini berarti harus dikeluarkannya biaya ekstra, tapi juga karena dengan wanita begituan kelanggengan hubungan sulit dipertahankan.
"Bisa saja, malam ini, dia tidur dengan kita, tapi bulan depan main dengan orang lain," cerita seorang peziarah.
"Maklum, namanya juga wanita bayaran."
Namun, aturan main para juru kunci makam rupanya kurang jelas mengatur soal teman kencan ini.
Soal hubungan dengan wanita pelat kuning tak pernah disebut bagaimana hukumnya.
Karenanya, tak aneh kalau ada sementara peziarah mencari jalan yang gampang saja.
Pokoknya, asal tetap mematuhi prinsip tak berganti-ganti pasangan selama tujuh kali berturut-turut.
Ramai malam Jumat
Sarung-sarung memang berserakan di mana-mana. Para pemiliknya datang dengan tujuan ngalap berkah. Cerita tentang tempat peziarahan itu memang macam-macam.
Bagaimana kebenaran cerita-cerita itu, sebelum Kemukus menjadi pulau setelah Waduk Kedung Ombo mulai diairi tanggal 14 Januari 1989? Inilah kisah ritual seks di Gunung Kemukus.
---
Napas sedikit terengah, tapi wajah-wajah mereka tampak cerah. Boleh jadi karena sapaan hangat dan bersahabat gapura bertuliskan, "SELAMAT DATANG DI OBJEK PARIWISATA GUNUNG KEMUKUS", di mulut jalan, ± 1 km sebelum kaki bukit.
Sambutan para wanita muda berdandan menor yang nongkrong di depan warung-warung di kiri-kanan jalan pun tak kalah ramah. Mereka menyapa genit sembari membujuk manja setiap pejalan kaki untuk mampir.
"Ini 'kan malam Jumat Pon," seorang peziarah memberi komentar perihal keramaian yang terus meningkat.
Malam Jumat Pon memang diyakini oleh yang percaya sebagai malam yang paling pas untuk ngalap berkah di kompleks makam Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah.
Tak aneh kalau malam itu lebih dari 3.000 orang tumpah ruah di sana. Mulai dari yang berharap mendapat wisik atau ilham nomor buntut sampai pedagang pailit yang ingin usahanya maju lagi.
Mereka datang dari mana-mana: Solo, Semarang, Pati, Kudus, Jepara, Pekalongan, sampai Bandung, Ciamis, Cianjur, dan Karawang di Jawa Barat.
Sekilas, Kemukus tak banyak berbeda dengan tempat-tempat peziarahan lain yang bertebaran di Jawa. Seperti di Gunung Jati, Gunung Muria, atau Gunung Kawi.
Aktivitas peziarahan di sana juga berpusat pada makam orang yang dianggap punya daya iinuwih atau yang sakti mandraguna. Di Kemukus, yang jadi pujaan adalah tokoh Pangeran Samudra, yang terbaring tenang di makamnya, nun di puncak Bukit Kemukus.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi peziarah agar permohonan mereka terkabul juga mirip dengan tempat-tempat lain.
Setelah mandi di Sendang Ontrowulan, mata air yang terletak beberapa ratus meter sebelah timur makam, dan nyekar di makam Pangeran Samudra, peziarah haras nyepi sepanjang malam di sekitar makam.
Namun, acara nyepi di Kemukus bukan sembarang nyepi, tapi harus disertai dengan melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis yang bukan istri atau suami sendiri.
Nah, ini yang membuat gaya ngalap berkah di Kemukus lain dari yang lain. Boleh dibayangkan bagaimana ratusan pasang peziarah, di tengah alam terbuka, beramai-ramai melakukan hubungan intim secara massal dan kolosal. Sungguh suatu pemandangan yang langka tapi nyata.
Memang, malam itu nyaris tak ada lagi tempat yang bisa dipakai melangkahkan kaki dengan leluasa.
Seolah tiap jengkal tanah di bawah pepohonan di seputar lereng Bukit Kemukus ditutup habis oleh tubuh ratusan pasang pria-wanita ynng tidur bergulung dalam satu sarung. Kalau tak hati-hati melangkah, kaki bisa tersandung sarung yang berisi pasangan yang sedang asyik masyuk.
Tingkah laku peziarahan yang ajaib ini bersumber pada mitos tentang Pangeran Samudra yang mirip dengan cerita Oedipus dari zaman Yunani Purba atau Sangkuriang di Jawa Barat.
Juga hampir sama dengan mitos Jawa lainnya, yakni tentang Ratu Waru Gunung, tokoh yang mengawini ibunya dan punya anak sampai tiga puluh orang.
Sahibulhikayat, Pangeran Samudra adalah pangeran dari Kerajaan Demak yang jatuh cinta pada ibunya sendiri, R.A. Ontrowulan. Polahnya ini mengakibatkan ia diusir ayahandanya.
Pangeran Samudra lalu mengembara, dan akhirnya meninggal di Gunung Kemukus dalam keadaan merana. Ibunya yang kemudian menyusul, juga wafat di sana. Sebagai lambang dnta kasih mereka, keduanya lalu dimakamkan dalam satu liang lahat.
Ini cuma salah satu versi dari kisah cinta Pangeran Samudra. Masih ada versi-versi lain, yang lebih seru, lebih dramatis. Misalnya saja yang menyebut, setelah saling bertemu kembali, Pangeran Samudra dan ibunya tak kuasa menahan rindu dendam, sampai mereka melakukan hubungan intim bak suami-istri.
Sialnya mereka keburu dipergoki, dan langsung dibunuh. Sebelum mengembuskan napas terakhir, sang pangeran sempat berpesan, siapa yang bisa melanjutkan hubungan intim mereka, segala permintaannya bakal terkabul.
Entah versi mana yang benar dan cocok dengan kenyataan. Yang jelas, versi terakhirlah yang paling sering digembar-gemborkan di Kemukus. Maklum, kecuali lebih asyik didengar, versi ini juga memberi pengesahan dilakukannya hubungan seks bebas antarpeziarah.
Kamis siang itu Partini, seorang peziarah lain yang sempat ditemui, duduk di bangku sebuah warung. Ia yang berdandan rapi tampak tenang.
Hanya matanya saja yang diam-diam memperhatikan orang yang lalu lalang. Siapa tahu ada laki-laki asal Pemalang yang tengah dinantinya. Ini kali kelima Partini membuat janji dengan laki-laki yang bukan suaminya itu untuk memadu cinta di Kemukus.
Namun, sampai menjelang tengah hari sang gacoan belum juga kelihatan batang hidungnya. Wanita setengah baya yang sederhana ini pun jadi gelisah. Jangan-jangan ia ingkar janji. Kalau benar, sia-sia saja usahanya jauh-jauh datang dari Tegal, menghabiskan ongkos sekian rupiah, meninggalkan suami dan warung nasinya.
Mengingat kegiatan persetubuhan merupakan bagian penting dalam ritus peziarahan, tak aneh kalau orang macam Partini jadi gundah. "Kalau dia sampai tak datang, sayang sekali. Kami hanya perlu kencan dua kali lagi," katanya dalam nada putus asa.
Berkah Pangeran Samudra tak bakal didapat hanya dengan sekali berziarah. Paling tidak ziarah harus dilakukan tujuh kali berturut-turut, setiap malam Jumat Pon – atau boleh juga malam Jumat Kliwon. Artinya, sebanyak itu pula seorang peziarah harus bercinta dengan pasangannya di kegelapan Gunung Kemukus.
Hubungan intim wajib dilakukan di tengah alam terbuka, tanpa rasa malu dilihat orang. Ini dimaksudkan untuk menguji kesungguhan peziarah.
Kecuali yang tekadnya sudah benar-benar bulat, siapa yang mau berbuat mesum di tengah keramaian semacam itu. Konon, semakin berani malu sebuah pasangan bercinta di muka umum, semakin besar pula berkah yang bakal mereka terima.
Meski seks barang yang nikmat, bagi peziarah sejati macam Partini, ini bukan syarat yang enteng.
Hubungan harus selalu dilakukan dengan pasangan yang sama. Kalau sudah sekali bertemu, sepasang peziarah biasanya berjanji untuk bertemu lagi pada malam Jumat Pon bulan-bulan berikutnya. Sampai lengkap tujuh kali.
Sialnya, tak semua pasangan selalu setia menepati janjinya. Sering terjadi, baru dua-tiga kali kencan, pasangan lalu tak nongol-nongol lagi. Entah karena memang dasarnya cuma iseng atau karena sebab-sebab lain.
Kalau ini terjadi, seorang peziarah terpaksa harus mencari pasangan baru, yang diharap bisa sungguh-sungguh diajak bekerja sama sampai tuntas nglakoni kumpul yang tujuh kali itu.
Kalau gagal lagi, ya cari pasangan baru lagi. Meski, konon, berganti-ganti pasangan akan mengurangi berkah, tak jarang ada yang harus sampai tiga-empat kali ganti gacoan dan terpaksa bertahun-tahun bolak-balik ke Kemukus sebelum syarat yang digariskan Pangeran Samudra itu bisa terpenuhi.
"Saya sudah dua tahun berziarah ke sini, tapi belum bisa melengkapi syarat yang satu itu," kata Kinasih, ibu gemuk asal Majalengka.
"Saya sudah tidur dengan tiga laki-laki, tapi semuanya putus di tengah jalan," tambah pemilik warung bakso ini, sambil tanpa malu-malu, panjang-lebar menceritakan petualangan cintanya di Kemukus.(*)