Arti Masya Allah Tabarakallah Beserta Waktu yang Tepat untuk Menggunakannya

Ucapan ini kerap muncul atau diungkapkan banya orang ketika melihat atau mengetahui sesuatu yang menakjubkan, menyejukkan, atau menyenangkan

muslimobsession.com
Ilustrasi Berdoa dan Berdzikir di Malam Lailatul Qadar (muslimobsession.com) 

BANGKAPOS.COM - Ucapan Masya Allah Tabarakallah belakangan begitu populer diucapkan di masyarakat, terutama kaum muslim.

Upan ini adalah ucapan dari Bahasa Arab yang memang banyak dipakai di negara Indonesia.

Mungkin Anda juga sudah tak asing lagi dan sering melontarkan ucapan ini.

Ucapan ini kerap muncul atau diungkapkan banya orang ketika melihat atau mengetahui sesuatu yang menakjubkan, menyejukkan, atau menyenangkan.

Namun, mungkin ada juga banyak masyarakat yang belum mengetahui apa itu arti Masyallah Tabarakallah beserta kapan cara penggunaan yang tepat.

Baca juga: Bacaan Doa Penghapus Dosa Lengkap dengan Artinya, Termasuk Doa Taubat

Baca juga: Doa Mustajab Jumat Sore, Baik Dibaca Setelah Ashar, Lengkap Tulisan Arab, Latin dan Artinya

Ucapan Masya Allah Tabarakallah terdiri dari dua kata, yaitu Masya Allah dan Tabarakallah.

Secara bahasa, ucapan Masya Allah Tabarakallah diartikan sebagai inilah yang dikehendaki oleh Allah, semoga Allah memberkahimu.

Kapan penggunaan kalimat ini secara tepat?

Ungkapan ini biasa diucapkan ketika seseorang melihat sesuatu yang indah, misalnya keindahan alam, atau perbuatan baik yang dilakukan sesama manusia.

Ucapan itu juga bisa disampaikan ketika melihat sesama muslim yang memiliki kecerdasan, paras indah, berlimpah harta benda dan lain sebagainya. 

Kalimat ini digunakan seorang muslim saat melihat, merasakan atau mendengar sesuatu yang menakjubkan.

Hukum mengucapkaan Masya Allah Tabarakallah

Melansir dari Muslim.or.id, hukum mengucapkan Masya Allah Tabarakallah dijelaskan oleh Asy Syaikh Abdurrahim bin Abdillah As Suhaim, da’i dari Kementerian Agama Saudi Arabia.

Syaikh menjelaskan jika perkataan “Masyaallah Tabarakallah" memiliki landasan dari As Sunnah.

Hal itu sesuai dengan apa yang disampaikan abi Shallallahu’alaihi Wasallam kepada Amir bin Rabi’ah radhiallahu’anhu: “Mengapa engkau tidak mendoakan keberkahan ketika melihat hal menakjubkanmu?” (HR. Ahmad).

Dalam riwayat An Nasa-i dalam Al Kubra menggunakan lafadz: “mengapa engkau tidak mendoakan keberkahan? Karena ‘ain itu benar adanya“

Oleh karena itu, ucapan Masya Allah Tabarakallah disyariatkan ketika seseorang melihat hal yang menakjubkan pada diri orang lain.

Anda juga dapat menyebutkan dzikir yang umum untuk menghindarkan diri dari penyakit hati.

Diketahui Masyaallah adalah kalimat thayyibah (kalimat baik) yang sering diucapkan oleh seorang muslim ketika merasa takjub terhadap suatu hal.

Melansir dari buku Akidah Akhlak oleh Ahmad Kusaeri, mengucapkan masya Allah ketika merasa takjub bermakna bahwa muslim tersebut telah mengagungkan Allah Swt. sebagai Tuhan yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu.

Walaupun kalimat itu sering diucapkan atau didengar, namun masih banyak yang memperdebatkan bagaimana tulisan masya Allah yang benar.

Pasalnya ada yang menulis Masya Allah atau Masha Allah

Lantas yang mana yang benar?

Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Agama (Menag) dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia Nomor 158 Tahun 1987 Nomor 0543b/U/198.

Pembakuan pedoman ini disusun sedemikian rupa agar mudah digunakan oleh masyarakat Indonesia.

Dengan demikian, penulisan kata yang tepat adalah Masya Allah bukan Masha Allah.

Hal ini juga sesuai dengan penulisan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi daring yang menetapkan Masya Allah sebagai kata baku.

Bentuk bahasa Arab dari kata Masha Allah atau Masya Allah adalah مَا شَاء اللَّهُ yang menggunakan huruf hijaiyah syin.

Apabila dilihat dari ketentuan transliterasi dari Kemenag dan Kemendikbud, huruf hijaiyah syin ditulis menjadi sy dalam bentuk latinnya.

Namun apabila ingin lebih sempurna, maka kita bisa menulis “maa syaa Allah” (ما شاء الله) sebagaimana diterangkan dalam buku Tafsir Al Quranul Karim Surat Al Kahfi karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al’ Utsaimin (1998).

(Bangkapos.com/Vigestha Repit)

Sumber: bangkapos.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved