MENGULIK Sejarah Kapal Kayu Pinisi Pertama hingga Tujuannya yang Romantis

Perahu pinisi adalah perahu tradisional suku Bugis dan Makassar Sulawesi Selatan. Bentuknya seperti kapal layar pada umumnya.

Tribunnews.com
Uang Rp 100 bergambar Perahu Pinisi, banderolnya jutaan rupiah 

Apabila badan perahu sudah selesai dikerjakan, dilanjutkan dengan pekerjaan a’panisi, yaitu memasukkan majun pada sela papan. Untuk merekat sambungan papan supaya kuat, digunakan sejenis kulit pohon barruk.

Selanjutnya, dilakukan allepa, yaitu mendempul. Bahan dempul terbuat dari campuran kapur dan minyak kelapa.

Campuran tersebut diaduk Selama 12 jam, dikerjakan sedikitnya 6 orang. Untuk kapal 100 ton, diperlukan 20 kg dempul badan kapal. Sentuhan terakhir adalah menggosok dempul dengan kulit pepaya.

Proses terakhir kelahiran pinisi adalan peluncurannya. Upacara selamatan diadakan lagi.

Peluncuran kapal diawali dengan upacara adat Appasili yaitu ritual yang bertujuan untuk menolak bala.

Kelengkapan upacara berupa seikat dedaunan yang terdiri dari daun sidinging, sinrolo, taha tinappasa, taha siri, dan panno-panno yang diikat bersama pimping.

Dedaunan dimasukkan ke dalam air dan kemudian dipercikkan dengan cara dikibas-kibaskan ke sekeliling perahu.

Untuk perahu dengan bobot kurang dan 100 ton, biasanya dipotong seekor kambing. Sedangkan untuk kapal 100 ton keatas, dipotong seekor sapi,setelah dipotong kaki depan kambing atau sapi dipotong bagian lutut kebawah di gantung di anjungan sedangkan kaki belakang di gantung di buritan phinisi .

Maknanya memudahkan saat peluncurannya seperti jalannya binatang secara normal.

Selanjutnya ada upacara Ammossi yaitu upacara pemberian pusat pada pertengahan lunas perahu dan setelah itu perahu ditarik ke laut.

Pemberian pusat ini merupakan istilah yang didasarkan pada kepercayaan bahwa perahu ialah 'anak' punggawa atau Panrita Lopi sehingga dengan demikian berdasarkan kepercayaan maka upacara ammossi merupakan simbol pemotongan tali pusar bayi yang baru lahir.

Seorang pekerja mencat badan perahu Phinisi di depan Benteng Rotterdam, Pantai Losari, Makassar, Minggu (23/8/2015).
Seorang pekerja mencat badan perahu Phinisi di depan Benteng Rotterdam, Pantai Losari, Makassar, Minggu (23/8/2015). (TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR)

Ketika pinisi sudah mengapung di laut, barulah dipasang layar dan dua tiang. Layarnya berjumlah tujuh. Kapal yang diluncurkan biasanya sudah siap dengan awaknya. Peluncuran kapal dilaksanakan pada waktu air pasang dan matahari sedang naik. Punggawa alias kepala tukang, sebagai pelaksana utama upacara tersebut, duduk di sebelah kiri lunas. Doa atau tepatnya mantra pun diucapkan.

Kapal ini terdiri dari dua jenis yaitu Lamba dan Palari.

Perbedaannya terletak pada bentuknya. Palari memiliki bentuk awal pinisi dengan lunas yang melengkung dan ukurannya lebih kecil dari jenis Lamba.

Saat ini phinisi sebagai kapal barang berubah fungsi menjadi kapal pesiar mewah komersial maupun ekspedisi yang dibiayai oleh investor lokal dan luar negeri, dengan interior mewah dan dilengkapi dengan peralatan menyelam, permainan air untuk wisata bahari dan awak yang terlatih dan diperkuat dengan teknik modern. Salah satu contoh kapal pesiar mewah terbaru adalah Silolona berlayar di bawah bendara.

Sumber: Tribun Jambi
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved