Tribunners

Inflasi, Hadapi dengan Literasi Finansial Sejak Dini

Sayangnya kompetensi terkait literasi keuangan belum dijadikan fokus pembelajaran saat ini

Editor: suhendri
ISTIMEWA
Nelly Yuliana, M.Pd. - Guru Matematika SMA Negeri 1 Koba 

SETIAP memasuki bulan Ramadan identik dengan kenaikan harga-harga barang. Apalagi menjelang hari raya Idulfitri nanti, kenaikan harga akan makin menggila. Terlebih-lebih, tahun ini bahkan sebelum masuk bulan puasa, minyak goreng langka di pasaran. Ketika muncul kembali, harga minyak goreng naik berlipat.

Ditambah lagi hadirnya kebijakan pemerintah tepat menjelang puasa, yaitu naiknya harga bahan bakar minyak (BBM). Efek domino dari kebijakan ini tentu saja memengaruhi meningkatnya biaya mobilitas dan produksi barang yang pada akhirnya menjadikan ritual kenaikan berbagai harga mendekati bulan puasa tahun ini makin kian tinggi.

Kenaikan harga berbagai barang ini tentu mengakibatkan kenaikan inflasi secara global. Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada bulan Maret 2022 terjadi inflasi sebesar 0,66 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 108,95. Kemudian tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Maret) 2022 sebesar 1,20 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Maret 2022 terhadap Maret 2021) sebesar 2,64 persen. Ini artinya jika tingkat inflasi mengalami pola kenaikan yang sama sampai dengan akhir tahun, maka perkiraan inflasi bisa mencapai 3,8 persen sepanjang tahun 2022. Tentu angka ini lebih tinggi daripada angka inflasi tahun lalu.

Kenaikan inflasi ini setiap tahun selalu terjadi, bukan hanya di Indonesia, bahkan negara dengan perekonomian termaju di dunia yaitu Amerika juga mengalami inflasi. Tahun ini tercatat terjadi kenaikan inflasi tertinggi di Amerika dalam 40 tahun terakhir, yaitu sebesar 7,9 persen.

Lalu, apa yang perlu kita lakukan dengan kenyataan yang demikian. Kejadian ini akan selalu ada, muncul sepanjang waktu dan masyarakat akan selalu menerima efek dominonya. Jika ditelisik lebih jauh, kasus di atas adalah contoh masalah kontekstual terkait literasi finansial. Literasi yang selama ini dianggap sebagai literasi yang akan bisa dipahami secara mandiri.

Mengutip dari laman ojk.go.id dinyatakan bahwa hasil Survei Nasional Literasi Keuangan tahun 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan sebesar 38,03 persen. Angka ini tentu tergolong rendah, karena dari 100 orang hanya terdapat 38 orang yang melek keuangan. Adapun literasi keuangan yang diukur dalam survei dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di sini adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan.

Inflasi adalah suatu hal yang pasti terjadi, tetapi literasi finansial yang baik dapat menghadapi tingginya inflasi. Pengelolaan keuangan yang baik dan kondisi keuangan yang sehat dapat mengalahkan inflasi. Kemampuan membedakan keinginan dan kebutuhan, pencatatan keuangan, pembagian pos keuangan, kepemilikan dana darurat, serta dana investasi akan membantu dalam menghadapi tingginya inflasi bahkan dapat mencapai kebebasan finansial. Tingginya literasi keuangan menjadi daya dukung ampuh bagi masyarakat dalam menghadapi inflasi yang terjadi.

Kestabilan dan kesehatan keuangan menjadikan ketahanan finansial makin kokoh. Sayangnya kompetensi terkait literasi keuangan belum dijadikan fokus pembelajaran saat ini, baik pembelajaran di dalam keluarga maupun di sekolah. Jikapun ada, maka muatannya masih sedikit dan belum dijadikan ke dalam satu materi khusus.

Pada dasarnya literasi finansial atau literasi keuangan dapat diajarkan sejak dini. Berdasarkan penelitian The University of Cambridge ditemukan bahwa kebiasaan mengatur uang seseorang sebenarnya terbentuk sejak usia tujuh tahun. Hal ini berarti di usia anak tujuh tahun, orang tua sudah dapat memulai mengajarkan konsep keuangan. Salah satu caranya adalah dengan pengaturan uang saku yang diberikan kepada anak.

Menurut Tia Wibowo, senior consultant dari ZAP Finance, anak dapat diajarkan cara mengelola uang saku tersebut dengan membaginya menjadi beberapa pos. Orang tua dapat mengarahkan anak mengatur uang saku ke dalam tiga pos, yaitu pos untuk uang jajan, pos untuk menabung, dan pos untuk sedekah. Penanaman konsep keuangan sejak dini ini mesti dilakukan terus-menerus oleh orang tua kepada anak-anak, secara perlahan dengan menggunakan bahasa dan cara yang sederhana.

Di sisi lain, usia tujuh tahun adalah usia sekolah bagi anak-anak, yaitu tepat memasuki kelas satu SD. Artinya, guru SD juga sudah dapat memulai mengajarkan literasi finansial kepada siswa di sekolah. Pengajaran dapat dilakukan dengan metode bermain kasir-kasiran atau dengan pembelajaran praktik berbelanja di pasar atau minimarket.

Guru juga dapat memanfaatkan permainan monopoli untuk dijadikan media pembelajaran literasi finansial. Kemudian, seiring dengan perkembangan usia dan kemampuan berpikir siswa, maka konsep pembelajaran khususnya pengelolaan keuangan dapat dilanjutkan.

Cara di atas terkesan sangat sederhana, namun selama ini sepertinya terlupa. Penanaman konsep pemikiran tentang literasi keuangan tentu lebih baik dimulai sedari diri agar dapat menancap ke dalam pemahaman anak dengan kuat. Harapannya di masanya nanti, saat diperlukan, anak sudah siap dalam mengelola keuangan.

Karena selama ini anak atau siswa diajarkan bagaimana agar tekun belajar dan memperoleh nilai yang baik untuk kemudian mendapatkan pekerjaan lalu memperoleh uang, namun tidak ajarkan bagaimana cara mengelola uang yang diperolehnya dengan benar. Anak atau siswa wajib mengerti mengenai keuangan, baik nilai uang itu sendiri, bagaimana cara menyimpannya, menginvestasikannya, membelanjakannya dan bagaimana agar uang yang diperoleh tidak dibelanjakan secara sia-sia.

Jika tingkat literasi finansial setiap individu sudah semakin tinggi, maka bagaimanapun kondisi ekonomi negara, seberapa tinggi tingkat inflasi setiap tahunnya, dapat dihadapi dengan tenang oleh masyarakat. Jadi, mari tanamkan literasi finansial kepada anak sejak dini, dimulai dari rumah dan di sekolah. (*)

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved