MENGULIK Sejarah Kapal Kayu Pinisi Pertama hingga Tujuannya yang Romantis

Perahu pinisi adalah perahu tradisional suku Bugis dan Makassar Sulawesi Selatan. Bentuknya seperti kapal layar pada umumnya.

Tribunnews.com
Uang Rp 100 bergambar Perahu Pinisi, banderolnya jutaan rupiah 

BANGKAPOS.COM - Perahu pinisi adalah perahu tradisional suku Bugis dan Makassar Sulawesi Selatan. Bentuknya seperti kapal layar pada umumnya.

Kapal ini memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar. Tiga di bagian ujung paling depan, dua di tengah, dan duanya lagi dibelakang dengan ukuran yang lebih besar dari semua layarnya.

Makassar memang terkenal dengan daerah para saudagar.

Yang selalu melakukan perdagangan antar pulau, dan menjadikan kapal phinisi sebagai salah satu alat transportasi laut untuk pengantaran barang dagangan.

Dilansir dari wikipedia, Kapal kayu Pinisi telah digunakan di Indonesia sejak beberapa abad yang lalu, diperkirakankapal pinisi sudah ada sebelum tahun 1500an.

Dibuat Sawerigading

Menurut naskah Lontarak I Babad La Lagaligo pada abad ke 14, Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putera Mahkota Kerajaan Luwu untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang bernama We Cudai.

Sawerigading berhasil ke negeri Tiongkok dan memperisteri Puteri We Cudai.

Setelah beberapa lama tinggal di negeri Tiongkok, Sawerigading kembali ke kampung halamannya dengan menggunakan Pinisinya ke Luwu.

Menjelang masuk perairan Luwu kapal diterjang gelombang besar dan Pinisi terbelah tiga yang terdampar di desa Ara, Tanah Lemo dan Bira.

Masyarakat ketiga desa tersebut kemudian merakit pecahan kapal tersebut menjadi perahu yang kemudian dinamakan Pinisi.

Orang Ara dan Orang Bira

Orang Ara adalah pembuat badan kapal, di Tana Lemo kapal tersebut dirakit dan orang Bira yang merancang kapal tersebut menjadi Pinisi dan ketujuh layar tersebut lahir dari pemikiran orang-orang Bira.

Konon, nama Pinisi ini diambil dari nama seseorang yang bernama Pinisi itu sendiri.

Suatu ketika dia berlayar melewati pesisir pantai Bira. Dia melihat rentetan kapal sekitar laut sana, dia kemudian menegur salah seorang nahkoda kapal tersebut bahwasanya layar yang digunakannya masih perlu diperbaiki.

Sejak saat itu orang Bira berfikir dan mendesain layar sedemikian rupa dan akhirnya berbentuk layar Pinisi yang seperti sekarang ini.

Sumber: Tribun Jambi
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved