Berita Pangkalpinang

DP3ACSKB Babel Sebut Hamil di Luar Nikah Termasuk Kekerasan Terhadap Anak

Asyraf mengatakan, meskipun menikah di umur 19 tahun diharapkan pengantin yang masih belia tersebut dapat menunda kehamilan sampai berumur 21 tahun

Penulis: Sepri Sumartono | Editor: khamelia
Bangkapos.com/Akhmad Rifqi Ramadhani
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan Pencatatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Babel, Asyraf Suryadin. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Kependudukan Pencatatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Bangka Belitung, Asyraf Suryadin merasa perihatin terhadap fenomena anak-anak di bawah umur 19 tahun yang hamil di luar nikah.

Asyraf mengatakan, meskipun menikah di umur 19 tahun diharapkan pengantin yang masih belia tersebut dapat menunda kehamilan sampai berumur 21 tahun ke atas atau memperpanjang masa bulan madu.

Tapi, dari sisi hak pernikahan tidak ada masalah dalam artian pihak pengadilan agama tidak perlu mengeluarkan dispensasi jika calon pengantin sudah berumur 19 tahun.

"Tapi kalau di bawah itu mau tidak mau harus dispensasi, itu pun kebanyakan mereka kadang-kadang dispensasi itu karena sudah ada insiden atau hamil duluan," kata Asyraf, Kamis (27/4/2023).

Biasanya, kasus hamil di luar nikah kalau pun dapat diselesaikan dengan pernikahan kebanyakan ialah pernikahan sirih.

Permasalahan pada pernikahan sirih ialah nantinya pihak perempuan yang merasa dirugikan karena tidak mempunyai akta nikah dan ketika anaknya lahir akan terkendala pada proses pembuatan akta kelahiran.

"Akta kelahiran secara sah ada, tapi tidak begitu sempurna karena di situ hanya menggunakan bin ibu, kalau sempurna pernikahan resmi, melalui proses negara, dia bisa akta kelahiran mencantumkan nama bapak dan ibu," katanya.

Menghadapi fenomena ini, pendidikan keluarga menjadi solusi yang paling utama untuk melakukan pencegahan.

Karena itu, Asyraf mengaku sedang gencar-gencarnya bersama pihak-pihak terkait untuk melakukan edukasi kepada masyarakat yang telah dimulai sebelum lebaran Idul Fitri lalu.

Menurutnya, pernikahan di usia anak itu sebenarnya berdampak pada beban psikologis yang tinggi sekali yang ujung-ujungnya akan berakhir putus sekolah.

"Maka kami anjurkan kalau anak itu putus sekolah, kami berharap agar orang tua memahami, karena kalau sekolah formal kadang-kadang tidak menerima mereka kan, tapi kami berharap bisa sekolah di paket B, atau C, agar mereka tidak jatuh tertimpa tangga," ujarnya.

"Ya sebenarnya aturannya memang begitu, dikeluarkan dari sekolah, tapi harus ada solusi, makanya nanti kalau mereka sudah hamil selesaikan dulu sampai melahirkan, tetapi harus diberi agar anak terus bersekolah, tapi di paket B atau C," lanjutnya.

Maka dari itu peran orang tua, sekolah dan masyarakat harus betul-betul ditingkatkan kualitasnya.

Jika semua pihak dan masyarakat kompak, mudah-mudahan anak atau keluarga akan saling menjaga.

Namun, terkadang sulit karena ada beberapa orang tua yang memiliki sikap ketidakpedulian terhadap anaknya.

Sumber: bangkapos.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved