Benarkah Menghapus Pesan di Email Bisa Mengurangi Pemanasan Global? Ini Faktanya

Diperkirakan oleh para ahli bahwa suhu tahunan bumi naik hingga 1,5 derajat Celsius selama lima tahun ke depan.

Penulis: Nur Ramadhaningtyas | Editor: M Zulkodri
(UNSPLASH/STEPHEN PHILLIPS) via Kompas.com
Hubungan hapus email dan pemanasan global 

BANGKAPOS.COM - Beberapa hari ini muncul berbagai pernyataan dari masyarakat di berbagai daerah soal kondisi bumi yang semakin terasa panas.

Diperkirakan oleh para ahli bahwa suhu tahunan bumi naik hingga 1,5 derajat Celsius selama lima tahun ke depan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan penyebab suhu panas terik ini salah satunya dikarenakan posisi semu matahari yan gberada di wilayah utara ekuator.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan, berdasarkan data hasil pengamatan BMKG,

suhu maksimum terukur selama periode 1-7 Mei 2022 berkisar antara 33-36.1 °C dengan suhu maksimum tertinggi hingga 36.1 °C terjadi di wilayah Tangerang-Banten dan Kalimarau-Kalimantan Utara.

"Suhu maksimum tertinggi di Indonesia pada bulan April selama 4-5 tahun terakhir sekitar 38.8°C di Palembang pada tahun 2019,

sedangkan di bulan Mei sekitar 38.8 °C di Temindung Samarinda pada tahun 2018," ujar Guswanto kepada Kompas.com.

Dengan kondisi tersebut, BMKG mengimbau kepada masyarakat untuk senantiasa menjaga kondisi stamina tubuh dan kecukupan cairan tubuh.

"Kepada warga yang akan melaksanakan perjalanan mudik atau mudik balik supaya tidak terjadi dehidrasi, kelelahan, dan dampak buruk lainnya," tutur Guswanto.

Melihat kondisi ini isu mengapus email dapat mengurangi pemanasan global muncul kembali.

Sebelumnya, sudah banyak masyarakat yang pro dan kontra dengan isu tersebut.

Namun, benarkah menghapus email bisa selamatkan bumi dari global warming?

Melansir Kompas.com, pakar Sains Data Universitas Airlangga (Unair) Muhammad Noor Fakhruzzaman menilai isu itu tidak benar.

Ruzza, sapaan karibnya mengungkapkan selama terdapat aktivitas pengiriman dan penerimaan email,

penggunaan energi listrik oleh server layanan email tidak akan berkurang signifikan hanya dengan menghapus email yang tak berguna.

Pasalnya, server yang digunakan oleh penyedia layanan email akan terus berjalan selama ada aktivitas email.

“Walaupun kita hapus semua email kita, server akan terus berjalan dan mengonsumsi energi listrik yang mengeluarkan emisi karbon selama ada aktivitas surat menyurat para pengguna email,” ujarnya dilansir dari laman Unair.

Apa yang harus dilakukan?

Menurut data dari Dewan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi Nasional (wantiknas) pandemi meningkatkan aktivitas digital masyarakat secara signifikan.

Traffic penggunaan media sosial WhatsApp dan Instagram meningkat 40 persen, belum lagi virtual meeting akibat work from home dan pembelajaran daring.

Ruzza menyebut, daripada penggunaan email, aktivitas sosial media dan virtual meeting jauh lebih memakan banyak energi.

Pasalnya, kebutuhan energi dari sosial media jauh lebih besar karena harus mentransmisikan data berupa gambar dan video.

Ruzza mengungkapkan, aktivitas digital tidak langsung berdampak pada emisi karbon.

Melainkan bergantung pada sumber energi yang digunakan.

Di beberapa perusahaan besar sudah memakai sumber energi yang terbarukan, khususnya di Eropa, sehingga lebih ramah daripada penggunaan bahan bakar fosil.

“Karena pembangkit listrik tenaga surya, air, angin, panas bumi, dan nuklir mengeluarkan emisi karbon yang jauh lebih kecil daripada tenaga fosil.

Saya harap pemerintah sudah mulai mempertimbangkan penggunaan energi baru dan terbarukan tersebut,” ucapnya.

Ruzza mengungkapkan, sebagai digital native yang bisa kita lakukan adalah meminimalisir penggunaan barang elektronik secara berlebihan.

Jika memungkinkan, Ruzza mengajak masyarakat menggunakan perangkat yang sudah berstandar energy star.

(Bangkapos.com/Nur Ramadhaningtyas)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved