Puntung Rokok dan Sendok Garpu Jadi Kode dan Bahasa Isyarat Gigolo

Target gigolo ini bukan sembarangan orang, biasanya incaran mereka adalah para tante kesepian.

Penulis: Teddy Malaka | Editor: Teddy Malaka
Intisari
Jake Ryan 

BANGKAPOS.COM -- Pekersa Seks Komersial (PSK) Pria atau disebut gigolo, tak ubahnya PSK wanita penjual diri, memberikan kepuasan birahi pada tante kesepian yang jadi pelanggan dengan membayar. Istilah gigolo sendiri sudah ada sejak tahun 1980 silam.  

Target gigolo ini bukan sembarangan orang, biasanya incaran mereka adalah para tante kesepian.

Dikutip dari palinganeh.com, cara gigolo berkomunikasi dengan target pun dilakukan dengan bahasa isyarat atau kode tertentu, seperti bahasa menaruh lipatan koran di saku celana, bagi para tante atau wanita pemburu gigolo tentu dapat memahami isyarat seperti itu.

Tetapi saat ini isyarat memasukkan lipatan koran ke dalam saku itu sudah dianggap kurang praktis, mengingat zaman kini koran nyaris punah sehingga muncul kode baru lebih praktis.

Gigolo dikenal hampir tak pernah menjalankan aktivitasnya di sembarang tempat.

Layaknya ayam kampus kelas elite, target mereka mencari mangsa berada pada pusat belanja kelas tinggi. yaitu para tante kesepian yang tajir tentunya.

Turut sedikit keterangan di sampaikan oleh seseorang yang tergabung dalam satu komunitas gigolo di ibu kota jarakta.

Pria berusia 29 tahun inisial AI, mengatakan, bahasa isyarat atau kode khusus dalam mencari tante kesepian bisa dengan kedipan mata, atau memainkan sendok, bisa juga dengan puntung rokok, (Tegesan)

“Bisa dengan kedipan mata untuk memberi kode nakal,” kata AI

Disebut tante tentu mereka para wanita yang berusia lebih matang dan juga kaya alias berduit.

Selain dengan kedipkan mata juga sering menggunakan kode lama lain, yaitu dengan sepasang sendok dan garpu, dengan menyilangkan sepasang sendok dengan posisi berlawanan arah, sambari memutar-mutar.

Pengakuan Seorang Gigolo

Hidup sebagai seorang pelacur laki-laki atau gigolo ternyata tidak hanya mengenai perkara seks dan uang saja.

Menurut salah seorang gigolo yang tinggal di Inggris, hidup sebagai gigolo berurusan lebih dari pada itu.

Dilansir dari Essex Live, seorang pria berusia 30 tahun yang tidak bersedia disebut namanya mengaku sering memberikan layanannya kepada para pelanggan di London dan Essex, Inggris.

Ia mengaku bahwa klien yang pernah ditanganinya paling muda berusia 24 tahun.

Sementara itu, klien paling tua yang pernah mendapat jasanya adalah seorang wanita berusia 60 tahun.

Ilustrasi
Ilustrasi (vice.com)

Dalam melayani para kliennya, ia mematok tarif Rp 1,7 juta.

Kemudian, apabila tambah, ia akan meminta tambahan bayaran mulai dari Rp 178 ribu hingga Rp 534 ribu.

Ia tengah menjalani pekerjaan di dunia lendir ini sejak dua tahun terakhir.

Dalam sebuah wawancara, ia mengatakan bahwa ia memutuskan untuk menjadi seorang gigolo setelah ia melihat sebuah film dokumenter yang bercerita tentang seorang gigolo.

Namun, ia menegaskan bahwa pekerja seks bukan hanya sekadar seks. Menjadi gigolo kadang hanya sebatas urusan bisnis.

Terkadang, beberapa pelanggan hanya ingin ditemani ke sebuah konferensi atau sebuah acara.

Para pelanggan tersebut tidak menginginkan untuk berhubungan badan. Dalam sehari, setidaknya ia melayani 5 klien.

Di Inggris, pekerja seksual memang dilegalkan oleh pemerintah, sepanjang pelakunya berusia lebih dari 18 tahun.

Meskipun angka pastinya sulit terungkap, tetapi sampai 2015, diperkirakan ada lebih dari 72 ribu pekerja seks di Inggris.

Dari jumlah tersebut, 88 persen berjenis kelamin wanita dan 6 persen pria. Sementara itu, 4 persen lainnya diduduki oleh para transgender.

Ketika ditanya mengenai teman dan keluarganya, pria yang memilih untuk dipanggil "pria ebony" ini menjawab bahwa mereka tidak tahu.

Padahal, ia mengatakan bahwa ia akan terus bekerja di industri lendir ini sampai rentang waktu yang belum diketahui. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved