Heboh soal Vaksin Covid-19, Ini Sikap yang Diambil Cak Nun : Diatas Semua Itu Kehendak Allah

Heboh soal Vaksin Covid-19, Ini Sikap yang Diambil Cak Nun : Diatas Semua Itu Kehendak Allah

Editor: M Zulkodri
Serambi Indonesia
Cak Nun 

BANGKAPOS.COM---Polemik Vaksinasi virus Corona dan Covid-19 yang dicanangkan pemerintah sempat menjadi polemik pro dan kontra di masyarakat.

Hal ini ternyata mendapat perhatian dari tokoh intelektual muslim Indonesia,  Muhammad Ainun Nadjib atau kerap disapa Cak Nun.

Dirinya memberikan pandangan yang menarik dan berbeda.

Ia mengajak dr Eddot (dr. Eddy Supriyadi, Konsultan Hematologi-Ongkologi Pediatrik) dan tenaga kesehatan untuk menjelaskan soal vaksin covid-19.

Melalui kanal youtubenya CakNun.com, dengan judul Keseimbangan Sikap Terhadap Vaksin Covid-19.

Dia mengatakan dalam program vaksinasi ini dirinya memih mengambil sikap untuk berprasangka baik dan berserah kepada Allah.

"Kalau saya (bersikap) begini, ada yang lebih berkuasa dari kita yaitu Tuhan. Melibatkan Tuhan jangan menunggu negara atau pemerintah. Kalau Anda merasa sangat rawan untuk ikut ya coba menghindar. Tapi tetap tawakal kepada Tuhan," ujar Cak Nun.

Prinsipnya kata Cak Nun, dalam pencegahan Covid-19 jangan sampai hanya tergantung pada vaksin.

Tetap yang utama dan pertama, adalah kedepankan sikap berserah diri kepada Allah. Yakin bahwa satu-satunya yang bisa mencegah dan menyembuhkan virus bukan vaksin, bukan obat.

"Kalau Anda merasa gamang dan miris untuk divaksin, hadirkan saja Tuhan dalam miris Anda. Jangan bergantug kepada vaksin untuk terlindung dari covid-19, melainkan bergantung kepada kehendak Allah. Jadi ketika Anda divaksin, Allah yang bisa menentukan apakah vaksin itu ampuh melindungi atau tidak, itu terserah Allah," katanya.

Ketika menghadapi vaksin, Cak Nun memberikan menyarankan sebuah doa untuk bertawakal.

"Jadi ketika divaksin Anda bilang kepada Allah, ‘Ya Allah saya mohon dengan sangat Engkau menentukan bahwa vaksin ini akan memberikan saya perlindungan. Apapun yang dimasukkan ke dalam tubuh saya ini, saya berserah bahwa Engkau akan memberikan saya perlindungan lewat vaksin ini untuk hidupku dan semua keluargaku," kata Cak Nun. 

Lebih lanjut Cak Nun mengatakan doa lanjutannya cukup dengan membaca surah Al Fatihah dan wirid.

"Cukup dengan Al Fatihah, bisa dengan wirid-wiridan doa yang lain juga bisa. Yang bisa saya sarankan kepada semua teman-teman dan jamaah ya menjaga terus menerus hubungan baik dengan Allah," katanya 

Ia menyatakan dirinya bukanlah pakar ketuhanan. Tapi saya adalah manusia lemah dan ada posisi relatif seperti semua orang.

"Saran saya mau vaksin mau tidak vaksin tetaplah bergantung, korelasi dengan Allah juga harus tetap dijaga," ujarnya. 

Upaya vaksinasi dicontohkan Cak Nun sebagai upaya ikhtiar untuk lepas dari pandemi yang kini tengah dihadapi.

"Ini vaksin ibaratnya ada orang bawa unta ke Masjid Nabawi, terus unta itu dilepas tidak diikat di pohon.

Nabi Muhammad kemudian menegur kamu ikat dulu unta itu baru ditawakalkan atau baru berserah kepada Allah.

Kalau kamu sendiri tidak mencoba mengikat unta itu berarti kamu memperlakukan Allah sebagai buruhmu untuk menjaga unta. Mengikat unta sama dengan upaya vaksinasi, kita ikhtiar dulu, kemudian berserah semua ke Allah," ujarnya.

Apalagi, menurut Cak Nun, para dokter yang menyuntikan vaksin juga memperhitungkan kondisi orang yang akan menerima vaksin.

"Di atas itu semua ada kehendak Allah,"katanya 

"Diterima saja tapi dengan tawakal kepada Tuhan. Pokoknya Allah yang menentukan. Vaksin dan semua produk kedokteran dan kesehatan itu harus bisa dipahami sebagai itikad baik manusia dan tenaga kesehatan kepada kita," katanya. 

"Kalau niatmu menghargai dokter yang dinilai Allah adalah niat baik, itu rumus sederhana antara kita dan Allah. Jadi kalau kamu menolak vaksin dengan menjelek-jelekan vaksin itu sendiri tentu itu hal yang salah. Kita harus punya keseimbangan berpikir dalam menilai semua ini," pungkasnya. 

Siapa Cak Nun?

Dilansir dari wikipedia, Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun adalah seorang tokoh intelektual berkebangsaan Indonesia yang mengusung napas Islami.

Menjelang kejatuhan pemerintahan Soeharto, Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya yang kemudian kalimatnya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora patheken".

Emha juga dikenal sebagai seniman, budayawan, penyair, dan pemikir yang menularkan gagasannya melalui buku-buku yang ditulisnya.

Kehidupan pribadi

Emha merupakan anak keempat dari 15 bersaudara.

Pendidikan formalnya hanya berakhir di semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM).

Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Darussalam Gontor setelah melakukan ‘demo’ melawan pimpinan pondok karena sistem pondok yang kurang baik, pada pertengahan tahun ketiga studinya.

Kemudian ia pindah ke Yogyakarta dan tamat SMA Muhammadiyah I. Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi.

Sabrang Mowo Damar Panuluh adalah salah satu putranya yang kini tergabung dalam grup band Letto.

Lima tahun ia hidup menggelandang di Malioboro, Yogyakarta antara 1970–1975, belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha.

Masa-masa itu, proses kreatifnya dijalani juga bersama Ebiet G Ade (penyanyi), Eko Tunas (cerpenis/penyair), dan EH. Kartanegara (penulis).

Selain itu ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).

Emha juga pernah terlibat dalam produksi film Rayya, Cahaya di Atas Cahaya (2011), skenario film ditulis bersama Viva Westi.

Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensi rakyat.

Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang Bulan, ia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10 sampai15 kali per bulan bersama Gamelan Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40 sampai 50 acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung.

Kajian-kajian islami yang diselenggarakan oleh Cak Nun antara lain:

Jamaah Maiyah Kenduri Cinta sejak tahun 1990-an yang dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki.

Kenduri Cinta adalah salah satu forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender, yang diadakan di Jakarta setiap satu bulan sekali.

Penghargaan

Bulan Maret 2011, Emha memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, penghargaan diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa si penerima memiliki jasa besar di bidang kebudayaan yang telah mampu melestarikan kebudayaan daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

Biodata:

Nama: Emha Ainun Nadjib

Nama Lahir: Muhammad Ainun Nadjib

Lahir:Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 27 Mei 1953

Kebangsaan: Indonesia

Nama lain: Cak Nun

Dikenal atas: Tokoh intelektual Islam

Istri:

Neneng Suryaningsih (cerai 1985)

Novia Kolopaking (1997 – sekarang)

Anak:

Sabrang Mowo Damar Panuluh

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Hadirkan Allah di Jarum Vaksin, Cak Nun Ajarkan Ikhtiar, Doa dan Wirid Ikhlas Berserah Diri, .

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved