Militer dan Kepolisian

Gajinya Capai Miliaran, Inilah Tentara Bayaran yang Beroperasi di Berbagai Perang, Satu dari Rusia

Keterlibatan tentara bayaran dalam kubu Rusia maupun Ukraina, santer dibicarakan dalam perang antara Rusia dan Ukraina

Penulis: Iwan Satriawan CC | Editor: Iwan Satriawan
YouTube
Private Military Contractor (PMC) 

BANGKAPOS.COM-Baru-baru ini, sebanyak 180 tentara bayaran asing dikabarkan tewas, saat rudal Rusia hancurkan pangkalaan militer Ukraina.

Disebutkan, militer Ukraina dan tentara bayaran tak mampu membendung serangan udara Rusia di perbatasan Polandia.

Diperkirakan sebanyak 30 rudal Rusia menghantam pangkalan besar milik Ukraina di dekat perbatasan dengan anggota NATO, Polandia pada Minggu (13/3/2022).

Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan, bahwa serangan udara itu telah menghancurkan sejumlah besar senjata yang dipasok oleh negara-negara asing yang disimpan di fasilitas pelatihan yang luas itu, dan telah menewaskan hingga 180 tentara bayaran asing.

Juru Bicara Kementerian Pertahanan Rusia Igor Konashenkov mengatakan Rusia telah menggunakan senjata jarak jauh berpresisi tinggi untuk menyerang Yavoriv dan fasilitas terpisah di Desa Starichi.

"Akibat serangan itu, hingga 180 tentara bayaran asing dan sejumlah besar senjata asing dihancurkan," kata Konashenkov, dikutip dari Reuters.

ilustrasi tentara bayaran.
ilustrasi tentara bayaran. (The Moscow Times)

Keterlibatan tentara bayaran dalam kubu Rusia maupun Ukraina, santer dibicarakan dalam perang antara Rusia dan Ukraina.

Harus diakui, di tengah konflik seperti ini, kehadiran tentara bayaran tentu sangat dibutuhkan.

Pasalnya, tentara bayaran dianggap lebih terlatih dan profesional.

Bahkan mereka datang ke kawasan paling panas di dunia saat ini.

Seperti di medan perang Irak, Afghanistan, dan Suriah.

Saat perang Irak, jauh sebelum AS menyerang negara kaya minyak ini, persiapan untuk melakukan penyerbuan besar-besaran itu tak hanya bertumpu pada arsenal tempur saja.

Tapi juga apa yang harus dilakukan setelah Irak berhasil dikuasai.

Menguasai negara lewat perang besar pasti menyisakan infrastruktur yang porak-poranda dan butuh waktu lama untuk merenovasinya.

Guna mengatasi kerusakan pasca perang dan membangun lagi semua fasilitas vital di Irak yang sangat berguna bagi kepentingan AS, negara adidaya itu ternyata telah siap.

Sarana yang akan dibangun lagi dengan cara-cara AS itu antara lain, bandara, sumur minyak, industri, sistem keamanan, sistem hukum, sistem politik dan lainnya.

Sebelum meluncurkan peluru pertama untuk menggebuk Irak, pemerintah AS ternyata sudah menggandeng sejumlah lembaga yang akan berperan pasca perang.

Lembaga yang dirangkul mencakup perusahaan yang bergerak di bidang perbaikan kilang-kilang minyak, rekonstruksi sistem jalan raya, jembatan, sekolah-sekolah, rumah sakit, dan lainnya.

Tiga perusahaan yang juga menyediakan jasa keamanan yang dipercaya oleh pemerintah AS untuk dikirim ke Irak adalah Halliburton, Blackwater, dan DynCorp.

Dari segi pendapatan ketiganya mendapat penghasilan yang sangat besar.

Nilai kontrak Halliburton dalam setahun bisa mencapai 12,5 milliar dollar AS dan sejumlah tugasnya adalah memadamkan sumur minyak, rekonstruksi, kilang minyak serta mendukung angkatan bersenjata AS yang sedang bertugas di Irak dan Kuwait.

DynCorp yang mengirimkan lebih 1.000 personel untuk menangani masalah keamanan, teknologi komputer, penasihat militer Irak, dan mendukung proses perdamaian di Irak mendapat bayaran 226,865 milliar dollar setahun.

Sedangkan Blackwater kendati penghasilannya tak sebesar DynCorp dan Halliburton, nilai dollar yang diperoleh tetap sangat besar.

Personel yang dikirim ke Irak juga berbeda karena Blackwater hanya mengkhususkan diri untuk para veteran perang dan bertugas secara khusus.

Misalnya melakukan pengawalan VIP, melatih pasukan antiteror Irak, serta tugas yang cenderung menghadapi aksi perlawanan bersenjata.

Oleh karena itu, korban yang jatuh saat bertugas umumnya dimulai dari tenaga kerja Blackwater.

Misalnya saja, dalam sebuah serangan yang merontokkan helikopter tempur AS di Fallujah empat personel yang tewas merupakan anggota Blackwater.

Di kawasan Najaf markas Blackwater pernah digempur ratusan militan Irak dan mereka harus bertahan mati-matian sebelum pasukan koalisi tiba.

Sejumlah anggota Blackwater dan serdadu koalisi tewas karena mereka digempur dengan ratusan peluncur granat.

Tak hanya AS saja yang mengerahkan perusahaan-perusahaan yang menyediakan para tentara bayaran.

Inggris yang merupakan sekutu utama AS pun tak mau ketinggalan dan melibatkan perusahaan penyedia tentara bayaran, Control Risks serta ArmorGroup.

Tentara bayaran profesional yang dikirimkan oleh perusahaan kelas wahid itu berasal dari satuan-satuan elit yang sudah sangat terkenal dan personelnya berasal dari berbagai negara.

Umumnya baik perusahaan penyedia tentara bayaran dari AS maupun Inggris sama-sama menyediakan tenaga profesional dari mantan pasukan elit.

SDM satuan para personel yang di Irak tampil tanpa seragam tapi menyandang senjata tempur itu antara lain berasal dari satuan elit dunia yang sudah sangat popular.

Di antaranya, US Navy seal, Special Forces, Special Air Service (SAS), pasukan para, veteran perang Rusia di Chechnya, Kolombia, dan satuan-satuan seram lainnya.

Setiap personel tentara bayaran yang bertugas meskipun tanpa seragam dan berpakaian bebas selalu mengenakan identitas yang tersembunyi di balik rompi atau bajunya.

Identitas itu penting karena jika sewaktu-waktu mereka gugur bisa diketahui jati diri dan dari pihak mana mereka dikirim.

Lalu apa yang sebenarnya dicari oleh para petualang tempur yang datang ke Irak dengan risiko kehilangan nyawa?

Jawabannya sederhana, seperti perusahaan yang mengirimkannya mereka juga sama-sama menginginkan uang dalam jumlah besar.

Mereka bahkan merasa puas karena dalam dunia kacau seperti itulah dirinya merasa berguna sekaligus mendapatkan bayaran besar dalam waktu singkat, minimal 1.500 dollar AS per hari.

Tugas mereka memang bukan sengaja mencari-cari gerilyawan Irak dan bertempur secara frontal.

Tapi menjalankan tugas khusus melindungi fasilitas AS dan sekutunya serta melindungi orang-orang Barat yang sedang mengerjakan proyek.

Para pekerja proyek juga ada yang berasal dari tentara bayaran terutama para personel yang menguasai teknologi penerbangan, bandara, komputer, komunikasi, perminyakan dan lainnya.

Biasanya jika fasilitas atau rombongan pekerja proyek itu disergap oleh gerilyawan Irak, personel tentara bayaranlah yang pertama kali menghadapi.

Sambil bertempur mereka menghubungi pasukan sekutu guna menuntaskan aksi para gerilyawan itu.

Lantaran pasukan perlawanan Irak kerap menggempur dengan taktik nekat dan tak segan-segan mengerahkan pembom bunuh diri, telah banyak tentara bayaran yang jadi korban.

Pasalnya para penyerang Irak kini lebih suka menyergap tentara bayaran sebagai sasaran favorit mengingat jumlahnya yang sedikit dan hanya bersenjata ringan.

Dalam sebulan, kadang sekitar 5-6 personel tentara bayaran tewas disergap pasukan perlawanan Irak.

Jika sedang apes, sejumlah tentara bayaran malah berhasil ditangkap gerilyawan, disandera, disiksa, dan kemudian dibunuh.

Para pekerja yang bukan tentara bayaran yang berasal dari Jerman, Perancis, dan Rusia akhirnya memilih pulang kampung daripada harus menghadapi keberingasan gerilyawan Irak.

Sedangkan mereka yang memilih terus bekerja minta jaminan asuransi yang nilainya menjadi sangat besar 250.000-500.000 dollar AS per orang.

Untuk mengantisipasi sergapan yang makin menjadi-jadi itu, kini para tentara bayaran dilengkapi senjata-senjata berat dan bertugas dalam tim berjumlah besar.

Jumlah kekuatan tentara bayaran di Irak bahkan merupakan yang kedua setelah pasukan koalisi.

Bedanya, tentara bayaran mendapat gaji yang lebih besar dibanding tentara reguler sekutu.

Tentara Bayaran Wagner

Anggota Wagner di Ukraina timur pada 2014. Wagner merupakan agen rahasia Rusia yang merekrut sukarelawan untuk dijadikan tentara bayaran berperang menghadapi pasukan Ukraina.
Anggota Wagner di Ukraina timur pada 2014. Wagner merupakan agen rahasia Rusia yang merekrut sukarelawan untuk dijadikan tentara bayaran berperang menghadapi pasukan Ukraina. (@RSOTM GRUP TELEGRAM)

Dilansir dari kompas.id, pada awal perang Ukraina tahun 2014, berbagai laporan menyebut hadirnya kelompok tentara bayaran Wagner di medan pertempuran.

Hal serupa terjadi kemudian di kancah perang Suriah, medan konflik di Republik Afrika Tengah dan belakangan juga di Libya.

Kelompok tentara bayaran Wagner adalah pasukan militer bayangan beranggotakan milisi dan petempur partikelir yang kerap dihubungkan dengan perang Kremlin di Ukraina, Afrika, dan Timur Tengah.

Mereka bertempur dengan motif ekonomi, tetapi mereka juga dimanfaatkan menopang kepentingan Rusia di banyak negara.

Tiga kelompok advokasi dari Perancis, Suriah, dan Rusia, Senin (15/3/2021), mengajukan gugatan hukum di Moskwa, Rusia, terhadap Wagner terkait kasus pemenggalan kepala seorang warga Suriah tahun 2017 dan pelanggaran yang mereka yakini masuk kategori ”kejahatan perang”.

”Laporan ini penting karena kami tidak hanya mengadukan satu kejahatan. (Yang kami laporkan) ini adalah gelombang kasus-kasus impunitas,” kata Alexander Cherkasov, anggota senior Memorial, salah satu kelompok yang mengajukan gugatan hukum itu.

”Orang yang lepas dari hukuman setelah melakukan tindak-tindak kejahatan seperti ini dapat kesempatan mengulanginya di Chechenya, Ukraina timur, dan Suriah. Pada akhirnya mereka kembali ke Rusia dan berkeliaran di jalan-jalan di sekitar kita.”

Dalam perang Ukraina tahun 2014, laporan mengenai keberadaan Wagner muncul di tengah tuduhan bahwa Kremlin mendukung pemberontak separatis di wilayah timur Ukraina yang berbatasan dengan Rusia.

Kelompok itu kemudian muncul lagi di Suriah, mendukung rezim Presiden Bashar al-Assad, dan dituduh media Rusia ikut menyiksa tahanan serta mengamankan aset minyak.

Pasukan yang setia kepada Pemerintah Nasional Libya (GNA) yang diakui PBB mengakui parade truk sistem pertahanan Pantsir di ibu kota Tripoli pada 20 Mei 2020, setelah ditangkap di pangkalan udara al-Watiya (pangkalan udara Okba Ibn Nafa) dari pasukan yang loyal kepada pasukan Libya orang kuat yang berbasis di timur Khalifa Haftar.

Sejak itu kelompok Wagner terlihat semakin sering terlibat di kancah politik negara-negara Afrika yang bergejolak, seperti di Republik Afrika Tengah, sebagai ”instruktur” militer. Kelompok Wagner juga muncul di Libya untuk pemerintahan di bawah Khalifa Haftar.

Selain menopang operasi militer Rusia, seperti terjadi di Suriah, Wagner juga dilaporkan memainkan peran sebagai perusahaan penyedia jasa keamanan di berbagai tempat, menjaga infrastruktur atau mengawal para politisi.

Wagner diyakini didanai oleh Yevgeny Prigozhin. Pebisnis berusia 59 tahun ini dijatuhi sanksi oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat karena keterlibatannya dalam mendestabilisasi Libya dan campur tangan dalam pemilu-pemilu AS.

Prigozhin mendekam sembilan tahun di penjara terkait kasus tuduhan penipuan dan pencurian menjelang akhir era Uni Soviet.

Setelah Uni Soviet bubar, ia menjadi raja katering yang mendapat kontrak dengan Kremlin. Ia dijatuhi sanksi oleh Washington.

Serangan sibernya diyakini berada di balik campur tangan pemilu tahun 2016.

”Pahlawan Suriah”

Prigozhin membantah terkait dengan Wagner. Kantor berita Rusia TASS melaporkan, operasional sehari-sehari kelompok Wagner dipimpin oleh mantan perwira intelijen militer, Dmitry Utkin.

Ia mendapat pujian sebagai ”pahlawan Suriah” dalam sebuah upacara pada 2016 serta berkesempatan berfoto dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Seperti semua perusahaan swasta penyedia jasa untuk perang, Wagner terlarang di Rusia. Namun, kelompok itu diyakini merekrut anggotanya dari para penegak hukum dan militer, yang dirayu dengan gaji 5-6 kali lipat dari rata-rata upah di Rusia.

Sejumlah situs media lokal Rusia melaporkan, dari pemakaman sejumlah terduga anggota Wagner bahwa anggota keluarga mereka mendapat bayaran yang besar sebagai imbalan untuk bungkam.

Lembaga Carnegie menggambarkan Wagner sebagai ”salah satu rahasia terburuk Moskwa”.

Kelompok ini disebut memiliki dua tujuan utama: memberi kesempatan pada Kremlin untuk menyangkal tuduhan mereka mengerahkan pasukan di medan perang” dan menjadi ”kelompok siap pakai untuk membangun pengaruh di negara-negara penerima”.

Operasi kelompok Wagner tak lepas dari skandal. Tahun lalu, misalnya, Belarus menahan 33 anggota kelompok itu. Mereka dituduh merencanakan kerusuhan bersama oposisi menjelang pemilu.

Ke-33 orang yang ditahan itu berdalih sedang transit di Minsk, ibu kota Belarus, dalam perjalanan ke beberapa negara, seperti Venezuela, Libya, Kuba, Turki, dan Suriah.

Moskwa ternyata secara diam-diam menjamin pembebasan mereka.

Tentara AS dan Rusia saat ngobrol di kota timur laut Suriah al-Malikiyah (Derik) dekat perbatasan dengan Turki, pada Rabu (3/6/2020).

Di Suriah, puluhan anggota Wagner diyakini tewas terbunuh atau terluka di Provinsi Deir Ezzor, Suriah timur laut, pada 2018 dalam sebuah operasi untuk merebut fasilitas minyak yang dijaga oleh pasukan AS dan proksinya.

Pada bulan Juli tahun 2018, tiga jurnalis yang melakukan investigasi operasi Wagner di Republik Afrika Tengah dibunuh dalam sebuah penyergapan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved