PENTING! Ini Fasilitas Rawat Inap Kelas Standar BPJS Kesehatan Pengganti Kelas 1, 2, 3 yang Dihapus

Perbedaan kelas rawat inap yang selama ini berlaku akan dihapus dan diubah menjadi satu yakni kelas standar BPJS Kesehatan.

Editor: Dedy Qurniawan
KOMPAS.com/DEAN PAHREVI
Ilustrasi kelas rawat inap BPJS Kesehatan 

BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Rawat inap kelas standar BPJS Kesehatan bakal berlaku mengganti kelas 1, 2, dan 3 yang dihapus.

Ya, perbedaan kelas rawat inap yang selama ini berlaku akan dihapus dan diubah menjadi satu yakni kelas standar BPJS Kesehatan.

Dengan adanya kebijakan ini,  kelas untuk tempat perawatan pasien peserta BPJS Kesehatan nantinya tidak lagi terbagi dalam 3 kelas, tapi akan menjadi kelas standar untuk 2 kategori peserta.

Dua peserta BPJS Kesehatan tersebut adalah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non PBI.

Tahun 2022 ini perubahan penerapan kelas perawatan ini baru akan diujicoba di beberapa rumah sakit yang sudah memenuhi standar.

Kebijakan ini akan mulai diimplementasikan secara bertahap pada 2023 dan akan diterapkan diseluruh rumah sakit pemerintah maupun swasta pada 2024 mendatang.

Baca juga: Tante Ernie Posting Gaya dari Belakang, Ungkap Selalu Tak Puas Jika Main di Lokasi Ini

Baca juga: Ingat Janda Cantik yang Menikahi Pria Buruk Rupa Nasib Pernikahan Setelah Setahun, Banjir Hujatan

Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak akan menghapus rujukan kelas rumah sakit.

Melainkan, hanya ingin menyederhanakan sistem rujukan berjenjang.

Sehingga, kelas rawat inap 1,2 dan 3 akan disederhanakan menjadi kelas tunggal atau dikenal dengan istilah Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Informasi tersebut dikonfirmasi oleh Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri melalui keterangan tertulisnya kepada Tribunnews.com, Jumat (28/1/2022).

"Yang dihapus bukan rujukan kelas rumah sakit."

"Yang benar adalah penghapusan kelas rawat inap 1,2,3 menjadi kelas tunggal yang terstandarisasi berdasarkan 12 kriteria," jelas Asih Eka.

Sejalan dengan itu, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyebut pihaknya akan melakukan uji coba penggunaan kelas rawat inap standar (KRIS) bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan, tahun 2022.

Ini, kata Ali Ghufron, dilakukan agar mutu dan proses layanan BPJS Kesehatan terjaga baik meski diterapkan kelas standar.

"Dalam proses penyusunan harus memperhatikan paling utama kepentingan dari peserta. Jangan sampai standardisasi menurunkan mutu dan proses-proses di BPJS Kesehatan."

"Rujukan berjenjang itu harus kita perbaiki jangan sampai terlalu banyak itu bisa kita kurangi sehingga pasien lebih enak begitu," kata Ali Ghufron dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, Selasa (25/1/2022).

Kendati demikian, Skema rujukan pasien BPJS Kesehatan pada penerapan kelas standar masih dalam pembahasan.

"Kalau tidak pakai rujukan jelas jebol. (Seperti) di Inggris dan Australia seperti itu, itu yang istilahnya ekonominya cukup lumayan dan penduduk jauh lebih kecil dari kita," lanjut Ali Ghufron.

Baca juga: Ternyata Tidak Berdosa Mencintai Istri atau Suami Orang Lain, Asal Tidak Lakukan Ini

Baca juga: Pengantin Pria Sampai Menangis Terkencing-kencing Tamu Tak Berdaya hingga Polisi Turun Tangan

Fasilitas Kelas Standar BPJS Kesehatan

Jumat (24/9/2021) silam, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengatakan, penerapan kelas standar BPJS Kesehatan yang akan diterapkan ini bertujuan untuk menjalankan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas di Program JKN.

“Nanti segmentasi peserta otomatis berubah, tidak ada lagi kategori peserta kelas 1,2, dan 3,” katanya.

Menurutnya, hal ini sesuai dengan amanah Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 23 (4) yang mengatakan bahwa jika peserta membutuhkan rawat inap di Rumah Sakit maka diberikan berdasarkan “kelas standar”.

"Rawat jalan seperti biasa, disini yang dibahas terkait kelas rawat inap," ujarnya.

Pelayanan rawat inap kelas standar ini akan dilakukan bertahap mulai 2022 dan selambatnya dilakukan pada 1 Januari 2023.

Hal tersebut sebagaimana ketentuan pada PP 47 Tahun 2021 dan Perpres 64 Tahun 2020 Pasal 54 B.

Kendati demikian, pihaknya belum dapat memastikan waktu pasti terkait penerapan kelas standar pada pelayanan rawat inap di pelayanan BPJS ini.

“Belum ditentukan. Tapi sepertinya belum memungkinkan jika dilaksanakan pada Januari 2022,” kata dia.

Setiap rumah sakit harus memenuhi persyaratan terkait ruang rawat inap pasien peserta BPJS Kesehatan.

Hal sama berlaku jika Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah diberlakukan secara menyeluruh di rumah sakit.

Pemberlakuan KRIS JKN secara menyeluruh ditargetkan berjalan pada 2024 mendatang.

Tahun 2022 ini penerapan KRIS JKN untuk pasien rawat inap peserta BPJS Kesehatan masih dalam tahap persiapan dan uji coba.

Tahun 2023, KRIS JKN sebagai pengganti sistem perawatan kelas 1, 2 dan 3 mulai diimplementasikan secara bertahap di rumah sakit.

Pada 2024 seluruh rumah sakit pemerintah maupun swasta di Indonesia ditargetkan sudah menerapkan KRIS JKN.

Saat ini pemerintah bersama Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan BPJS Kesehatan masih terus mempersiapkan segala hal terkait rencana pemberlakuan KRIS JKN.

Satu di antara persiapan yang tengah dilakukan adalah persiapan ruangan rawat inap pasien.

Ada 12 kriteria ruang tempat perawatan pasien peserta BPJS Kesehatan dalam penerapan KRIS JKN. 

Adapun kriteria tersebut yakni:

- Bahan bangunan di rumah sakit tidak memiliki porositas yang tinggi

- Ventilasi udara

- Pencahayaan ruangan

- Kelengkapan Tempat Tidur (TT)

- Tersedia nakes 1 buah per TT

- Dapat mempertahankan dengan stabil suhu ruangan 20-26 derajat celsius

- Ruangan terbagi jenis kelamin, usia, jenis penyakit

- Kepadatan ruang rawat dan kualitas

- Tirai atau Partisi rel dibenamkan atau menempel plafon bahan tidak berpori

- Kamar mandi di dalam ruangan inap

- Kamar mandi sesuai standar aksesbilitas

- Outlet oksigen.

Baca juga: Posisi Hubungan Intim Ini Paling Disukai Wanita dan Bikin Lemas Pria, Begini Penjelasan dr Boyke

Baca juga: Bodi Idamanya Bikin Resah Lelaki, Anya Geraldine Pamer Perut Rata Saat Pakai Tank Top

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Iene Muliati memaparkan dalam Raker bersama Komisi IX bahwa, untuk pelaksanaan kebijakan KRIS JKN di tahun 2022 diantaranya, penyiapan peraturan pelaksana dan uji publik. Kemudian harmonisasi revisi peraturan pelaksana.

"Kami dengan Kemenkes dan BPJS mulai melakukan pemetaan dan melakukan rencana uji coba KRIS JKN. Rencana kami akan lihat dari data BPJS dan Kemenkes dari hasil self assessment apakah nanti dari provinsi atau berdasar mana RS yang sudah siap," jelas Iene Muliati dikutip dari Kontan.co.id pada Kamis (27/1/2022).

Selanjutnya, penyiapan infrastruktur rumah sakit, sosialisasi edukasi dan advokasi akan dilakukan DJSN dalam bentuk konsultasi publik maupun dalam bentuk media sosialisasi lainnya serta monitoring dan evaluasi.

"Di tahun 2022 akan mulai diimplementasikan secara bertahap di rumah sakit vertikal," imbuhnya.

Tahun 2023 implementasi KRIS JKN secara bertahap akan dimulai untuk RSUD dan rumah sakit swasta.

Iene menyebut bahwa dari hasil konsultasi publik dengan anggota faskes, mayoritas menyampaikan bahwa mereka memerlukan waktu sekitar 6 bulan untuk persiapan implementasi KRIS.

Sosialisasi dan edukasi serta monitoring dan evaluasi terpadu akan terus dilakukan.

"Nantinya dari monev ini akan melihat apakah penahapan yang dicanangkan sesuai apa masih perlu perlu perbaikan, disesuaikan kembali dengan kondisi di daerah dan juga di lapangan," imbuh Iene.

Pada 2024 nanti DJSN berharap implementasi KRIS sudah dilaksanakan di seluruh rumah sakit dengan tetap dilakukan monitoring dan evaluasi terpadu secara berkala pada penerapannya.

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengatakan bahwa mulai tahun 2022 ini akan diimplementasikan kelas rawat inap standar (KRIS) jaminan kesehatan nasional (JKN) secara bertahap di rumah sakit vertikal.

Koordinator Advokasi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Watch Timboel Siregar menuturkan, penetapan KRIS harus disertai dengan kenaikan biaya INA CBGS.

Selama ini Timboel menilai Kementerian Kesehatan belum mematuhi Pasal 24 ayat (1) UU SJSN dan Pasal 11 huruf (d) UU BPJS yang mengamanatkan tarif besarnya pembayaran ke faskes seperti INA CBGS berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi faskes di wilayah.

Kemudian dalam masa pandemi Covid-19 ini RS masih fokus menangani pasien Covid-19 sehingga amanat Pasal 54B bahwa uji coba KRIS sampai 31 Desember 2022 akan sulit dipenuhi oleh RS Swasta untuk memenuhi persyaratan KRIS tersebut.

"Tentunya Pemerintah harus bijak juga menentukan batas masa uji coba ini. Saya usul agar ditunda masa uji coba ini sampai 2025," kata Timboel, Kamis (27/1/2022).

Dilansir dari Kompas.com, pemerintah berencana memberlakukan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan.

Dengan diberlakukan KRIS, nantinya kelas rawat inap menjadi tunggal tidak terbagi menjadi kelas 1, 2, dan 3 seperti yang selama ini berlaku.

Diterapkan Penuh Tahun 2024

Sebelumnya, kelas standar bagi peserta JKN BPJS Kesehatan bakal mulai diterapkan secara penuh di seluruh rumah sakit di Indonesia pada tahun 2024 mendatang.

Sementara, untuk awal tahun 2022, penerapan KRIS JKN masuk dalam tahap mempersiapkan dan akan mulai melakukan uji coba KRIS JKN bersama dengan Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan.

Adapun pada tahun 2023, KRIS JKN bakal mulai diterapkan di rumah sakit umum daerah (RSUD) dan rumah sakit swasta.

Baca juga: Baterainya 5000 mAh, Inilah Samsung Galaxy A53 5G Berikut Spesifikasi dan Harganya

Baca juga: Ini Tipe Cowok yang Disukai Nabila Maharani, Balasan Tri Suaka Singgung Soal Bau Bawang

Bantah Adanya Penghapusan

Mengutip Kompas.com, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf bantah adanya penghapusan kelas-kelas rawat inap yang akan diterapkan secara bertahap mulai 2022.

Iqbal menjelaskan kelas-kelas rawat inap di rumah sakit untuk peserta BPJS Kesehatan masih tetap ada.

Hal tersebut disampaikan oleh Iqbal.

"Pelayanan masih seperti sedia kala. Belum ada yang berubah," kata Iqbal, Senin (13/12/2021).

Hanya saja, kata Iqbal, ada perbedaan fasilitas medis bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) ataupun non-PBI.

Hal ini diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Menghindari Defisit

Dilansir Tribunnews.com, pemerintah melalui Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin akan melakukan monitoring layanan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit.

Juga tentunya untuk menghindari adanya potensi fraud atau kecurangan.

"Kita akan secara tahunan melakukan pengendalian dan monitoring terhadap layanan yang ekstensif dan berpotensi fraud."

"Hal ini bertujuan agar bisa melakukan efisiensi sehingga dananya kita bisa alokasikan untuk hal-hal lain dan mencegah BPJS untuk menjadi defisit," ucap Budi, Selasa (25/1/2022).

Seperti halnya dapat dialihkan ke puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

"Sebagian ada yang dapat dilakukan di FKTP dikarenakan fungsinya Puskesmas kan sebenarnya adalah untuk skrining dan tindakan-tindakan yang sifatnya lebih preventif dan promotif."

"Hal ini dilakukan agar dana dari BPJS bisa kita alokasikan untuk benar-benar yang membutuhkan layanan BPJS," jelas Budi.

2 Kelompok Peserta BPJS Kesehatan

Adapun kelompok kepesertaan BPJS Kesehatan terbagi menjadi penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI JK) dan bukan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan.

Melansir laman resmi JKN Kemenkes, PBI JK adalah peserta BPJS Kesehatan yang dikelompokkan menjadi fakir miskin dan orang tidak mampu. Berikut penjelasannya:

1. Fakir miskin

Orang yang sama sekali tidak punya sumber mata pencaharian, atau mempunyai sumber mata pencaharian, tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

2. Orang tidak mampu

Orang yang mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah, namun hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak, atau tidak mampu membayar iuran jaminan kesehatan bagi dirinya dan keluarganya.

Sementara itu, kelompok bukan PBI jaminan kesehatan adalah peserta BPJS Kesehatan yang dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:

1. Pekerja Penerima Upah (PPU) dan anggota keluarganya, mencakup:

a. PNS
b. Anggota TNI/Polri
c. Pejabat negara
d. Pegawai pemerintah non pegawai negeri
e. Pegawai swasta
f. Pekerja di luar poin a-e yang menerima upah

2. Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan anggota keluarganya, mencakup:

a. Pekerja di luar hubungan kerja
b. Pekerja mandiri

3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya, mencakup:

a. Investor
b. Pemberi kerja
c. Penerima pension
d. Veteran
e. Perintis kemerdekaan
f. Bukan pekerja di luar poin a-e yang mampu membayar iuran

Adapun iuran bagi peserta PBI JK dibayar oleh pemerintah. Sementara iuran bagi peserta bukan PBI dibayarkan pemberi kerja sesuai ketentuan, atau dibayarkan peserta sesuai besaran pada masing-masing kelas BPJS Kesehatan yang dipilih.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Rina Ayu)(Kompas.com/Ade Miranti Karunia/Kompas TV)

Sumber: bangkapos.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved