Suku di Desa Ini Hidup Rukun dengan Buaya Besar Dianggap Suci Berawal dari Musim Kekeringan
Suku di Desa Ini Hidup Rukun dengan Buaya Besar Dianggap Suci Berawal dari Musim Kekeringan
BANGKAPOS.COM -Suku di Desa Ini Hidup Rukun dengan Buaya Besar Dianggap Suci Berawal dari Musim Kekeringan
Buaya yang memiliki gigi tajam dengan gerakan yang cepat menjadi hewan yang ditakuti banyak orang.
Mekipun lebih sering terlihat berenang dengan tenang di air, buaya bisa bergerak dengan sangat cepat ketika mengejar mangsanya, lo.
Inilah sebabnya banyak orang yang tidak berani berada terlalau dekat dengan buaya, teman-teman, karena takut dengan gigitannya yang kuat.
Namun, hal ini berbeda dengan warga yang tinggal di sebuah desa kecil yang ada di Burkina Faso, Afrika Barat yang bisa hidup rukun dan bersahabat dengan buaya.
Buaya Menjadi Sahabat Manusia di Desa Bazoule
Bukan hanya dengan sesama manusia saja, penduduk desa Bazoule ternyata juga hidup rukun dan bersahabat dengan buaya yang ada di desanya, lo.
Bahkan penduduk desa juga berbagi kolam dengan buaya yang ada di sana, nih, teman-teman.
Seorang warga mengatakan bahwa penduduk desa sudah terbiasa dengan keberadaan buaya di sekitarnya.
Tidak hanya itu, berenang dengan buaya juga sudah menjadi kebiasaan warga desa Bazoule.
Buaya yang ada di desa ini dianggap suci dan tidak akan melukai manusia, bahkan mereka mengaku bahwa kita dapat dengan mudah mendekati buaya.
Bagi beberapa orang yang berani, mereka bisa duduk di atas tubuh buaya yang besar, bahkan berbaring di atasnya, lo.
Kedekatan dengan Buaya Terbentuk karena Kekeringan yang Terjadi di Desa
Menurut legenda, warga desa yang hidup rukun dan bersahabat dengan buaya di Desa Bazoule ini sudah terjadi sejak abad ke-15, teman-teman.
Saat itu, Desa Bazoule sedang mengalami bencana kekeringan yang membuat warga kesulitan.
Lalu, diceritakan ada seekor buaya yang membawa seorang perempuan ke kolam tempanya bersembunyi.
Akibatnya, warga desa tidak lagi kekurangan air dan bisa minum dari kolam tadi sehingga tidak merasa haus lagi.
Koom Lakre, Perayaan sebagai Tanda Terima Kasih pada Buaya
Karena dianggap sudah menyelamatkan warga desa dari kekeringan, maka penduduk desa kemudian membuat sebuah perayaan untuk buaya yang ada di Bazoule.
Perayaan ini diberi nama Koom Lakre yang digunakan sebagai tanda terima kasih kepada buaya.
Uniknya, sampai saat ini perayaan Koom Lakre masih diselenggarakan di Desa Bazoule, lo.
Dalam perayaan itu, penduduk akan meminta buaya untuk mengabulkan permintaan penduduk desa yang berkaitan dengan kesehatan, kemakmuran, dan hasil panen yang baik.
Buaya Juga Diperlakukan seperti Manusia
Selain memiliki kedekatan dengan penduduk desa, buaya di Desa Bazoule juga diperlakukan seperti manusia, nih, teman-teman.
Hal ini terbukti jika ada buaya yang mati, maka buaya akan dimakamkan seperti manusia.
Selain itu, kalau buaya menangis, maka dipercaya akan ada bencana yang menimpa desa itu.
Nah, para tetua desa kemudian memiliki tugas untuk mengartikan tangisan buaya tadi dan membuat permohonan untuk menangkal nasib buruk.
Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia
Tidak berbeda jauh dengan Suku Bajoele, warga di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabuaten Nunukan, Kalimantan Utara, yang tinggal di seputar bantaran sungai Sebuku mengaku sudah terbiasa hidup di antara buaya.
Bahkan di antaranya buaya berukuran besar.
Ketua RT 12 Desa Pebeliangan, Kecamatan Sebuku, Muhammad Al Idrus mengatakan, sepanjang Sungai Sebuku memang terkenal sebagai tempat hidup buaya air payau.
"Kami sudah terbiasa hidup di antara buaya. Kalau malam biasa mereka di bawah kolong rumah," ujarnya,seperti dikutip dari kompas.com beberapa waktu lalu.
Bahkan sebagian warga tak canggung beraktifitas maupun melakukan kegiatan mencuci dan mandi di sepanjang Sungai Sebuku.
Muhammad Al Idrus mengaku, sepanjang Sungai Sebuku juga tidak ada rambu-rambu yang menandakan kawasan tersebut dihuni buaya.
Meski mereka sering beraktifitas di antara buaya air payau, mereka memiliki keyakinan bahwa tidak sembarang buaya mau memangsa manusia.
“Tidak semudah itu buaya mau memangsa manusia. Pasti ada tanda sebab mengapa buaya memangsa manusia," imbuhnya.
Sepanjang ingatan Muhammad Al Idrus, sudah 3 warga Kecamatan Sebuku yang menjadi korban dimangsa buaya.
Salah satu buaya pemangsa manusia tersebut malah ditangkap warga berkat bantuan seorang pawang pada tahun 2014. Diyakini, buaya yang berani memangsa manusia dipastikan buaya besar.
"Panjangnya buaya kemarin 7 meter 20 senti. Dari perut buaya ditemukan rambut sama tulang-tulang manusia," kata Muhammad Al Idrus.
Perisitiwa dimangsa buaya terakhir menimpa Krisman (50), warga Desa Pembeliangan, Kecamatan Sebuku.
Dia disambar buaya ketika beraktifitas menggergaji kayu yang hanyut di Sungai Bung Kayang, Selasa (10/5/2016) lalu.
Belum diketahui keberadaan Krisman, namun pihak keluarga terus melakukan upaya pencarian. Dalam upaya pencarian bersama pawang buaya, warga berhasil menangkap seekor buaya sepanjang 2,5 meter.
Buaya tersebut diyakini turut memangsa Krisman. Sementara satu lagi buaya yang menyambar Krisman diduga sepanjang 8 meter.
“Kita lihatnya dari jauh karena dilarang oleh pawang. Sempat muncul kepalanya saja, kira-kira panjangnya 8 meter," ujar Rahman, salah satu anggota tim SAR dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nunukan.(*)