KPK Tolak Vaksin Berbayar untuk Individu Melalui Kimia Farma, Berisiko Timbulkan Korupsi

KPK menyarankan pemerintah untuk tidak melanjutkan rencana program vaksinasi Covid-19 berbayar atau Gotong Royong melalui Kimia Farma 

Editor: khamelia
Bangkapos.com/Jhoni Kurniawan
ILUSTRASI--Seorang warga yang menerima vaksinasi Covid-19 dalam rangka Hari Bhakti Adhyaksa Ke-61 Kejaksaan Negeri Kabupaten Bangka Selatan di kantor Desa Gadung pada Selasa (13/07/2021). 

BANGKAPOS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyarankan pemerintah untuk tidak melanjutkan rencana program vaksinasi Covid-19 berbayar atau Gotong Royong  untuk individu melalui Kimia Farma. Lembaga antirasuah itu tidak mendukung program tersebut karena berisiko tinggi menimbulkan korupsi.

Hal itu disampaikan oleh Ketua KPK Firli Bahuri dalam rapat koordinasi pelaksanaan Vaksinasi Mandiri dan Vaksinasi Gotong, Senin (12/7) lalu. Rapat itu dihadiri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan; Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin; Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir. Kemudian Jaksa Agung ST Burhanuddin hingga Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Muhammad Yusuf Ateh. ”KPK tidak mendukung pola vaksin GR (Gotong Royong) melalui Kimia Farma karena efektivitasnya rendah sementara tata kelolanya berisiko,” kata Firli dalam keterangan tertulis, Rabu (14/7).

Dalam rapat itu Firli menyampaikan mengenai sejumlah pertimbangan, latar belakang, landasan hukum, potensi fraud, serta saran tindak lanjut.

Ia membahas materi potensi fraud mulai dari proses perencanaan, pengesahan, implementasi, dan evaluasi program.

"Saya menyampaikan materi potensi fraud mulai dari perencanaan, pengesahan, implementasi, dan evaluasi program. Saya tentu tidak memiliki kapasitas untuk membuat keputusan. Tapi saya ingin tidak ada korupsi," ujar jenderal polisi bintang tiga itu.

Firli menyebut ada sejumlah poin yang disampaikannya dalam rapat. Khususnya terkait langkah-langkah strategis menyikapi potensi fraud. Hal itu bila kemudian vaksin mandiri dilaksanakan berbayar ke masyarakat serta vaksinasi selanjutnya.

Terdapat enam catatan terkait saran tindak lanjut yang diberikan KPK. Pertama, KPK memahami permasalahan implementasi vaksinasi saat ini sekaligus mendukung upaya percepatan vaksinasi. Kedua, penjualan vaksin Covid-19 ke individu melalui Kimia Farma berisiko tinggi baik dari sisi medis maupun kontrol vaksin, tingkat efektivitas rendah, dan jangkauan Kimia Farma terbatas. Belum lagi kemungkinan munculnya reseller.

Kemudian, perluasan penggunaan vaksin Gotong Royong ke individu tidak boleh menggunakan vaksin hibah baik bilateral maupun skema Covax. KPK meminta transparansi data alokasi dan penggunaan vaksin Gotong Royong.

Keempat, sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 tahun 2020, Menteri Kesehatan diperintahkan untuk menentukan jumlah, jenis, harga vaksin, serta mekanisme vaksinasi. Kelima, perlu dibangun sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan monitoring pelaksanaan vaksin Gotong Royong secara transparan, akuntabel, dan menghindari praktik fraud.

"Data menjadi kata kunci. Untuk itu Kemenkes harus menyiapkan data calon peserta vaksin GR sebelum dilakukan vaksinasi," katanya.

Atas sejumlah pertimbangan itu, Firli menyebut bahwa KPK tidak mendukung pola vaksinasi Gotong Royong melalui Kimia Farma. Selain itu, KPK juga mendorong transparansi logistik dan distribusi vaksin yang lebih besar.

”Sebelum pelaksanaan vaksin mandiri, Kemenkes harus memiliki data peserta vaksin dengan berbasis data karyawan yang akuntabel dari badan usaha, swasta, instansi, lembaga organisasi pengusaha, atau asosiasi," ujarnya.

Pemerintah sebelumnya membuka vaksin mandiri berbayar dengan nama Vaksinasi Gotong Royong. Harga per dosis dipatok sebesar Rp321 ribu, ditambah biaya layanan Rp117 ribu. Vaksin tersebut dijual di jaringan klinik Kimia Farma. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021.

Rencana vaksinasi berbayar ini dimulai Senin (12/7) lalu, namun ditunda karena muncul berbagai kritik. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengklaim keputusan menggelar vaksinasi berbayar dilakukan setelah pemerintah mendengar banyak masukan dari masyarakat.

Nadia menyebut pihaknya bersama Kementerian BUMN dan Bio Farma tengah menyusun petunjuk teknis untuk pelaksanaan vaksinasi berbayar di jaringan klinik Kimia Farma. (tribun network/ham/dod)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved