G30S PKI

Tak Banyak yang Tahu, Ternyata Pentolan PKI Ini Mati Secara Tragis karena Otaki Pembantaian

Tak banyak yang tahu ternyata pentolan PKI ini mati secara tragis setelah otaki pembataian Gerakan 30 September.

Penulis: Widodo |
Tribunwiki
Film Pengkhianatan G30S PKI 

BANGKAPOS.COM -- Tragedi pemberontakan 30 September 1965 atau dikenal dengan G30S PKI cukup membekas bagi bangsa Indonesia.

Peristiwa gerakan 30 September 1965 berlangsung selama dua hari.

Pada tanggal 30 September sebagai kegiatan koordinasi dan persiapan dan tanggal 1 Oktober 1965 dinihari kegiatan pelaksanaan penculikan dan pembunuhan.

Gerakan 30 September 1965 berada di bawah kendali Letkol. Untung dari Komando Balation I resimen Cakrabirawa
Letkol Untung lalu menunjuk Lettu Dul Arief menjadi ketua pelaksanaan penculikan.

Disanalah terjadi pembantaian dahysat kepada pahlawan tanah air.

Baca juga: Suami Lagi Asyik Selingkuh, Saat Ditelpon Istri Bilangnya Lagi di Mobil Ternyata Bareng Wanita Lain

Baca juga: Bacaan Surat Yasin 83 Ayat Termasuk Doa Setelah Membacanya, Latin dan Terjemahan Bahasa Indonesia

Baca juga: Lesti Kejora Jalani Visum Tadi Malam, Laporkan Rizky Billar atas Dugaan KDRT

Baca juga: Desa Huaxi Terkaya di China, Tiap Warganya Punya Tabungan Rp3,6 M dan Kemana-mana Naik Helikopter

Baca juga: Cerirta Lyodra Ginting Tentang Kisah Cintanya dengan Riza Syah, Luluh dengan Sikap Sang Kekasih

Terlepas dari itu, ternyata beberapa pentolan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi otak pembataian peristiwa G30S PKI mati secara tragis.

Semuanya ditembak mati bahkan tak ada pernghormatan jenazah.

Semuanya ditembus peluru dan beberapa tak diketahui kuburnya.

Dilansir Bangkapos.com di kanal YouTube Matahatipemuda yang diunggah pada 6 September 2020 lalu.

Mengenal sosok tokoh-tokoh pengkhianat dalam gerakan tersebut.

Mereka adalah Muso, Amir Syarifuddin, Dipa Nusantara Aidit, Muhammad Hatta Lukman, Njoto.

Tokoh-tokoh PKI ini diketahui kemudian mati dengan cara tragis sebagaimana pembantaian yang disebut-sebut telah mereka otaki dalam sejarah paling hitam di Indonesia.

Musso Munawwar

Negara Republik Soviet Indonesia yang diproklamirkan tokoh komunis Muso di Madiun tak berumur panjang.

Baca juga: Gadis Cantik Ini Sediakan Jasa Peluk Orang, Pasang Tarif Rp 1,5 Juta/Jam, Klien Pertama Pria Lansia

Baca juga: Outfit Luna Maya di Milan Fashion Week 2022, Harganya Tak Mahal Penampilannya Tetap Stylish

Baca juga: 5 Bacaan Doa Agar Terlihat Cantik dan Bercahaya, Aura Wajah Terpancar Setiap Hari

Baca juga: Mau Buktikan Pacar Selingkuh atau Tidak Melalui WA? Ini Cara Mudah Menyadap Kontak Whatsapp Si Dia

Baca juga: Pelajar Hendak Tawuran Dibuat Kicep dengan Aksi Emak-emak Berkaus Iwan Fals Bawa Sapu Ijuk

Negara yang didirikan tanggal 18 September 1948 itu langsung dihancurkan pasukan TNI yang menyerang dari Timur dan Barat.

Dalam waktu dua minggu, kekuatan bersenjata tentara Musso dihancurkan pasukan TNI.

Muso, Amir Syarifuddin dan pimpinan PKI Madiun melarikan diri.

Di tengah jalan, Amir dan Muso berbeda pendapat. Muso melanjutkan perjalanan hanya ditemani beberapa pengawal.

Tanggal 31 Oktober, pasukan TNI di bawah pimpinan Kapten Sumadi memergoki Muso di Purworejo.

Muso menolak menyerah dan melarikan diri.

Dia bersembunyi di sebuah kamar mandi.

Di sana dia terlibat baku tembak hingga tewas.

Beberapa sumber menyebutkan jenazah Muso kemudian dibawa ke alun-alun dan dibakar.

Baca juga: Roro Fitria Dikawal 5 Bodyguard Berbaju Hitam di Sidang Perdana Perceraian, Andre Irawan Tak Ditegur

Baca juga: Kasusnya Viral, Polwan Berulah di September 2022: Selingkuh hingga ada yang Bikin Pak RW Meninggal

Baca juga: 7 Rekomendasi Film Bertema Putus Cinta, Cocok Buat Kamu yang Lagi Susah Move On

Baca juga: 5 Negara Ini Tak Pernah Rasakan Waktu Malam atau Fenomena Midnight Sun, Apa Saja?

Baca juga: Lima Doa Agar Terlihat Cantik dan Bercahaya, Aura Wajah Terpancar Setiap Hari dan Doa saat Bercermin

Amir Syarifuddin

Amir Syarifuddin pernah menempati sejumlah posisi penting saat Indonesia baru merdeka.

Dia pernah menjadi Menteri Penerangan, Menteri Pertahanan, bahkan Perdama Menteri Republik Indonesia.

Tapi hasil perjanjian Renville memutar nasib Amir 180 derajat.

Saat itu Amir menjadi negosiator utama RI dalam perjanjian itu.

Isi perjanjian Renville memang tak menguntungkan RI. Belanda hanya mengakui Yogyakarta, Jawa Tengah dan Sumatera.

Maka Amir dikecam kiri-kanan. Kabinetnya jatuh.

Dia kemudian bergabung dengan Muso dalam Negara Republik Soviet Indonesia di Madiun tanggal 19 September 1948.

Saat pemberontakan Madiun dihancurkan TNI, Amir melarikan diri.

Dia akhirnya ditangkap TNI di hutan kawasan Purwodadi.

Tanggal 19 Desember 1948, bersamaan dengan Agresri Militer II, Amir ditembak mati bersama para pemberontak Madiun yang tertangkap. Eksekusi dilakukan dengan buru-buru.

Sebelum meninggal Amir menyanyikan lagu internationale, yang merupakan lagu komunis.

Amir juga sempat menyanyikan lagu Indonesia Raya. Peluru seorang polisi militer mengakhiri hidupnya.

Dipa Nusantara Aidit

Dipa Nusantara (DN) Aidit langsung melarikan diri dari Jakarta saat Gerakan 30 September 1965 gagal.

Aidit lari ke daerah basis PKI di Yogyakarta. Aidit lalu berkeliling ke Semarang dan Solo.

Dia masih sempat menemui beberapa pengurus PKI di daerah untuk melakukan koordinasi.

Tanggal 22 November 1965, Aidit ditangkap pasukan Brigade Infantri IV Kostrad di kampung dekat Stasiun Solo Balapan.

Aidit bersembunyi dalam sebuah ruangan yang ditutup lemari.

Kepada Komandan Brigif IV, Kolonel Jasir Hadibroto, Aidit minta dipertemukan dengan Soekarno.

Aidit mengaku sudah membuat pengakuan tertulis soal G30S. Dokumen itu rencananya akan diberikan pada Soekarno.

Tapi keinginan Aidit tak pernah terpenuhi. Keesokan harinya, Jasir dan pasukannya membawa Aidit ke sebuah sumur tua di belakang markas TNI di Boyolali.

Aidit berpidato berapi-api sebelum ditembak.

Berondongan AK-47 mengakhiri hidup Ketua Comite Central PKI itu.

Kuburan pasti Aidit tak diketahui hingga kini.

Muhammad Hatta Lukman

Muhammad Hatta Lukman, orang kedua di Partai Komunis Indonesia setelah Aidit.

Bersama Njoto dan Aidit, ketiganya dikenal sebagai triumvirat, atau tiga pemimpin PKI.

MH Lukman mengikuti ayahnya yang dibuang ke Digoel, Papua. Sejak kecil dia terbiasa hidup di tengah pergerakan.

Nama Muhammad Hatta diberikan karena Lukman sempat menjadi kesayangan Mohammad Hatta, proklamator RI.

Tapi seperti beberapa tokoh pemuda Menteng 31 pada tahun 1945, Lukman memilih komunis sebagai jalan hidup.

Setelah pemberontakan Madiun 1948, triumvirat ini langsung melejit, mengambil alih kepemimpinan PKI dari para komunis tua.

Di pemerintahan, Lukman sempat menjabat wakil ketua DPR-GR.

Tak banyak data mengenai kematian Lukman.

Saat itu beberapa hari setelah Gerakan 30 September gagal, Lukman diculik dan ditembak mati tentara.

Mayat maupun kuburannya tak diketahui.

Tokoh Politbiro Comite Central PKI Sudisman di pengadilan menyebut tragedi pembunuhan Aidit, Lukman dan Njoto, sebagai 'jalan mati'.

Karena ketiganya tak diadili dan langsung ditembak mati.

Njoto

Njoto merupakan Wakil Ketua II Comite Central PKI.

Orang ketiga saat PKI menggapai masa jayanya periode 1955 hingga 1965.

Njoto juga kesayangan Soekarno. Aidit sempat menganggap Njoto lebih Sukarnois daripada Komunis.

Njoto menjadi menteri kabinet Dwikora, mewakili PKI.

Dia salah satu orang yang dipercaya Soekarno untuk menulis pidato kenegaraan yang akan dibacakan Soekarno.

Njoto seniman, pemusik, dan politikus yang cerdas.

Menjelang tahun 1965, isu berhembus. Njoto diisukan berselingkuh dengan wanita Rusia.

Ini yang membuat Aidit memutuskan akan memecat Njoto. Menjelang G30S, Njoto sudah tak lagi diajak rapat pimpinan tinggi PKI.

Kematian Njoto pun simpang siur. Kabarnya tanggal 16 Desember 1965, Njoto pulang mengikuti sidang kabinet di Istana Negara.

(Bangkapos.com/Widodo)

Sumber: bangkapos.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved