Penyangga Tulang Punggung Keluarga El Tjandring Itu Bernama BPJS Kesehatan, Sebuah Kisah Perjuangan

Penyangga Tulang Punggung Keluarga El Tjandring Itu Bernama BPJS Kesehatan, Sebuah Kisah Perjuangan

Penulis: Dedy Qurniawan CC | Editor: Dedy Qurniawan
Istimewa
TANGGUH - Fyllalinas Feoh, istri El Tjandring tampak tengah menyerahkan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka pengobatan El Tjandring di RS Fatmawati, Jakarta, Senin (29/08/2022) 

BANGKAPOS.COM - "Semua pengobatan ditanggung BPJS Kesehatan, biaya yang berat-berat seperti MRI, Biopsi, termasuk operasi ginjal kemarin itu semua ditanggung oleh BPJS Kesehatan," ujar Fylla (38), istri El Tjandring belum lama ini.

Kini suaminya masih terbaring lemah di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Selatan seusai menjalani operasi pengangkatan kanker di ginjal sebelah kanan pada Selasa (23/8) lalu.

Operasi besar ini dilakukan tim dokter RS Fatmawati selama delapan jam.

Dan tentunya itu menguras energi dan pikiran El.

El Tjandring yang merupakan pemegang kartu BPJS Kesehatan dengan nomor 0001603386088 ini kini memasuki tahap pemulihan.

Harapan sembuh dan kembali beraktivitas normal mendorong ayah tiga orang anak ini semangat menjalaninya.

"Masih istirahat habis operasi (El, red)," kata Fylla saat dihubungi Bangka Pos, Kamis (25/8/2022).

Suami Fylla, El Tjandring atau biasa disapa El, bekerja atau berprofesi sebagai jurnalis di Bangka Belitung.

Di bumi Serumpun Sebalai, pria kelahiran Kupang 29 Juni 1978  ini merupakan tulang punggung keluarga bagi istri dan ketiga anaknya.

Saat tulang punggung itu harus terbaring, BPJS Kesehatan menjadi satu di antara penyangganya untuk terus semangat berjuang.

Fylla tidak bisa membayangkan akan seperti apa keluarganya jika tidak ada BPJS Kesehatan dalam proses pengobatan El selama ini.

"Saya tidak tau lagi kalau tidak ada BPJS berapa banyak yang harus saya bayar, yang harus saya tanggung. Kami hanya mengeluarkan uang itu untuk beli obat-obat penambahan saja, selain itu gratis," ujarnya.

Keputusan menjalani operasi kanker di ginjal sebelah kanan diceritakan Fylla adalah yang terbaik secara medis.

Sebenarnya, kanker di ginjal El bukan yang utama.

Hasil laboratorium dan diagnosa dokter menyebutkan kanker El sudah menyebar ke sejumlah organ tubuh lainnya.

Hanya saja, dokter masih belum mendeteksi posisi induk kanker di tubuh El.

Saat melakukan diagnosa awal ditemukan ada kanker di ginjal sebelah kanan El.

Sehingga, dokter menyarankan untuk lebih dahulu melakukan tindakan operasi besar di area ginjal itu.

Meski demikian, dokter menduga sesuai hasil diagnosa awal, induk kanker El ada di tulang belakang.

Namun semua itu masih harus menunggu hasil lab lanjutan yang sampai saat ini belum keluar.

"Belum tahu induk kankernya, nanti baru dikemo dan operasi besar (lagi). Tunggu hasil lab," sebut Fylla.

Sudah hampir satu tahun ini El Tjandring bergelut dengan penyakit yang melumpuhkan tubuhnya.

Selama di Jakarta sebelum operasi, El tinggal di Rumah Singgah yang disediakan Pemerintah Kota Pangkalpinang di Jakarta Pusat.

Sudah sejak Mei 2022, EL berada di Jakarta guna menjalani pengobatan di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Selatan.

Didampingi istrinya,  El melewati hari-harinya dengan hanya berbaring dan tidak bisa melakukan apa-apa.

Sekedar beranjak dari tempat tidur ke kamar mandi pun, El harus dibopong karena kedua kakinya sudah tak mampu menopang tubuh sekarang.

Langkah El menjemput kesembuhan satu langkah lebih maju saat ini.

Awal mula kisah El Tjandring

Cerita perjuangan El melawan penyakitnya bermula saat El mengeluh nyeri seperti asam urat.

Beberapa bulan setelah itu, El merasa ada yang tak lazim pada otot-otot kakinya.

Hari demi hari keanehan pada kaki El terasa lebih serius.

Rasa sakit yang awalnya hanya dirasakan pada area pijakan kaki meluas hingga terasa ke paha, panggul, tulang belakang hingga memengaruhi nafas El.

Upaya pengobatan mulai fokus dikerjakan meski El sudah tak mampu lagi berdiri sendiri.

El pun hanya bisa duduk di kursi roda.

Penderitaan El tak mereda.

Sakit pada kaki dan tulang belakangnya justru semakin menjadi-jadi.

Nafas El pun semakin sesak dan membuat keluarga semakin panik.

Berbekal kartu BPJS, El mencoba peruntungan mengobati penyakitnya.

Tertatih turun naik mobil di atas kursi roda berobat ke Rumah Sakit Bakti Timah (RSBT) Pangkalpinang, tak membuat semangat El luntur.

Ditemani istri tercinta selama enam bulan El harus pulang pergi berobat meski akhirnya dokter belum bisa memastikan apa penyakit yang diderita El.

Pada titik ini, permasalahan lain muncul.

Semua bermula saat dokter yang menangani El membutuhkan hasil MRI atau magnetic resonance imaging sebagai pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyakit yang diderita El.

Ternyata untuk memeroleh layanan MRI ini tak semudah yang dibayangkan El.

Di Kota Pangkalpinang sebenarnya ada layanan MRI yang bisa digunakan masyarakat umum.

Hanya saja, BPJS sebagai lembaga penyelenggara kesehatan tidak menjalin kerjasama dengan sejumlah rumah sakit yang ada di Pangkalpinang kala itu.

Alhasil, langkah penanganan pengobatan El pun terhambat.

El yang ingin sembuh tak patah semangat, ia dan istri siap melakukan apa saja untuk mendapatkan kesehatan itu kembali.

Akan tetapi, mirisnya ada informasi yang membuat El justru semakin dibingungkan.

Jika El memilih melakukan MRI atas dasar keinginan sendiri, maka hasil MRI itu tidak bisa dijadikan rujukan atau dasar untuk tindak lanjut pengobatan El.

Ini membuat peserta BPJS Kesehatan seperti El sedih.

Meski demikian El tak menyerah.

Dengan kondisi yang sudah memprihatinkan, El bersama istri nekat terbang ke rumah sakit di Palembang untuk menjalani pemeriksaan MRI.

Antrean panjang pemeriksaan MRI selama dua bulan sia-sia.

Biaya dan energi sudah terbuang begitu saja, El tak kunjung mendapatkan jadwal hingga memutuskan kembali ke Pangkalpinang tanpa hasil yang nyata.

Dua bulan kemudian, tepatnya pada Senin (25/4) El mendapatkan jadwal pemeriksaan MRI tapi bukan di Palembang melainkan di RS Pertamina Jakarta.

Empat hari berselang atau pada Kamis (28/4), hasil pemeriksaan MRI El keluar.

El diduga mengalami penjepitan di lumbal (tulang belakang bawah), ada kerusakan di cervical (tulang belakang atas), sehingga terjadi kesalahan penanganan yang cukup lama.

Upaya langkah medis terus dilakukan El secara berkelanjutan hingga saat ini.

Istri El, Fylla tak tahu bagaimana jadinya jika proses pengobatan El tidak dibantu BPJS Kesehatan.

Proses pengobatan yang memerlukan biaya besar sudah diatasi BPJS.

Meski, sebagian lainnya harus tetap merogoh kocek pribadi.

Maka dari itu, Fylla mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk kesembuhan El.

Dia juga meminta doa agar perjalanan pengobatan suaminya bisa berjalan lancar.

"Terima kasih BPJS Kesehatan dan semuanya, kami mohon doa agar suami sembuh," pinta Fylla.

Meskipun ia tau proses pengobatan suami tercintanya itu tidak mudah yang akan memakan waktu lama,

Fyilla tetap setia menemani, merawat, memberikan kasih sayang untuk El.

Ketiga anaknya yang masih sekolah itu terpaksa harus tinggal sendiri di rumah sementara waktu.

Setelah melakukan pemeriksaan MRI, ditemukan sebuah benjolan ditulang belakang El yang diduga adalah kanker.

Untuk memastikan benjolan tersebut rumah sakit Pertamina tempatnya melakukan MRI mengusulkan untuk melakukan tes mendeteksi dan memantapkan diagnosis penyakit kanker atau yang disebut dalam bahasa medis Biopsi.

Namun tidak bisa kembali dilaksanakan di rumah sakit Pertamina, El kembali di rujuk ke rumah sakit Fatmawati yang kemudian harus menjadi pasien baru, mendaftarkan diri hingga menunggu dalam waktu dua minggu baru bisa dijadwalkan bertemu dengan dokter.

Setelah dilakukan pemerilsaan Biopsi, benjolan yang tampak pada pemeriksaan MRI itu adalah kanker tulang belakang stadium empat.

Namun dokter tidak bisa mengambil tindakan sebab, itu bukan induk kankernya, melainkan anak sel kanker.

"Dan itu tidak bisa dilakukan operasi karena bukan induk kankernya, mau dilakukan kemoterapi apa yang mau dikemo sementara induk kankernya belum ditemukan. Biasanya yang dikemo itu induknya dulu baru anak kankernya ikutan mati," ujar Fylla.

Kata Fylla, setelah melakukan rontgen paru baru mendapatkan sinyal, bahwa dekat ginjal jugq terdapat benjolan sebesar 3cm.

Namun ia sangat menyayangkan butuh waktu yang lama hingga ia mengetahui penyakit apa yang sebenarnya diderita sang suami.

"Setiap pemeriksaan harus menunggu satu minggu baru dapat hasil, pemeriksaan paru satu minggu baru ada hasil, periksa ginjal satu minggu ada hasil, itu tidak termasuk hari libur dan tanggal merah. Jadi kurang lebih dua bulan kami hanya menunggu hasil saja dan selama dua bulan itu suami bisa melakukan scan tubuh kurang lebih lima kali," ungkapnya.

"Karena ada benjolan diginjal jadi saran dokter untuk dipotong lebih dulu. Sekalian diambil sampel dari ginjal apakah sama dengan hasil yang ada di tulang belakang, kalau sama kemungkinan dua induk kanker satu diginjal dan satu ditulang belakang," jelas Fylla.

Dia berharap betul kesembuhan ayah dari anak-anaknya itu bisa segera selesai, hingga ia bisa kembali berkumpul bersama keluarga di rumah.

"Kalau sekarang El sedang di ruang ICU masa pemulihan setelah dilakukan tindakan pada ginjalnya. Biarpun proses ini panjang saya yakin kesembuhan untuk suami saya itu pasti ada," tuturnya.

Belum lagi kata Fyilla, ia harus meyakinkan dan terus memberikan semangat untuk anak-anaknya bahwa sang ayah pasti akan sembuh.

Sambil terbata-bata menceritakan via telepon suara dengan Bangka Pos, Fylla mengaku ketiga anaknya menjadi lebih dewasa.

Yang biasanya selalu disiapkan dan ditemani sejak empat bulan terakhir dipaksakan mandiri oleh keadaan.

"Dengan sendirinya anak-anak menjadi dewasa, saya selalu bilang jangan pernah menyerah dengan keadaan apapun yang sedang kita lalui. Sesakit apapun yakinilah kesembuhan itu pasti ada, apa yang didoakan anak-anak untuk ayahnya itu pasti akan didengar Tuhan," ucapnya dengan suara parau.

Setiap hari Sila menyebut, ia masih mengontrol apapun yang dilakukan ketiga anaknya di rumah.

Termasuk makan apa, membangunkan tidur, hingga memastikan semuanya berangkat ke sekolah dengan baik.

"Setiap pagi saya selalu telpon untuk membangunkan, mereka siap-siap saya ikut telpon, tidak pernah dimatikan, sampai mereka sekolah. Kakaknya yang pertama mengantarkan kedua adiknya ke sekolah, setiap gajian itu saya langsung transfer sama anak-anak untuk belanja kebutuhan dan bayar sekolah," sebut Fylla.

SEMANGAT - El Tjandring melambaikan tangan dan tersenyum saat dalam sebuah kesempatan dijenguk di rumah singgah dalam rangka proses pengombatanya di Jakarta
SEMANGAT - El Tjandring (atas) melambaikan tangan dan tersenyum saat dalam sebuah kesempatan dijenguk di rumah singgah dalam rangka proses pengobatanya di Jakarta (Istimewa)

Perjuangan El Tjandring Bantu Pasien Lain

Di balik perjuangan keras El melawan penyakitnya, ada sisi positif yang bisa dipetik.

El menjadi peserta BPJS Kesehatan yang membuka kran kerjasama layanan MRI di daerah khususnya di Kota Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Kini, peserta BPJS Kesehatan di Bangka Belitung tak perlu lagi harus bersusah payah ke luar daerah menjalani pemeriksaan MRI karena BPJS sudah bekerja sama dengan RS KIM.

"Saya bersyukur akhirnya MRI bisa untuk peserta BPJS Kesehatan. Akhirnya nanti orang-orang enggak perlu seperti saya, yang harus keluar daerah untuk mengetahui diagnosa penyakitnya menjadi lebih jelas. Jadi tidak ada lagi kasus seperti saya, meskipun di sini (rumah sakit, red) ditanggung, tapi biaya makan dan transportasi tetap ditanggung sendiri," kata El kepada Bangkapos.com.

Pada Kamis (28/4/2022) lalu, BPJS Kesehatan Cabang Pangkalpinang menggandeng Rumah Sakit Kalbu Intan Medika (KIM) untuk menandatangani kesepakatan sinergi pelayanan prosedur MRI dalam rangka optimalisasi jaminan kesehatan nasional di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Pangkalpinang, dr. Rudy Widjajadi menyampaikan, BPJS Kesehatan bersama Rumah Sakit Kalbu Intan Medika (KIM) memang sudah menyepakati penyelenggaraan pelayanan rujukan parsial pelayanan prosedur MRI untuk peserta JKN-KIS tersebut.

"Untuk kebutuhan layanan pemeriksaan penunjang MRI yang saat ini tersedia di wilayah Bangka Belitung hanya di RS KIM. BPJS Kesehatan Cabang Pangkalpinang berkoordinasi dengan RSUD Soekarno sebagai rumah sakit rujukan tertinggi di wilayah Bangka untuk penyelenggaraan rujukan parsial bersama RS KIM untuk pemeriksaan MRI bagi peserta JKN," jelas Rudy kepada Bangkapos.com, Minggu (28/8/2022).

Pelayanan rujukan parsial diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional dan Peraturan Menteri Kesehatan No 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.

Hal ini mengingat memang belum ada kerjasama BPJS Kesehatan Cabang Pangkalpinang dengan RS KIM secara langsung.

"Perjanjian kerja sama kita sejak awal dengan melibatkan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang akan menjadi jejaring bersama dengan BPJS Kesehatan," sebutnya.

Dengan adanya kerjasama pelayanan rujukan parsial dapat membantu dan menjamin masyarakat atau peserta JKN yang memang membutuhkan.

"Pelayanan MRI merupakan pemeriksaan penunjang diagnostik canggih yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa penyakit tertentu dibeberapa bidang kedokteran spesialis. Apabila dibutuhkan pemeriksaan MRI atas indikasi medis dan sarana prasarananya tersedia di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dapat dijamin sesuai dengan sistem rujukan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.

Sementara untuk mendapatkan penjaminan pelayanan MRI di FKRTL sesuai dengan ketentuan yang diperlukan, seperti surat rujukan dari dokter spesialis atas indikasi medis dari FKRTL yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, serta pasien merupakan kepesertaan JKN aktif.

BPJS Kesehatan, kata Rudy sudah mengembangkan digitalisasi pelayanan dengan sistem antrian online dengan seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan FKRTL yang bekerja sama.

Peserta yang akan mengakses pelayanan baik di FKTP maupun FKRTL dapat mengambil antrean lebih mudah melalui aplikasi Mobile JKN sehingga tidak perlu antre di FKTP ataupun rumah sakit.

"BPJS Kesehatan juga mengembangkan fitur ketersediaan kamar rawat inap di rumah sakit yang dituju agar supaya peserta yang dirujuk ke luar kota dapat melihat kondisi ketersediaan kamar sesuai haknya. Serta antrean operasi juga dapat diakses melalui mobile JKN untuk mengetahui kapan rencana operasinya," sebutnya.

Saat ini BPJS juga sedang melakukan pengembangan uji coba penjaminan pelayanan kesehatan berbasis telemedisin yang tertuang di dalam Permenkes 20 tahun 2019.

Melalui aplikasi yang dikembangkan Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan para dokter FKTP berkonsultasi dengan dokter Spesialis FKRTL sehingga pasien tidak perlu berpindah pelayanan dari FKTP.

Diharapkan peserta JKN dengan daerah sulit transportasi dapat terbantu dengan adanya telemedisin ini.

Sementara itu, Founder RS KIM Pangkalpinang dr Hendry Jan menyebut hingga saat ini memang belum ada peserta JKN-KIS yang menggunakan fasilitas pemeriksaan MRI di RS KIM.

Akan tetapi, pasien bukan JKN-KIS atau mandiri sudah banyak menggunakan fasilitas ini. Bahkan banyak pasien yang datang dari luar daerah seperti Batam, Riau dan Lampung.

"Kami hanya tinggal menerima pasien saja kalau ada rujukan segera kami lakukan MRI dan sampai sekarang belum ada rujukan pasien untuk MRI," sebut Hendry.

Sesuai aturannya, RS KIM tidak bisa menerima langsung pasien JKN-KIS.

Pasien harus mendapatkan rekomendasi atau rujukan dari RSUD Soekarno sebagai rumah sakit rujukan tertinggi di wilayah Bangka untuk penyelenggaraan rujukan parsial bersama RS KIM untuk pemeriksaan MRI bagi peserta JKN

"Banyak yang mengira KIM langsung bisa menerima pasien BPJS untuk MRI, bukan begitu kita belum ada kerja sama tapi kita berkoordinasi melibatkan RSUD Soekarno agar kemudahan MRI ini bisa juga diterima peserta JKN," tuturnya.

Harga pemeriksaan MRI di RS KIM relatif terjangkau, mulai dari Rp2 juta untuk pemeriksaan kepala, dan tergantung bagian tubuh mana yang mau dilakukan pemeriksaan.

MRI berjenis Aperto Lucent Hibrid dengan magnet alamai bukan buatan yang bekerja secara otomatis.

Ruangan terpisah dari rawat inap itu tidak boleh dimasuki sembarangan, mengingat magnet yang dihasilkan sangat kuat tanpa bisa berhenti.

Benda-benda elektronik tidak diizinkan masuk, termasuk barang-barang yang berbahan besi bisa tertarik oleh magnet pada MRI.

MRI juga dapat digunakan untuk mendeteksi masalah struktural pada urat nadi, seperti dinding pembuluh darah yang melemah atau sobek maupun radang dan penyumbatan pada pembuluh darah. (*/tim bangkapos.com/Dedy Qurniawan)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved