Virus Corona
Penjelasan Lengkap Beda Vaksin Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Moderna Serta Efek Sampingnya
Berbagai jenis vaksin untuk mencegah Covid-19 mulai banyak bermunculan, seperti vaksin Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Moderna
Penulis: Vigestha Repit Dwi Yarda | Editor: Dedy Qurniawan
BANGKAPOS.COM - Saat ini masyarakat mulai menerima vaksin sebagai bentuk pencegahan diri terhadap virus Corona. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) pun telah memperbarui aturan mengenai pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19 demi meningkatkan cakupan dan mempercepat program vaksinasi nasional.
Vaksin ialah zat atau senyawa yang berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Ketika senyawa tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang, vaksin akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi.
Berbagai jenis vaksin untuk mencegah Covid-19 mulai banyak bermunculan, seperti vaksin Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Moderna.
Berikut penjelasan tentang vaksin Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Moderna serta efek samping yang ditimbulkan setelah melakukan vaksin.
Vaksin Sinovac
Vaksin Sinovac adalah vaksin yang digunakan untuk mencegah infeksi COVID-19. Vaksin sudah mendapat izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Vaksin Sinovac dikembangkan oleh Sinovac Biotech Ltd. Vaksin ini sudah melewati uji klinis fase ketiga yang dilakukan di Brazil, Turki, dan Indonesia. Vaksin ini memiliki nilai efikasi sebesar 65,3%.
Penyuntikan vaksin Sinovac akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk mengenali virus yang sudah tidak aktif ini dan memproduksi antibodi untuk melawannya sehingga tidak terjadi infeksi COVID-19.
Pada usia 18-59 tahun, penyuntikan dosis 1 dan 2 vaksin Sinovac memiliki interval 28 hari dengan dosis sebesar 0,5 ml per penyuntikan.
Berdasarkan uji klinis di Bandung, Sinovac menimbulkan efek samping bersifat ringan hingga sedang, mencakup gejala nyeri, indurasi atau iritasi, terjadinya kemerahan atau pembengkakan.
Sementara itu efek sistemik yang ditimbulkan yakni myalgia atau nyeri otot, fatigue atau kelelahan dan demam.
Vaksin AstraZeneca
Vaksin AstraZeneca ialah vaksin yang berasal dari virus hasil rekayasa genetika (viral vector).
Vaksin ini bekerja dengan cara menstimulasi atau memicu tubuh untuk membentuk antibodi yang dapat melawan infeksi virus SARS-Cov-2.
Vaksin AstraZeneca tidak mengandung Covid-19 yang dimatikan.
Namun, vaksin tersebut menggunakan vektor adenovirus simpanse yang berarti mengambil virus yang biasa menginfeksi simpanse, kemudian dimodifikasi secara genetik untuk memicu respons imun (viral vector).
Studi di Lancet mengemukakan, uji klinis tahap ke-3 di Brasil dan Inggris menunjukan efikasi vaksin AstraZeneca sebesar 70,4 persen.
Pendapat lainnya menurut WHO, AstraZeneca 63,09 persen efektif mencegah gejala pada infeksi COVID-19. Untuk efek terbaik, WHO menyebut, interval penyuntikan dosis 1 dan 2 vaksin AstraZeneca adalah 12 minggu atau sekitar 3 bulan
Berdasarkan laporan uji klinis, efek samping yang dapat ditimbulkan setelah melakukan vaksin AstraZeneca ialah nyeri, gatal, dan rasa panas di lokasi bekas suntikan, tidak enak badan, menggigil atau demam, sakit kepala, mual, nyeri sendi atau nyeri otot, nafsu makan menurun, sakit perut, kelenjar getah bening membesar, keringat berlebih, hingga gatal atau muncul ruam.
Vaksin Pfizer
Vaksin Pfizer atau BNT162b2 merupakan vaksin mRNA (messenger RNA) untuk mencegah penyebab penyakit COVID-19. Jenis vaksin ini akan memicu sistem sistem kekebalan tubuh membentuk spike protein, yang nantinya akan membantu tubuh membentuk antibodi yang dapat melawan virus Corona.
Vaksin Pfizer merupakan hasil kerja sama perusahaan bioteknologi Jerman, BioNTech dengan perusahaan farmasi asal Amerika, Pfizer. Vaksin ini mulai dikembangkan sejak tahun 2020.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), uji klinis pada usia 16 tahun ke atas menunjukan bahwa vaksin Pfizer-BioNTech 95 persen efektif mencegah COVID-19.
Sedangkan berdasarkan uji klinis lainnya, vaksin Pfizer disebut efektif memicu respons imun pada usia 12-15 tahun, dengan tingkat kekuatan respons imun setara pada usia 16-25 tahun.
Riset oleh Public Health England (PHE) juga menunjukan, 2 dosis vaksin Pfizer 96 persen efektif mencegah risiko rawat inap pada pasien COVID-19 akibat varian Delta. Mengingat, varian ini disebut menular lebih cepat dan sempat dikhawatirkan mampu 'kabur' dari vaksin.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menyetujui penggunaan Pfizer dalam program vaksinasi untuk anak-anak berusia 12-15 tahun. Hal ini juga sempat disebut oleh Menkes dalam kesempatan sebelumnya.
Efek samping yang dapat ditimbulkan setelah melakukan vaksin ini diantaranya ialah nyeri di tempat suntikan, kelelahan
sakit kepala, nyeri otot, menggigil, nyeri sendi dan demam.
Vaksin Moderna
Vaksin Moderna merupakan vaksin yang dikembangkan dari mRNA yang emerlukan teknologi penyimpanan berbeda yakni pada suhu minus 20 derajat celsius. Untuk menjaga kualitasnya, vaksin Moderna akan diserahkan ke Indonesia bersamaan dengan teknologi penyimpanan dan distribusinya. Vaksin Moderna merupakan vaksin pertama dari platform mRNA yang memperoleh EUA dari Badan POM.
Vaksin ini merupakan bantuan dari Pemerintah Amerika yang disalurkan melalui skema COVAX facility dengan efikasi vaksin COVID-19 masyarakat berusia 65 tahun ke atas mencapai 86,4 persen.
Efek samping yang ditimbulkan setelah melakukan vaksin ini diantaranya ialah kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, kedinginan, mual dan muntah, demam, nyeri, bengkak, pembengkakan kelenjar getah bening ketiak dan kemerahan.
Sementara itu efek samping Vaksin Moderna yang lebih jarang ditemukan moderna juga dilaporkan menyebabkan sejumlah efek samping yang lebih jarang namun harus diwaspadai ialah miokarditis atau radang otot jantung dan perikarditis alias peradangan.
(Bangkapos.com/Vigestha Repit)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/ilustrasi-vaksin-pencegahan-dari-covid-19.jpg)