Berita Bangka

Harga TBS Kelapa Sawit Anjlok, Dampak Rencana Pemerintah Hentikan Ekspor CPO

Harga beli TBS kelapa sawit di tingkat petani saat ini hanya Rp1.800-Rp1.900 per kg TBS kelapa sawit.

Penulis: edwardi |
Bangkapos.com/edwardi
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Kabupaten Bangka, Jamaludin alias Tipek. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Mendekati waktu rencana Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) menghentikan ekspor CPO dan minyak goreng mulai 28 April 2022 mendatang, berdampak langsung dengan anjloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Kabupaten Bangka.

Diketahui harga TBS kelapa sawit di tingkat pabrik CPO, PT GCM (Gemilang Cahaya Mentari) di Desa Tiang Tara, Kecamatan Bakam, Kabupaten Bangka pada Sabtu, 23 April 2022 tercarat Rp3.500 per kg TBS kelapa sawit.

Namun harga TBS kelapa sawit pada Senin (25/4/2022) di PT GCM turun drastis menjadi Rp2.200 per kg TBS kelapa sawit atau turun sekitar Rp1.300 per kg TBS kelapa sawit.

Sementara itu harga beli TBS kelapa sawit di tingkat petani saat ini hanya Rp1.800-Rp1.900 per kg TBS kelapa sawit.

Sebelumnya ada rencana Presiden RI menghentikan ekspor CPO dan minyak goreng, harga TBS kelapa sawit tanggal 15 April 2022 di PT GCM masih Rp3.720 per kg TBS kelapa sawit.

Menanggapi semakin anjloknya harga TBS kelapa sawit ini, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Kabupaten Bangka, Jamaludin alias Tipek mengaku, akibat penyataan keras Presiden RI, Jokowi akan menghentikan ekspor CPO dan minyak goreng.

"Menurut kami kebijakan yang diambil pak Presiden RI ini kurang tepat, karena masih ada solusi lain seperti penerapan kembali kebijakan kewajiban seluruh pabrik CPO untuk memasok ke dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO), kita ambil jalan tengah sebesar 25 persen dari produksi CPO," kata Jamaludin, Senin (25/4/2022) di Sungailiat.

Diungkapkannya, jumlah kabupaten penghasil kelapa sawit di Indonesia ada 251 kabupaten, apabila di rata-rata tiap kabupaten ada 3 pabrik CPO saja, berarti di Indonesia ada 753 pabrik CPO.

"Apabila seluruh pabrik CPO ini patuh terhadap kebijakan DMO 25 persen saja, saya kira sudah bisa mencukupi kebutuhan minyak goreng untuk masyarakat di Indonesia saat ini," ujar Jamaludin.

Ditegaskannya, tinggal bagaimana pengawasannya agar para pabrik CPO ini komitmen memenuhi DMO 25 persen itu.

"Pemerintah pusat harus bekerja sama dengan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum di daerah untuk mengawasi kebijakan DMO ini, bila ada pabrik CPO yang nakal maka ditegaskan agar izinnya dicabut," imbuh Jamaludin.

Dilanjutkannya bila perlu bentuk tim pengawas kebijakan DMO ini, sehingga masih ada kuota 75 persen CPO bisa diekspor ke luar negeri.

"Dengan kebijakan DMO ini, para petani kelapa sawit di Indonesia tidak ikut dirugikan, karena harga TBS kelapa sawit masih cenderung stabil tinggi, tetapi 100 persen dihentikan ekspor CPO ini sudah pasti harga TBS kelapa sawit anjlok atau terjun bebas sehingga sangat merugikan para petani kelapa sawit," imbuh Jamaludin.

Di sisi lain sisa kuota 25 persen CPO untuk kebijakan DMO dirasakan sudah mencukupi untuk bahan baku minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.

"Jadi ada win-win solution, jangan sampai ekspor CPO dihentikan sama sekali karena bisa berdampak negatif bagi petani kelapa sawit," imbuhnya.

Sumber: bangkapos
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved