Ramadan 2023
Mutiara Ramadhan: Quo Vadis Puasa Ramadan, Cara Mukmin Meraih Derajat Takwa
Orang-orang yang bertakwa adalah mengerjakan apa yang diperintah oleh Allah dengan sepenuh hati dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya.
Penulis: Cici Nasya Nita | Editor: khamelia
Pimpinan Ponpes Hidayatussalikin Pangkalpinang, KH Ahmad Ja’far Shidiq M.Pd
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Ramadan adalah bulan yang sangat istimewa, karena Allah secara langsung mewajibkan kepada orang-orang beriman untuk menjalankan puasa seperti orang-orang terdahulu agar mencapai derajat manusia bertakwa.
Secara terminologi, takwa sendiri adalah tingkatan yang paling istimewa dan telah berada pada tahapan yang paling tertinggi bagi seorang hamba Allah.
Secara eksplisit, derajat manusia dalam perspektif Al-Qur’an terbagi menjadi lima tingkatan, yaitu muslim, mukmin, muhsin, mukhlis, dan mukmin.
Senada dengan hal tersebut, Nandang (2017) menegaskan bahwa tingkatan pertama yaitu muslim dilakukan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai bukti sumpah terhadap Allah dan Rasulullah Muhammad saw.
Tingkatan yang kedua adalah mukmin, adalah orang mengatakan keimanan dengan lidah, diyakini dengan hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan anggota badan.
Selanjutnya adalah tingkatan ketiga di mana seseorang selalu merasakan kehadiran Allah dalam setiap kehidupannya, ia merasa melihat Allah dan Dia selalu melihatnya, tingkatan ini disebut mukhsin.
Tingkatan keempat yaitu mukhlis, mereka termasuk orang-orang yang ikhlas melakukan segala sesuatu semata-mata hanya mengharap rida Allah SWT. Sedangkan tingkatan terakhir adalah muttaqin, yaitu orang yang bertakwa.
Orang-orang yang bertakwa adalah mengerjakan apa yang diperintah oleh Allah dengan sepenuh hati dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya.
Keistimewaan orang bertakwa sejatinya tercandrakan dalam sempalan surah Al-Hujurat ayat 13: “..Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu...”. Ayat ini mengajarkan bahwa takwa adalah nilai hidup yang tertinggi.
Takwa adalah kebajikan yang hakiki dan bekal hidup yang terbaik. Dalam hal ini puasa adalah perisai dan benteng yang kuat dari api neraka, karena puasa adalah menahan.
Ibadah puasa yang kita jalankan adalah sebagai proses untuk meningkatkan kualitas iman menjadi takwa serta berserah diri pada Allah SWT. Keimanan hanya akan diperoleh dengan pencarian, pemahaman sehingga akan menghasilkan keyakinan.
Allah SWT menjanjikan orang yang bertakwa masuk surga. Ini adalah tujuan akhir dari orang yang takwa merupakan buah yang termanis dari segala bentuk amalannya.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Ali Imran ayat 133-134: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Sekaitan dengan ayat di atas, Hamka (1983) menegaskan bahwa tingkatan takwa bagi orang mukmin terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama, mereka pemurah, baik dalam waktu senang atau dalam waktu susah.
Artinya kaya atau miskin berjiwa dermawan, naik setingkat lagi yaitu pandai menahan amarah. Tetapi bukan tidak ada marah, karena orang yang tidak ada rasa marahnya melihat yang salah, adalah orang yang tidak berperasaan.
Yang dikehendaki di sini ialah kesanggupan mengendalikan diri ketika marah. Ini adalah tingkat dasar. Kemudian naik setingkat lagi, yaitu memberi maaf.
Kemudian naik ke tingkat yang di atas sekali, menahan marah, memberi maaf yang diiringi berbuat baik, khususnya kepada orang yang nyaris dimarahi dan dimaafkan itu.
Oleh karena itu, sejatinya tujuan akhir berpuasa di bulan ramadan adalah supaya menjadi orang bertakwa. Namun, secara faktual, masih banyak di antara kita yang belum menghayati dan mengamalkan makna puasa.
Mereka berperilaku tidak sesuai dengan petunjuk dan pedoman yang harus ditaati dalam syariat Islam. Akhirnya, mereka pun hanya memperoleh rasa haus dan lapar saja dan belum bisa dikategorikan sebagai golongan muttaqin secara paripurna.
Padahal, Daradjat (2000) menandaskan bahwa orang yang melakukan puasa dengan syarat dan rukunnya serta berperilaku sesuai dengan syariat Islam, maka ia akan mendapatkan manfaat berupa kesehatan secara jasmani dan bertambahnya tingkat ketakwaannya kepada Allah SWT.
Lebih lanjut, dalam meraih derajat takwa khususnya di bulan ramadan, seseorang tidak hanya berpuasa dan meninggalkan hal-hal yang membatalkannya saja, melainkan ia mesti melengkapi dengan amalan-amalan ibadah yang lain seperti: memperbanyak sedekah, ibadah malam (qiyam al-lail), membaca Al-Qur’an, dan lain-lain.
Secara absolut, amalan ibadah tersebut seyogianya dilakukan semata-mata hanya mengharap rida Allah SWT.
Bangkapos.com/Cici Nasya Nita
| Jangan Lupa, Ini Niat Sholat Idul Fitri Lengkap Tata Cara dan Doanya |
|
|---|
| Ustaz Aidil Beri Tausiyah Acara Buka Puasa Bersama Karyawan Bangka Pos Group |
|
|---|
| Melatih Kesabaran Saat Berpuasa Mendapatkan Pahala, Berikut Ini Penjelasan Ustaz |
|
|---|
| Ustaz Aidil Putra Dzulkarnain Sampaikan Adab Ketika Membaca Al Quran, Bagian I |
|
|---|
| Bagaimana Hukum Sikat Gigi ketika Puasa, Simak Penjelasan Ustadz Ali Agustian Bahri |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/20220412-kh-a-jafar-shidiq.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.