Bangka Pos Hari Ini
Mantan Sekwan Pasrah Terseret, Syaifuddin Jadi Tersangka Bersama Pimpinan Dewan DPRD Babel
Penetapan nama tersangka dugaan korupsi tunjangan transportasi pimpinan DPRD Bangka Belitung, menyeret mantan Sekretaris DPRD Babel Syaifuddin.
Penulis: M Ismunadi CC | Editor: M Ismunadi
BANGKAPOS.COM, BANGKA - Penetapan nama tersangka dugaan korupsi tunjangan transportasi pimpinan DPRD Bangka Belitung, menyeret mantan Sekretaris DPRD Babel Syaifuddin.
Dia belum berencana melakukan upaya apapun setelah namanya masuk dalam pusaran dugaan korupsi tersebut.
Syaifuddin yang menjabat Sekretaris DPRD Babel pada tahun 2017 mengatakan masih pikir-pikir atas status tersangka yang melekat pada dirinya.
Kepala Biro Hukum Setda Babel ini ikut menjadi tersangka bersama Wakil Ketua DPRD Babel masing-masing Amri Cahyadi dan Hendra Apolo, serta mantan Wakil Ketua DPRD Babel Deddy Yulianto.
“Belum tahu, pikir-pikir dulu. Makanya, inikan saya baru pulang dari Belitung, belum tahu sementara ini, jadi sedang pikir-pikir,” kata Syaifuddin, Jumat (9/9/2022).
Syaifuddin yang menjabat sekwan pada 2017 lalu mengatakan, setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka, menjadi pembelajaran
untuk semua kalangan PNS dalam menjalankan tugasnya.
“Harapan, tentunya pelajaran buat kita, mudah-mudahan ini segera selesai. Prinsipnya, mendapat tunjangan jabatan, tunjangan
transportasi ambil duit, minjam mobil, kadang kita tidak tahu minjam dengan staf-staf kita. Tetapi kita hormati proses hukum saat
ini,” katanya.
Sementara Amri Cahyadi terkejut ketika namanya masuk di dalam empat tersangka dugaan korupsi tunjangan transportasi pimpinan DPRD Babel oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Babel, Kamis (8/9/2022).
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Babel itu, dia baru satu kali dipanggil penyidik tindak pidana khusus (Pidsus)
Kejati Babel sebagai saksi.
Amri merasa proses penetapan tersangka tersebut terlalu cepat.
“Saya pribadi terkejut mendengar pengumuman penetapan tersangka itu. Mengapa, karena saya melihat proses terlalu cepat,
saya pernah dipanggil sebagai saksi, satu kali,” ujar Amri, Jumat (9/9/2022).
Meski begitu, Amri menghormati pengumuman penetapan tersangka tersebut.
Hanya saja, Amri masih belum mengerti secara rinci soal perkara yang menyeret dirinya.
“Jujur saja sampai saat ini belum terlalu mengerti konteks konstruksi perkara yang mereka (penyidik) sangkakan. Namun karena
kita negara hukum, saya menghormati pengumuman tersebut dan akan menjalani serta menghadapi sesuai aturan dan hak
saya selaku tersangka,” kata Amri.
Selanjutnya, Amri mengaku siap untuk memenuhi panggilan jaksa dan akan memberikan penjelasan secara penuh nantinya.
“Pastinya nanti saat dipanggil, saya akan datang, proaktif untuk kondisi itu. Untuk memberikan keterangan yang mungkin saja, menurut saya belum diberikan secara full (penuh) kepada penyidik,” kata Amri.
Amri kemudian menjelaskan soal tunjangan transportasi pimpinan DPRD Bangka Belitung tahun 2017, yang diterimanya.
“Dari penetapan tersangka tersebut, saya terus terang di tengah kurang paham konstruksi tersebut. Bolehlah kami menganalisasa,
mungkin itu pada saat di tahun 2017. Di mana, kami pimpinan khususnya jajaran wakil ketua, diminta mengembalikan kendaraan dinas jabatan sehingga oleh bendahara maupun pengelola anggaran, kami diberikan hak tunjangan transportasi,” kata Amri.
Dia mengatakan setelah ditariknya mobil jabatan pada tahun 2017 oleh Sekwan, maka dia berkeyakinan tunjangan trasportasi dapat diterima.
“Saya dan kawan-kawan, saya yakin itu masif. Kenapa sedikit kami heran, karena mungkin saja persepsi dan subjektivitas dari penyidik kita belum tahu. Subjektivitas penyidik bahwa karena sudah ada mobil jabatan tahun 2017 itu, maka kami tidak bisa menerima tunjangan transportasi. Di sisi lain, kalau tidak boleh, kami meyakini bahwa yang menentukan boleh dan tidak boleh itu,
berhak atau tidak berhak itu bukan kami, tetapi pejabat pengelola anggaran atau barang. Sederhananya, kalau kami tidak boleh menerima tunjangan transportasi, mobil jabatan yang telah ditarik pun, tidak boleh ditarik,” jelas Amri.
Kondisi itulah, sampai sekarang yang membuat Amri masih merasa heran.
“Bahwa tidak ada rekomendasi dari pengawas internal yaitu Inspektorat maupun BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terhadap
proses pencairan tunjangan transportasi yang kami terima itu. Ini mohon maaf bagi kami, seperti terjadi pembiaran. Ini menjadi hal membuat kami merasa heran dengan kondisi ini,” kata Amri.
Selanjutnya, dia menunggu panggilan dari penyidik untuk mengetahui lebih jelas konstruksi perkara dugaan korupsi tunjangan transportasi tersebut.
“Mohon kiranya kita kedepankan asas praduga tidak bersalah dan saya pribadi akan menjalankan proses tersebut dengan sebaik-baiknya sesuai aturan hukum yang ada. Saya memandang sekali lagi, bahwa pastinya teman-teman penyidik dan pihak kejaksaan profesional dan objektif,” kata Amri.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua DPRD Babel periode 2014-2019 Deddy Yulianto mengatakan siap mengikuti proses hukum yang dilakukan penyidik Kejati Bangka Belitung.
“Kami menghormati apa yang dilakukan penyidik. Kami sebagai pimpinan, hanya menerima apa yang dikeluarkan oleh sekretariat (Sekretariat DPRD). Kemudian mobil dinas yang biasa dipakai, ditarik sekretariat dengan alasan mau dilelang. Ya, kita ikuti semua,” ungkap Deddy Yulianto, Jumat kemarin.
Deddy mengaku, setelah mobil dinas Toyota Fortuner dikembalikan ke sekretariat, dia mendapat tunjangan transportasi pimpinan DPRD Babel.
Menurutnya, tunjangan itu berdasarkan Pergub Babel Nomor 50 Tahun 2017, yang salah satu isinya mengatur tunjangan transportasi untuk pimpinan dan anggota DPRD Babel.
Sesuai pergub itu, Deddy sebagai wakil pimpinan dewan, mendapat tunjangan transportasi sebanyak Rp14.749.965 per bulan.
“Semua dibayarkan sama dengan penghasilan lain. Sebagai pimpinan, kami menerima fasilitas dan diatur oleh sekwan saat itu,” ujarnya.
Sama seperti Amri, Deddy juga mengaku baru sekali dipanggil penyidik Kejati Babel sebagai saksi.
Deddy membeberkan semua pimpinan juga mendapat tunjangan transportasi yang sama.
Dia juga menyinggung soal koleganya di DPRD Babel, yang menerima tunjangan perumahan padahal dapat fasilitas rumah dinas.
“Bahkan ada yang menerima tunjangan perumahan padahal ada rumah dinas,” ungkap Deddy.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Babel Hendra Apollo saat dimintai tanggapan atas status tersangka dirinya belum mau berkomentar.
Politisi Partai Golkar itu belum melayani konfirmasi harian ini.
Diberitakan sebelumya, Kejati Babel menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi tunjangan transportasi pada unsur pimpinan DPRD Babel tahun 2017-2021.
Pengumuman tersangka disampaikan Aspidsus Kejati Babel Ketut Winawa didampingi Kasidik Himawan dan Kasi A Bidang Intelejen Farid, di aula konferensi pers Kejati Babel, Kamis (8/9/2022) sore.
Menurut hasil penyidikan Pidsus Kejati Babel, perbuatan tersangka tersebut merugikan negara sebanyak Rp2,4 miliar.
Modus yang dilakukan tersangka, menerima uang tunjangan transportasi tetapi masih menggunakan mobil dinas. (Ara/S2/riu)