Timor Leste Mati-matian Ogah Pakai Bahasa Indonesia, Tapi Cuma 10% Rakyatnya Pakai Bahasa Portugis
Sejak berdaulat penuh pada 20 Mei 2002, Timor Leste menjadikan Tetum dan Portugis sebagai bahasa resmi.
BANGKAPOS.COM - Rakyat Timor Leste tidak dianjurkan untuk berbahasa Indonesia.
Terutama setelah wilayah itu lepas dari Indonesia.
Sejak berdaulat penuh pada 20 Mei 2002, Timor Leste menjadikan Tetum dan Portugis sebagai bahasa resmi.
Hanya saja, bahasa Indonesia masih ada di tengah-tengah warga Timor Leste.
Sementara Tetum, dianggap sebagai bahasa yang sulit berkembang dan miskin kosakata.
Terdapat total 16 bahasa asli, yaitu Tetum, Galole, Mambae dan Kemak yang paling utama dipakai, melansir Facts and Details.
Menurut CIA World Factbook, Tetum menjadi bahasa yang digunakan paling luas di Timor Leste.
Berdasarkan sensus 2004, 85 persen warga mengklaim kemampuan berbicara bahasa Tetum, 58% bahasa Indonesia, dan 21% bahasa Inggris.
Tetum sendiri dianggap sebagai bahasa yang tidak berkembang.
Akhirnya, seluruh bisnis resmi negara menggunakan bahasa Portugis, diwartakan New York Times.
Kira-kira 13,5% warga Timor Leste berbicara Portugis, 43,3% berbicara Bahasa Indonesia, dan 5,8% berbicara Inggris.
Baca juga: Bukan 19 Detik, Ini Video Gisel 12 Detik Bergoyang
Meski digunakan secara luas, tetapi hanya 46,2% berbicara Tetum Prasa, bentuk Tetum yang dominan di distrik Dili.
Baca juga: Ngotot Lepas dari Indonesia, Timor Leste Malah Kewalahan Jika Indonesia Hentikan Pasokan Ini
Tetum, Galoli, Mambai dan Tokodede termasuk ke dalam bahasa Austronesian.
Baca juga: Punya KTP Dengan Ciri-ciri Seperti Ini Dapat 5 Bantuan dari Pemerintah, Begini Cara Mengeceknya
Sedangkan Bunak, Kemak, Massai, Dagada, Idate, Kairui, Nidiki dan Baikenu adalah lidah non-Austronesian.
Lewat konstitusi negara, keragaman bahasa ini diabadikan demi mencegah kerumitan bahasa.
Pada akhirnya, Tetum sendiri menjadi tidak berguna di luar Timor Leste.
Meski banyak dipahami oleh hampir seluruh warga Timor Leste dan menjadi bahasa perdagangan, namun kosa katanya sangat terbatas.
Bahkan, tidak dimengerti oleh mereka yang tinggal di luar pulau itu.
Sementara itu, bahasa Portugis hanya dipakai oleh 10% warga Timor Leste.
Namun, bahasa ini lebih diperkenalkan lagi dalam pemerintahan, pengadilan, dan sekolah.
Tetum adalah Lingua franca (bahasa asli) dan bahasa nasional Timor Leste, yang merupakan bahasa Melayu-Polinesia yang dipengaruhi oleh bahasa Portugis, memiliki status sama sebagai bahasa resmi.
Fataluku, bahasa Papua yang banyak digunakan di bagian timur negara (sering kali lebih banyak daripada bahasa Tetum) memiliki pengakuan resmi di bawah konstitusi.
Seperti halnya bahasa asli lainnya, termasuk: Bekais, Bunak, Dawan, Fataluku, Galoli, Habun, Idalaka, Kawaimina, Kemak, Lovaia, Makalero, Makasai, Mambai, Tokodede dan Wetarese.
Tetum telah menjadi bahasa asli Timor Leste sejak paruh kedua abad ke-19.
Bahkan, menjadi bahasa sehari-hari di gereja.
Pada saat Timor Leste di bawah kekuasaan Portugis, semua pendidikan dilakukan melalui media Portugis, meski bersama dengan bahasa Tetum dan bahasa lainnya.
Secara khusus, Portugis mempengaruhi dialek Tetum yang diucapkan di ibu kota, Dili yang dikenal sebagai Tetun Prasa.
Dialek ini merupakan lawan dari versi yang lebih tradisional berbicara di daerah pedesaan, yang dikenal sebagai Tetun Terik.
Tetun Prasa adalah versi yang lebih banyak digunakan.
Bahkan, sekarang diajarkan di sekolah-sekolah.
Meskipun tidak lagi menjadi bahasa resmi, Bahasa Indonesia, bersamaan dengan bahasa Inggris, memiliki status ‘bahasa kerja’ di bawah Konstitusi.
Bahasa Indonesia juga masih digunakan secara luas.
Apalagi, di antara pemuda yang dididik sepenuhnya di bawah sistem Indonesia, yang penggunaan bahasa Portugis atau Tetum malah dilarang.
Bagi banyak orang Timor-Leste yang lebih tua, bahasa Indonesia memiliki konotasi negatif dengan rezim Suharto.
Namun, banyak orang muda telah menyatakan kecurigaan atau permusuhan terhadap penggunaan kembali bahasa Portugis.
Mereka melihat sebagai 'bahasa kolonial' dengan cara yang sama seperti orang Indonesia melihat bahasa Belanda.
Sementara itu, budaya dan bahasa Belanda memiliki pengaruh yang kecil terhadap budaya Indonesia, budaya Timor Timur dan Portugis menjadi saling terkait.
Terutama melalui perkawinan silang, seperti halnya bahasa.
Pemuda Timor Leste juga merasa dirugikan dengan penggunaan bahasa Portugis.
Mereka menuduh, para pemimpin negara itu menyukai orang-orang yang baru saja kembali dari luar negeri.
Artikel ini telah tayang di suar.grid.id