Berita Bangka Tengah
Pol PP Bateng Sebut Penggunaan Arak Sering Disalahgunakan
Arak merupakan minuman permentasi yang memiliki kandungan alkohol tertentu. Arak oleh masyarakat Etnis Tionghoa digunakan sebagai bahan peribadatan
BANGKAPOS.COM , BANGKA – Arak merupakan minuman permentasi yang memiliki kandungan alkohol tertentu. Arak oleh masyarakat Etnis Tionghoa biasa digunakan sebagai bagianbahan untuk peribadatan.
Namun, peredaran minuman beralkohol ini sering disalahgunakan sehingga ditertibkan oleh pemerintah daerah. Akhirnya, muncul polemik dan menjadi perhatian banyak pihak.
Pasal 140 dan Pasal 142 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, juga mengatur soal minuman beralkohol.
Jika mengacu pantauan lapangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bangka Tengah diketahui bahwa arak yang biasanya digunakan untuk peribadatan masyarakat Etnis Tionghoa justru disalahgunakan pada tingkat konsumsi yang sangat banyak. Padahal jika untuk peribadatan tentu jumlahnya tak mesti banyak.
"Karena alasan mereka untuk sembahyang itu tidak masalah tetapi kalau kami cek di tempat-tempatnya bukan untuk sembahyang lagi karena jumlahnya yang banyak," kata Kasi Pengawasan dan Penyuluhan Satpol PP Bateng Eva Nur Fajriyanti kepada Bangkapos.com, Kamis (8/9/2022) siang.
Menurutnya, jika arak dan minuman beralkohol lain digunakan ritual ibadah, budaya dan obat itu tidak ada larangan selama sesuai prosedur, namun fakta dilapangan justru sebaliknya para penjual arak berdalih hanya untuk ibadah dan budaya. Penggunaannya justru disalahgunakan
"Kita sering banget razia arak ini. Dalihnya untuk ibadah dan juga budaya tapi produksinya banyak sekali,” katanya.
Tidak hanya itu, dikatakannya sejauh ini banyak masyarakat yang menyalahgunakan arak dan sering kali dikonsumsi oleh pelajar maupun anak dibawah umur.
Kata Eva, meski pemerintah belum mengatur secara pasti dalam Perda karena setiap penjual ataupun tempat produksi arak tidak memiliki izin edar maka produsen minuman beralkohol termasuk arak yang dijual secara bebas tetap ada sanksi hukum.
"Untuk minuman beralkohol jelas diatur dan ada tempat izin penjualan. Kalau arak tidak ada dan cuma kebijakan karena digunakan untuk ibadah dan ritual budaya serta sebagai obat,” ucap Eva.
Ada pun sanksi tersebut sesuai Perda Nomor18 Tahun 2007 berupa kurungan pidana penjara maksimal tiga bulan denda Rp5 juta per orang, untuk tempat yang menjual bebas alkohol denda maksimal Rp50 juta.
"Ini berlaku untuk oknum penyalahgunaan produksinya dan meminum ditempat yang tidak seharusnya. Apalagi produsen arak ini pindah-pindah,” jelas Eva.
Di samping itu, Eva menegaskan bahwa produksi arak secara ilegal yang dijual secara bebas tetap tidak diperbolehkan, namun berbeda halnya jika arak untuk peribadatan dan telah mendapatkan izin bupati, hal tersebut tidak menjadi masalah.
Oleh karena itu, Eva berharap penggunaan arak harus sewajaranya jangan sampai meresahkan orang di sekitar. "Selagi digunakan dengan baik, sesuai peraturan dan tidak disalahgunakan serta tidak mengakibatkan huru-hara maka arak tidak dipermasalahkan,” imbaunya. (Bangkapos.com/Akhmad Rifqi Ramadhani)
