Inilah 6 Fakta Rencana Pembangunan PLTN di Indonesia, No 3 Potensi Babel, No 6 Paling Ditunggu
Selama ini pengembangan energi nuklir masih dalam tahap pro dan kontra. Inilah 6 Fakta tentang Rencana Pembangunan PLTN di Indonesia
Penulis: Teddy Malaka | Editor: Teddy Malaka
BANGKAPOS.COM, JAKARTA -- Rencana realisasi pemdbangunan Pembankit Tenaga Nuklir di Bangka Belitung kembali menyeruak. Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai potensi pengembangan nuklir sangat memungkinkan.
Jumat (3/11/2017) kemarin, Kementerian ESDM menggelar jumpa pers bertajuk 'Perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia'.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar membuka peluang adanya pengembangan potensi nuklir di Indonesia. Potensi yang ada ini nantinya bisa menjadi pembangkit listrik jika memang memungkinkan.
Arcandra Tahar memaparkan hasil diskusi pihaknya dengan berbagai pemangku kepentingan di DPR RI soal tenaga nuklir sebagai pembangkit listrik di Indonesia.
Menurut Arcandra, selama ini pengembangan energi nuklir masih dalam tahap pro dan kontra. Seharusnya seluruh pihak bisa membedah secara komprehensif mengenai pengembangan potensi ini.
Berikut fakta tentang rencana pembangunan PLTN.
1. PLTN Sudah Sering Dibahas
Kementerian ESDM membuat forum pembahasan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Jumat (3/11). Forum ini dihadiri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), ITB, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan Kementerian Perindustrian.
Dilansir kompas.com, Arcandra mengungkapkan, bahasan dalam diskusi tadi tidak lagi membicarakan tentang peraturan dan regulasi, karena sudah terlalu sering dibahas.
Diskusinya adalah seputar apakah Indonesia punya sumber daya untuk reaktor nuklir, bagaimana mendapatkan sumber daya yang dimaksud, teknologi yang digunakan, biaya membangun PLTN di Indonesia, hingga kesiapan masyarakat menerima PLTN.

2. Indonesia Punya Uranium dan Thorium
Soal sumber daya, yang dimaksud Arcandra adalah uranium dan thorium. Dalam diskusi itu, dijelaskan bahwa yang paling memungkinkan untuk digunakan sebagai sumber daya PLTN di Indonesia nantinya adalah uranium.
Hal itu dikarenakan belum ada teknologi yang terbukti aman dan siap jika menggunakan thorium sebagai bahan baku PLTN.
Menurut pihak Batan, thorium ke depan bisa dipakai tetapi butuh waktu hingga sepuluh tahun untuk memastikan kandungan tersebut aman digunakan.
3. Bangka Belitung Paling Potensi
Saat ini salah satu potensi nuklir dalam negeri ada di Bangka Belitung.
Menurut Arcandra di daerah tersebut memiliki luas pelamparan aluvial sekitar 400 ribu hektare (ha), sehingga potensi/sumberdaya: Thorium 120 ribu ton, Uranium 24 ribu ton, dan Unsur Tanah Jarang 7 juta ton.
Namun, menurut Arcandra masih perlu dibuktikan sebelum dikembangkan. “Hari ini kami koreksi. Yang ada bukan cadangan tapi potensi, kalau sudah
cadangan tingkatannya artinya ada kepastian di situ," kata dia seperti dikutip dari katadata.co.id.

Anggota DPR RI Asal Bangka Belitung yang juga anggota Komisi VII Sekaligus Ketua Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral DPP Partai Demokrat Eko Wijaya, berpendapat peluang adanya pengembangan potensi nuklir di Indonesia Khususnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Potensi yang ada ini nantinya bisa menjadi pembangkit listrik jika memang memungkinkan.
Menurut Eko, selama ini pengembangan energi nuklir masih dalam tahap pro dan kontra. Seharusnya seluruh pihak bisa membedah secara komprehensif mengenai pengembangan potensi ini," kata Eko kepada bangkapos.com, Minggu (5/11/2017).
"Menurut pandangan saya, Ada beberapa aspek yang perlu dipenuhi sebelum mengembangkan nuklir. Pertama, mengenai cadangan. Saat ini salah satu potensi nuklir dalam negeri ada di Bangka Belitung. Di daerah ini memiliki luas pelamparan aluvial sekitar 400 ribu hektare (ha), sehingga potensi/sumberdaya: Thorium 120 ribu ton, Uranium 24 ribu ton, dan Unsur Tanah Jarang 7 juta ton," ujarnya.

4. Butuh Data Akurat.
Menurut Eko Wijaya, perlu diketahui secara pasti potensi yang dimiliki Bangka Belitung.
"Menurut pandangan saya, Ada beberapa aspek yang perlu dipenuhi sebelum mengembangkan nuklir. Pertama, mengenai cadangan. Saat ini salah satu potensi nuklir dalam negeri ada di Bangka Belitung. Di daerah ini memiliki luas pelamparan aluvial sekitar 400 ribu hektare (ha), sehingga potensi/sumberdaya: Thorium 120 ribu ton, Uranium 24 ribu ton, dan Unsur Tanah Jarang 7 juta ton," ujarnya.
Namun, menurut Eko masih perlu dibuktikan sebelum dikembangkan. “Kemarin Kementerian ESDM koreksi. Yang ada bukan cadangan tapi potensi, kalau sudah cadangan tingkatannya artinya ada kepastian di situ," kata Mereka.
5. Negara-negara yang Bangun PLTN
Ada beberapa aspek yang perlu dipenuhi sebelum mengembangkan nuklir.
Selain itu, perlu juga disiapkan teknologi. Salah satu teknologi yang sudah teruji terkait nuklir berasal dari Rusia. Meski begitu, hingga kini ada 447 PLTN beroperasi di 31 negara, dan 61 negara sedang konstruksi. erancis kapasitas terbesar yakni 75% bauran energi, sedangkan Cina paling aktif konstruksi.
Adapun, negara yang membangun PLTN seperti Uni Emirat Arab dengan kapasitas 4x1450 MW di 2018, Belarus 2x1200 MW (2018), Bangladesh 2x1200 MW (2023), Turki 4x1200 MW, 4x 1150 MW (2024). Mereka memerlukan waktu 10 tahun untuk mengoperasikan PLTN sejak diputuskan membangun nuklir.
"Berapa banyak technology provider yang mampu membangun PLTN? Sudah banyak, di dunia banyak sekali. Salah satu yang sudah datang ke kementerian adalah dari Rusia dan mereka pun sudah melakukan beberapa studi dan menyampaikan juga kira-kira ini biayanya berapa ya," tutur Arcandra.

6. Berapa Harga Listriknya?
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah harga listrik dari pembangkit nuklir. Keekonomian tarif PLTN saat ini belum memadai. Perhitungan tarif listrik PLTN di Bangka oleh Rosatom (Rusia) sebesar 12 cent US$ per kWh. Padahal harga beli maksimal PLN atau BPP sebesar 7 cent$ per kWh.
Menurut Eko Wijaya, hingga kini belum ada perhitungan yang lebih akurat dan spesifik mengenai harga listrik dari pembangkit nuklir. Ini karena keekonomian PLTN sangat tergantung lokasi, meskipun beberapa publikasi global ada yang menyatakan 3 cent US$ per kWh. “Kalau harga itu masuk maka PLTN ada kemungkinan bisa dibangun," kata dia.
Faktor penting lain yang perlu diperhatikan sebelum membangun pembangkit listrik tenaga nukir adalah sumber daya manusia Indonesia yang mampu mengembangkan nuklir, terutama PLTN. Akan tetapi, secara garis besar Eko menilai Indonesia sudah memiliki banyak ahli nuklir.
Aspek terakhir dan penting yang harus dipenuhi adalah kesiapan masyarakat dalam memasuki era PLTN. Selama ini nuklir masih menjadi momok dan belum banyak diterima masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan studi untuk mensosialisasikan nuklir ke publik. "Ini lihat kembali kesiapan masyarakat seperti apa, jelas Eko Wijaya.
Berikut video lengkapnya:
(*)