Tribunners
Optimalisasi Nilai Indikator Deviasi Halaman III DIPA dalam IKPA
Sejak reformasi pengelolaan keuangan tahun 2003, sistem penganggaran di Indonesia menggunakan sistem penganggaran berbasis kinerja
Oleh: Edy Suprianto, S.E., M.Ak. - Pegawai Kanwil DJPb Provinsi Bangka Belitung
MENTERI Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) melaksanakan fungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah yang terbatas secara efisien. Fungsi perbendaharaan tersebut meliputi perencanaan kas yang baik, pencegahan agar jangan sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan (Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004).
Berkaitan dengan perencanaan kas, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran bertanggung jawab atas penyusunan Rencana Penarikan Dana (RPD). Tanggung jawab penyusunan RPD tersebut dilaksanakan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) masing-masing satker. RPD yang disusun setiap satuan kerja tercermin dalam halaman III DIPA. Data RPD dalam halaman III DIPA tersebut digunakan oleh BUN untuk melakukan penyediaan kas setiap bulannya. Keakuratan data RPD halaman III DIPA sangat diperlukan agar BUN dapat menyediakan kas yang diperlukan dengan tepat sehingga tidak terjadi kekurangan ataupun kas yang idle pada perbankan.
Oleh karena pentingnya peran RPD dalam pengelolaan kas, maka Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) membuat suatu indikator untuk menilai akurasi data RPD halaman III DIPA dibandingkan dengan realisasi anggarannya setiap bulan. Indikator tersebut adalah deviasi halaman III DIPA yang merupakan salah satu dari indikator dalam Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA). Nilai IKPA dijadikan suatu ukuran nilai kinerja pelaksanaan anggaran yang berlaku secara nasional untuk kementerian/lembaga, eselon I, dan satker.
Berdasarkan hasil monitoring nilai IKPA sampai dengan triwulan III tahun 2022 pada seluruh satuan kerja lingkup Kanwil DJPb Provinsi Bangka Belitung, diperoleh data bahwa nilai indikator deviasi halaman III DIPA adalah yang paling rendah dibandingkan dengan nilai indikator lainnya. Terdapat beberapa hal yang penulis duga menyebabkan rendahnya nilai indikator deviasi halaman III DIPA ini, yaitu:
* RPD pada halaman III DIPA satker dibuat tidak akurat.
* Satker tidak melakukan revisi halaman III DIPA setiap awal triwulan.
* Satker dalam melaksanakan kegiatan tidak berpedoman pada rencana kegiatan yang telah dibuat sehingga berpengaruh terhadap waktu pencairan anggarannya.
* Satker dimungkinkan untuk melakukan pencairan anggaran melebihi RPD yang telah dibuat.
Strategi Optimalisasi Nilai Indikator Deviasi Halaman III DIPA
Langkah-langkah yang dapat dilakukan satker dalam rangka mengoptimalkan nilai indikator deviasi halaman III DIPA adalah:
* Melakukan pemutakhiran rencana kegiatan setiap triwulan.
Sejak reformasi pengelolaan keuangan tahun 2003, sistem penganggaran di Indonesia menggunakan sistem penganggaran berbasis kinerja. Penerapan penganggaran berbasis kinerja mengharuskan menteri/pimpinan lembaga menyusun rencana kerja dan anggaran berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai (output dan/atau outcome). Prestasi kerja tersebut akan tercapai manakala dilakukan aktivitas/kegiatan yang terkait.
Sementara itu, dalam melakukan aktivitas/kegiatan tersebut diperlukan beberapa sumber daya, salah satunya adalah anggaran/dana. Sebagai contoh, untuk menghasilkan output berupa laporan keuangan, diperlukan kegiatan berupa sosialisasi, koordinasi dan rapat yang memerlukan biaya. Konsep inilah yang dipakai dalam penyusunan anggaran dalam pendekatan penganggaran berbasis kinerja. Dengan demikian, anggaran pada setiap kementerian negara/lembaga dan satker yang tertuang dalam DIPA dan RKA-K/L telah tercantum output/outcome, kegiatan/aktivitas yang akan dilakukan, serta anggaran yang dibutuhkan.
Jadi, kegiatan yang akan dilakukan satker dalam mencapai output telah direncanakan pada saat proses penyusunan anggaran. Yang menjadi permasalahan adalah proses penyusunan anggaran untuk tahun tertentu (t) dilakukan setahun sebelum tahun anggaran tersebut berjalan (t-1). Dengan demikian, timeframe atau jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut bisa saja berubah pada tahun berjalan. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa perlunya dilakukan pemutakhiran rencana kegiatan terutama terkait kapan kegiatan tersebut akan dilaksanakan. Pemutakhiran rencana kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan:
1. PPK mengidentifikasi dan mengklasifikasi jenis kegiatan.
Pejabat pembuat komitmen (PPK) melakukan identifikasi dan klasifikasi jenis kegiatan. Apakah kegiatan tersebut kontraktual ataukah kegiatan rutin/operasional. Identifikasi juga dilakukan terhadap penanggung jawab kegiatan. Apakah kegiatan tersebut merupakan tanggung jawab pejabat pengadaan barang/jasa ataukah bagian teknis pada satker tersebut.
2. Koordinasi antarelemen dalam satker.
Setelah dilakukan identifikasi dan klasifikasi pada setiap kegiatan, PPK dapat menginisiasi sebuah rapat sebagai wadah koordinasi antarelemen atau bagian dalam satker tersebut. Dalam koordinasi tersebut disampaikan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai output yang telah ditetapkan dalam DIPA serta penanggung jawab setiap kegiatan tersebut. Setiap penanggung jawab kegiatan diminta untuk merencanakan kegiatan yang akan dilakukan minimal dalam kurun waktu satu triwulan yang akan datang.
3. Membuat proposal kegiatan.
Rencana kegiatan yang dibuat oleh setiap penanggung jawab kegiatan dituangkan dalam proposal kegiatan dan disampaikan kepada PPK. Proposal kegiatan tersebut minimal berisikan informasi mengenai jadwal tanggal pelaksanaan kegiatan serta jumlah anggaran yang diperlukan.
4. Updating RPD pada halaman III DIPA.
Berdasarkan proposal kegiatan dari setiap penanggung jawab kegiatan, PPK melakukan updating atau pembaruan RPD pada halaman III DIPA. Hal yang sangat penting dan harus diperhatikan dalam melakukan updating halaman III DIPA adalah penentuan pada bulan apa pencairan anggaran kegiatan tertentu akan dilakukan. Waktu pelaksanaan kegiatan belum tentu sama dengan waktu pencairan anggarannya. Contoh, kegiatan perjalanan dinas yang dilakukan pada tanggal 27 Februari belum tentu pencairan anggarannya (pengajuan SPM ke KPPN) dilakukan pada bulan Februari. Besar kemungkinan pencairan anggaran biaya perjalanan dinas tersebut akan dilakukan pada bulan Maret. Oleh karena itu, PPK harus teliti dan berhati-hati dalam menentukan pada bulan apa setiap kegiatan tersebut akan dilakukan pencairan anggarannya.
* Melakukan revisi halaman III DIPA setiap triwulan.
Setelah RPD pada halaman III DIPA selesai diperbarui, RPD tersebut disampaikan kepada KPA untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya dilakukan pengajuan revisi DIPA ke Kanwil Ditjen Perbendaharaan setempat. Revisi khusus halaman III DIPA dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan yaitu paling lambat pada hari kerja kesepuluh setiap awal triwulan. Kecuali untuk triwulan I yaitu paling lambat hari kerja kesepuluh pada bulan Februari.
* Komitmen melaksanakan kegiatan sesuai perencanaan.
Perencanaan dibuat untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan. Begitu juga dengan rencana kegiatan dan RPD yang telah dibuat. Rencana kegiatan dan RPD yang telah dibuat harus dijadikan sebagai pedoman/acuan waktu pelaksanaan kegiatan dan pencairan anggarannya.