Difteri Masih Mengintai di Babel,Dua Meninggal, Satu Anak Kini Masih Dirawat Di Ruang Isolasi

jumlah penderita difteri di Kepulauan Bangka Belitung bertambah dari empat menjadi lima orang. Dua di antaranya, anak-anak meninggal dunia

Editor: Iwan Satriawan
Grafis : didit
Gejala penyakit difteri dan cara pencegahannya. 

BANGKAPOS.COM--Seorang anak berusia 4,3 tahun dari Desa Kace, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, menjalani perawatan di ruang isolasi setelah dinyatakan positif difteri.

Korban terserang gejala difteri berupa bintik putih di tenggorokan disertai demam panas, sepulang dari perjalanan luar kota.

Dyah Aimar, seorang bocah laki-laki dibawa ke RS Muhaya Pangkal Pinang karena kondisinya sempat memburuk.

Difteri
Difteri (GetDoc dan Study.com)

“Sebelumnya orang tuanya sempat melakukan pengobatan secara tradisional namun tidak membuahkan hasil,” kata Kakek Pasien Haji Adhan, Jumat (29/12/2017).

Hingga saat ini pasien masih ditempatkan di ruang rawat isolasi, demi mencegah terjadinya penularan wabah difteri pada pasien lainnya.

Kepala Seksi Survei dan Imunisasi Dinkes Kepulauan Bangka Belitung, Rais Haru mengatakan, kondisi pasien mulai membaik dan diperkirakan satu hingga dua hari ke depan sudah bisa pulang.

“Pasien ditangani dengan cepat sehingga bisa mencegah akibat yang lebih fatal,” ujar Rais.

Rais mengungkapkan, dengan adanya pasien baru, jumlah penderita difteri di Kepulauan Bangka Belitung bertambah dari empat menjadi lima orang.

Dua di antaranya, anak-anak meninggal dunia saat menjalani perawatan di RSUD Toboali Bangka Selatan.

Cara Tangani Difteri

Menanggapi fenomena Difteri,  Dokter Anak di Rumah Sakit Bakti Timah (RSBT), Riko Rusli mengungkapkan ada dua infeksi difteri, yakni infeksi kuman menyebabkan nyeri tenggorokan hebat, tidak bisa makan, minum, dan sumbatan saluran pernafasan.

Kemudian, kuman juga bisa membentuk toksin menghasilkan racun dan menyerang bagian tubuh, seperti jantung maupun susunan syaraf.

Ia menyebutkan penanganan pasien Difteri harus dilakukan isolasi terlebih dahulu guna mencegah penyebaran kuman lebih luas.

Lalu, penderita harus di diagnosis bakteri tersebut menyerang kulit, tenggorokan, laring, atau lain sebagainya. Menurutnya, pihak Dinkes mungkin telah mengembangkan pendekteksian difteri lebih canggih lagi, Rabu (13/12/2017).

Selanjutnya, pemberian antibiotik sesuai panduan yang ada, contohnya 7-10 hari atau sembuh total guna menghalang penyebaran bakteri lebih luas.

Selain itu, ada pula difteri serum berfungsi mengikat atau netralisis racun yang berebar.

Hanya saja serum sulit didapatkan dan produksinya tidak banyak.

“Jika kasus seperti itu banyak terjadi dikhawatirkan tidak mencukupi. Sebab, penggunaan satu pasien saja bisa menghabiskan banyak serum,” ujar Riko
Riko mengimbau kepada seluruh masyarakat supaya lebih sadar terhadap pentingnya imunisasi karena mampu mencegah Difteri.

Menurutnya, solusi tersebut lebih efektif dibandingkan mengobati sehingga pola pikir masyarakat tentang tidak pentingnya imunisasi harus diubah. Sebab, fungsi imunisasi pada anak sangat besar dan bermanfaat.

Menurut Riko, pihak medis dan dinas terkait harus berusaha lebih ekstra lagi sosialisasi pentingnya imunisasi.

Terutama populasi masyarakat yang cukup banyak. Ia juga menyinggung dalam waktu dekat Dinas Kesehatan akan mengadakan imunisasi massal sebagai respon terhadap wabah Difteri.

“Kami menghimbau masyarakat harus sadar pentingnya imunisasi dan gaya hidup sehat. Seperti, etika batuk, tanda dan gejala, cuci tanggan, dan lain sebagainya. Selain itu, masyarakat harus lebih tanggap jika mencurigai ada yang terkena Difteri segera dibawa kerumah sakit terdekat buat penanganannya. Jangan menunda imunisasi dan tangkap menangani Difteri,” jelas Riko.
(KONTRIBUTOR PANGKALPINANG, HERU DAHNUR/Bangkapos.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved