Kisah Hashshashin, Pembunuh Terampil Mengerikan yang Sarat Mitos dan Legenda
Dia menceritakan tentang seorang pemimpin misterius, Pak Tua Gunung, yang memimpin sekte prajurit yang tinggal
Penulis: Iwan Satriawan CC | Editor: Iwan Satriawan
Menurut teks yang kami dapat dari Alamut, Hassan-i Sabbah biasa menyebut pengikutnya Asasiyun, yang berarti orang-orang yang taat pada asas, artinya 'dasar' dari keyakinan. Inilah kata, yang disalah artikan oleh para pengelana asing, yang kelihatannya mirip dengan kata "Hashish".
Sejarah
Meskipun menjadi minoritas di dalam minoritas, sekte Ismailiyah, di bawah pimpinan para imamnya, telah berhasil membangun gerakan rahasia bawah tanah yang berkelanjutan terhadap kekhalifahan Abbasiyah.
Mereka bermaksud merealisasikan gagasan-gagasan revolusioner mereka dengan cara membangun negara Shiah pertama, kerajaan Fatimiah, di sepanjang Mediterania dan Levant, dengan ibu kotanya Kairo.
Kerajaan ini bertujuan untuk melakukan terobosan ilmiah dan sosial terhadap masyarakatnya, termasuk kebebasan beragama, dan memang, kelompok Fatimiah berjasa dalam beberapa kemajuan besar pada masa kejayaan Islam.
Pada tahun 1904, ketika Khalifah Fatimiah VIII dan imam kelompok Ismailiyah Maad al-Mustansir Billah sakit di Kairo, Wazirnya yang berpengaruh, Al-Afdal, mengambil alih kekuasaan negara dan menunjuk anak bungsu khalifah, Al- Musta'i (ipar sang wazir) sebagai khalifah, dalam sebuah kudeta di istana.
Nizar, sang pewaris kekuasaan yang sebenarnya, pergi ke Alexandria, di saat dia mendapat dukungan kuat dan lalu memimpin perlawanan,tetapi kemudian dikalahkan dan dibunuh atas perintah saudaranya.
Hal ini menyebabkan perpecahan di kalangan Ismailiyah, dan para pendukung Nizar, yang dijuluki kaum Nizaris, pindah ke timur dan melanjutkan perjuangan mereka di bawah pimpinan mereka si penyeru dari Persia yang kharismatik, Hassan-i Sabbah.
Hassan-i Sabbah sebelumnya dikenal sebagai sebagai penyeru utama, Da'i, di mesin propanganda rahasia kalangan Fatimiah di dalam kekhalihafan Abbasiyah.
Dia lalu memimpin kelompok perlawanan Nizari, dan berhasil mendapatkan dukungan dari mayoritas shiah Fatimiah di Levant, Persia, Iraq, sekelompok pengikut bawah tanah di jantung kekhalifahan Fatimiah, di Mesir, dan di Afrika Utara lainnya.
Meski demikian, dengan memisahkan diri dari kekhalifakan Fatimiah, para pengikut Hassan-i Sabbah menjadi terkucil dan kalah kekuatan di wilayah musuh.
Tidak puas hanya bertahan, sebaliknya teguh untuk membangun suatu negara impian yang baru, Kaum Nizariyya merancang suatu strategi untuk mengendalikan benteng-benteng yang secara strategis penting dengan diam-diam mengislamkan para penduduk di dalam wilayah dan di sekitar benteng-benteng strategis Ismailiyah.
Mereka membangun suatu bentuk baru 'negara di dalam negara' yang mencakup beberapa 'pulau' pemukiman yang dikelilingi tembok di wilayah, sekarang ini, Iran, Irak, Syria dan Libanon.
Awal yang resmi dari Federation of the Assasins adalah tahun 1090 ketika Hassan-i Sabbah mendirikan basis pertamanya di Daylam, di dalam benteng Alamut (sangkar elang dalam bahasa Persia) di selatan laut Kaspia. Alamut tetap menjadi ibu kota dari 'Federasi kaum Assassin', dan tempat bermukim para pemimpinnya, disebut penguasa Alamut, hingga keruntuhannya.
Karena tidak mampu membentuk satuan tentara konvensional, kaum Nizariyya memTaktik: pembunuhan, intimidasi dan intrikbentuk peperangan asimetris yang mengubah tindakan pembunuhan politis menjadi suatu sistem untuk bertahan hidup dan pertahanan terhadap musuh-musuhnya.
Mereka melatih pasukan komando tersamar yang sangat terlatih (ahli dalam bahasa, ilmu pengetahuan, perdagangan dan lain-lain, yang dikenal sebagai Fedayeen, yang secara diam-diam akan menginfiltrasi posisi musuh dan selalu menyamar. Jika warga Nizari menghadapi ancaman pembunuhan atau benteng mereka akan diserang, Fedayeen diaktifkan untuk menghadapi serangan tersebut.