Ini Alasan Baju Hazmat Tak Lagi Dipakai Nakes Saat Rawat Pasien Covid-19, Bukan Penyakit Ebola

Saat ini, dokter dan perawat cukup menggunakan gown atau gaun lengan panjang saat merawat pasien Corona.

Editor: Alza Munzi
AFP/DIBYANGSHU SARKAR
Ilustrasi. Pekerja kota yang mengenakan pakaian hazmat berjalan di daerah residensial untuk survei kesehatan dari pintu ke pintu rumah warga, selama penguncian nasional yang diberlakukan pemerintah sebagai tindakan pencegahan terhadap coronavirus COVID-19, di Kolkata. India. Rabu (29/4/2020). 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Sesuai aturan dari Kementerian Kesehatan, penggunaan alat pelindung diri (APD) berupa baju hazmat tak lagi digunakan saat merawat pasien di rumah sakit.

Baju putih layaknya astronot itu biasa menghiasi keadaan selama pandemi Corona baik saat menjemput orang terpapar Covid-19 atau ketika pemakaman.

Baca juga: Vanessa Angel Lupa Matikan HP Saat Live IG Saat Diajak ke Kamar, Adegan Mesra dan Tisu Jadi Sorotan

Saat ini, dokter dan perawat cukup menggunakan gown atau gaun lengan panjang saat merawat pasien Corona.

Pasalnya baju hazmat digunakan untuk berhadapan dengan orang penyakit Ebola, yang lebih cepat menular.

Baca juga: Syarat Penerbangan Terbaru: Naik Pesawat Mulai 10 Agustus 2021 Bisa Pakai Tes Antigen, Syaratnya Ini

Kepala Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah Sakit Bakti Timah (RSBT) Kota Pangkalpinang Betty Varia Kommala Sary menyebut, sebetulnya sudah sejak bulan Maret 2021 lalu pihaknya tak lagi menggunakan baju hazmat.

APD yang digunakan saat ini sudah berganti menjadi gown (gaun), baju lengan panjang hingga lutut itu sebetulnya secara fungsi sama dengan hazamat.

Kata Betty, RSBT menerapkan penggunaan gown untuk penanganan covid-19 itu berdasarkan pedoman Kementerian Kesehatan RI.

"Berdasarkan pedoman Kemenkes RI untuk penanganan covid-19 ini cukup menggunakan gown karena kalau hazmat itu untuk penanganan ebola yang lebih cepat penularannya.

Tapi hazmat tetap kami sediakan untuk tindakan khusus. Kita berdasarkan acuan yang ada di WHO bukan kita asal membuat," ujar Betty saat ditemui Bangkapos.com di RSBT, Selasa (10/8/2021).

Menurutnya, penularan covid-19 bisa melalui saluran pernapasan, baik droplet ataupun kontak.

Dengan demikian daerah itu saja yang perlu dilindungi.

"Makanya lindungi bagian hidung dan mulut, serta mata. Dan yang harus kencang sekali dilindungi itu daerah wajah itu, kita tetap kencang sekali dengan daerah yang perlu dilindungi, yaitu pintu masuk dan keluarnya virus itu," bebernya.

Betty menegaskan, untuk daerah pintu masuk penyebaran virus pihak rumah sakit tetap selalu mengencangkan prosedurnya, seperti para dokter dan perawat wajib menggunakan masker N95 yang ketat, kacamata, penutup kepala sekaligus faceshild.

"Jadi bukan berarti virus itu nembus kulit baju seperti itu bukan, tetapi dia melalui pintu saluran pernapasan berarti yang harus kenceng ditutup itu daerah hidung dan mulut dan lakukan kebersihan tangan.

Itu yang paling penting, jadi bukan masalah gown atau hazmatnya tetapi perlindungan dilakukan pada pintu masuk yakni saluran pernapasan," jelasnya.

"Intinya itu yang harus kita perhatikan bukan sibuk dengan hazmatnya, kan bukan melalui kulit atau yang lain tapi virus masuk melalui saluran pernapasan," tegasnya.

Hal yang sama juga disebutkan, Direktur RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang, dr Muhamad Fauzan, kata Fauzan sudah sejak awal tahun kemarin RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang tak lagi menggunakan hazmat.

"Tenaga kesehatan (Nakes) kita juga tidak masalah dengan penggunaan APD level 2 itu.

Alhamdulillah sampai saat ini tidak ada penularan dari pasien kepada petugas karena menggunakan baju itu, kalau nakes yang kena itu dari klaster keluarga," sebut Fauzan.

Fauzan juga mengakui, dengan penggunaan gown dapat lebih mempermudah nakes dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pasien.

"Memang secara psikologis orang ketika melihat saat baju hazmat itu dikenakan jadi takut, nah kita juga mengurangi tingkat kecemasan itu, dan juga mempermudah aktivitas nakes selain memang sudah prosedurnya seperti itu ya.

Dengan itu jadi lebih leluasa bergerak, pasien nyaman kita layani dengan baik," bebernya.

Prosedur Penggunaan APD Level 2

Kepala Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang dr Masagus M Hakim menyebut, pemakaian baju hazmat memang sudah tidak lagi dianjurkan.

"Karena sebetulnya kita sudah tau penularan covid-19 itu dari  droplet atau percikan air liur jadi kita cukup jaga jarak dan APD level 2 saja sudah cukup.

Jadi cukup masker bedah, sarung tangan, penutup kepala, dan baju gown saja sudah cukup, intinya melindungi pintu kluar masuk penularan itu," ujar Hakim kepada Bangkapos.com, Selasa (10/8/2021).

Kata Hakim, yang terpenting Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) diterapkan dengan benar oleh setiap rumah sakit dan layanan kesehatan lainnya.

Diakui Hakim, baju hazmat tidak lagi digunakan juga menghindari rasa kecemasan yang berlebihan oleh pasien yang dirawat.

"Memang kalau kita petugas kesehatan pakai baju hazmat seperti itu bikin pasien takut, secara sikologis sepertinya orang ini tidak bersahabat dengan pasien, tidak ingin merawat dengan baik, jadi lebih baik kami mengikuti anjuran WHO APD-nya cukup level 2 saja yang penting jaga jarak dan mematuhi protokol," jelasnya.

Adapun tingkatan penggunaan APD sendiri terbagi tiga, APD tingkat perlindungan ketiga diperuntukkan di ruang prosedur dan tindakan operasi pada pasien dengan kecurigaan atau sudah terkonfirmasi Covid-19.

Kata Hakim, pada APD tingkatan ketiga bagi dokter dan perawat, mereka diharuskan menggunakan masker N95 atau ekuivalen, gaun khusus, sepatu bot, pelindung mata atau face shield, sarung tangan bedah karet steril dan sekali pakai, penutup kepala, dan apron.

Kemudian APD tingkatan perlindungan kedua atau level 2 digunakan oleh dokter, perawat, laboran, radiografer, farmasi, dan petugas kebersihan ruang pasien Covid-9. APD pada tingkatan ini digunakan saat tenaga medis, dokter dan perawat, di ruang poliklinik, pemeriksaan pasien dengan gejala infeksi pernafasan.

"APD berupa masker bedah tiga lapis, gaun, sarung tangan karet sekali pakai dan pelindung mata. Ini yang saat ini sedang kita gunakan," sebutnya.

Lalu, APD tingkatan perlindungan pertama merupakan APD yang digunakan pada lokasi atau kondisi yang relatif kurang berisiko. Jenis APD termasuk kategori ini yaitu berbagai jenis masker, sarung tangan kerja maupun berbahan karet sekali pakai, serta gaun.

"Salah satu petugas yang diwajibkan memakai APD ini yaitu sopir ambulans.

Mereka diwajibkan menggunakan masker bedah tiga lapis, sarung tangan karet sekali pakai dan gaun saat menaikkan dan menurunkan pasien suspect Covid-19," jelas Hakim.

(Bangkapos.com/Andini Dwi Hasanah)

Sumber: bangkapos.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved