Berita Pangkalpinang
Pertahankan Provinsi Layak Anak, Pemprov Babel Terus Tekan Angka Pernikahan Dini
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bangka Belitung (Babel) terus berusaha untuk mempertahankan Predikat provinsi Layak Anak.
Penulis: Cici Nasya Nita |
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bangka Belitung (Babel) terus berusaha untuk mempertahankan Predikat provinsi Layak Anak.
Dalam hal ini beberapa kasus kekerasan anak mesti diantisipasi bahkan angka pernikahan dini juga menjadi sorotan pemerintah untuk ditangani.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Kependudukan Pencatatan Sipil dan Pengandalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Bangka Belitung (Babel), Asyraf Suryadin mengatakan pemerintah provinsi sudah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka pernikahan dini.
Berdasarkan data, angka pernikahan dini pada tahun 2021 sebesar 14,05 persen, menurun bila dibandingkan tahun 2020 sebesar 18,76 persen.
Angka pernikahan dini pada tahun 2021 ini tertinggi nomor lima secara nasional, maka ini menjadi perhatian pemerintah provinsi.
"Kami berusaha semaksimal mungkin melakukan sosialisasi soal kekerasan seksual dan juga pernikahan anak di usia dini. Banyak hal yang kita lakukan untuk mempertahankan provinsi layak anak, indikator sudah dipenuhi kabupaten, banyak hal yang harus dibenah," ujar Asyraf, Rabu (2/11/2022).
Lebih lanjut, dia menekankan bahwa kasus pernikahan dini akan berakibat kepada angka stunting yang juga menjadi indikator predikat daerah layak anak.
"Jadi kalau satu kabupaten turun statusnya maka provinsi layak anak sudah gugur, maka itu usaha bersama. Pernikahan dini cukup banyak tetapi kita melakukan banyak hal seperti melihat pola-pola yang dilakukan setiap desa terhadap pernikahan dini.
Misalnya salah satu desa di Payung, kalau pernikahan anak, mereka tidak mau memberi fasilitas desa tidak boleh dipakai, itu dalam usaha untuk menekan," katanya.
Sebelumnya, Kepala Perwakilan BKKBN Bangka Belitung, Fazar Supriadi Sentosa menyebutkan pihaknya terus berupaya untuk menekan angka pernikahan dini lewat PIK Remaja di sekolah dan program program PKBR (Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja).
"Kita gencarkan agar anak-anak sekolah agar mereka tidak kepikiran mau nikah cepat, kita koordinasikan dengan dinas pendidikan untuk mengiatkan program ini, sebisa mungkin anak-anak itu harus sekolah," kata Fazar.
Pernikahan dini ini harus ditekan, sebab dapat berpengaruh besar terhadap angka stunting (kekurangan gizi pada anak) dan kualitas sumber daya manusia (SDM).
"Kemungkinan anak yang dilahirkan dari ibu yang usia dibawah umur 20 tahun itu 20 persen stunting anaknya. Kita menghimbau usia matang untuk menikah, sudah dewasa secara fisik dan mental yakni pria berusia 25 tahun dan wanita 21 tahun," kata Fazar.
Sementara yang paling dikhawatirkan bila usia wanita menikah masih muda, sebab melahirkan dikarenakan usia untuk bereproduksi belum matang dapat meningkatkan angka kematian bagi ibu.
"Sebelum menikah, sarannya selain sudah dewasa dari segi usia, dia harus bekerja terlebih dulu, harus dapat sertifikat dari BKKBN, ada konselor kita yang bagian calon pengantin, akan memberikan pembinaan dan sosialisasi. Jadi pengetahuan ada dalam berbagai hal seperti pengasuhan anak jadi anak yang dihasilkan pun berkualitas," saran Fazar. (Bangkapos.com/Cici Nasya Nita)
