Ekspedisi Jelajah Bangka Singgahi Pulau Pelepas, Ada Mercusuar Buatan Belanda Bertahan Ratusan Tahun

Perlu waktu sekitar 30 menit untuk menuju pulau yang juga dikenal sebagai Pulau Lampu itu.

Editor: Alza Munzi
IST/Yayasan Jelajah Bangka
Tim Ekspedisi Yayasan Jelajah Bangka di Pulau Pelepas, Minggu (19/6/2022). 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Rasa letih Tim Ekspedisi Jelajah Bangka terbayar setelah melewati perjalanan sekitar 2 jam dari Kota Pangkalpinang, manakala tiba di Pulau Pelepas, Minggu (19/6/2022).

Pulau ini dapat disinggahi setelah berlayar menyeberangi lautan dari Dermaga Tanjung Tedung, Desa Tanjungpura, Kecamatan Sungaiselan, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Perlu waktu sekitar 30 menit untuk menuju pulau yang juga dikenal sebagai Pulau Lampu itu, dengan menumpang kapal motor.

Ada kapal yang siap mengantar pengunjung ke Pulau Lampu, dengan ongkos beragam.

Di Pulau Lampu, ada bangunan bersejarah yang bertahan sampai saat ini, yakni Mercusuar H M Koningin Wilhemina setinggi 50 meter.

Tim Ekspedisi Jelajah Bangka bersama budayawan Bangka Akhmad Elvian melakukan banyak hal di Pulau Pelepas.

Sayang rasanya melewati momentum di mercusuar yang dibangun pada 1882 itu atau berusia 140 tahun saat ini.

Mercusuar ini dibuat Belanda untuk kepentingan pelayaran di Selat Bangka, yang memiliki cahaya lampu menyorot jauh berkilo meter. 

Akhmad Elvian mengatakan ada empat pulau yang berada di dalam gugusan Kepulauan Nangka.

Pulau Pelepas yang berada di sebelah Barat dari Pulau Bangka (Tanjung Tedung) disebut juga dengan nama West Nangka Island.

Sebagian orang menyebutnya dengan nama Pulau Lampu karena di pulau ini terdapat mercusuar yang mengeluarkan cahaya atau lampu.

Elvian menjelaskan mercusuar Pulau Pelepas yang diduga benda cagar budaya, pertama kali beroperasi pada tahun 1893.

Pada masa Ratu Wilhelmina menerima tahta kerajaan Belanda menggantikan Ayahnya yang mangkat.

Namun karena usianya belum genap 18 tahun ketika itu, maka pemerintahan diwakilkan oleh Ibunya, Yang Mulia Ratu Emma.

Selain Pulau Pelepas, ada juga Pulau Begadung yang toponiminya diambil dari Gadung (Dioscorea hispida) sejenis umbi-umbian yang diduga dulunya banyak terdapat dipulau ini.

"Kemudian Pulau Tikus juga merupakan bagian dari Kepulauan Nangka.

Dan terakhir, Pulau Nangka itu sendiri, yang mendapatkan namanya dari Kelidang (Artocarpus lanceifolius) yang rasa buahnya seperti Nangka, masyarakat menyebutnya dengan istilah Nangka pipit", tutur Akhmad Elvian.

Sementara Darpin Asnan, pendiri Jelajah Bangka mengatakan kegiatan ini dibuat untuk mengenalkan aset sejarah Bangka kepada khalayak.

"Banyak orang yang suka wisata. Dan hanya segelintir orang yang menyukai sejarah.

Nah kegiatan ini kita buat dengan konsep belajar sejarah, yang dibungkus dengan wisata.

Sehingga peserta dapat mendengar kisahnya sambil langsung melihat objek sejarahnya," ujarnya.

Pria yang akrab disapa Alvin Azra dan juga Ketua Yayasan Jelajah Bangka Indonesia berharap ekspedisi itu bermanfaat bagi masyarakat.

"Ketika kita mau mempelajari sejarah Bangka, maka kita akan mengenal Bangka. Dan ketika kita kenal sejarah Bangka, maka kita akan mencintai Bangka" kata Alvin.

Kegiatan Jelajah Bangka edisi Kepulauan Nangka diikuti 30 orang peserta.

Mereka terdiri dari kalangan pelajar/mahasiswa dan umum dengan peserta termuda berusia 12 tahun, Putri Calysta asal Parit Tiga.

Menurutnya, jumlah peserta sengaja dibatasi agar lebih nyaman dan mengutamakan keselamatan.

"Setelah kuota terpenuhi, ternyata masih banyak yang mendaftar. Untuk itu kami mohon maaf kepada kawan-kawan yang belum dapat diakomodir dalam ekspedisi Kepulauan Nangka kali ini.

Hal ini kami lakukan agar bisa menjaga layanan dan terutama keselamatan kita semua. Semoga kita dapat bersama di Jelajah Bangka edisi berikutnya," kata Alvin.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved