SBY Wanti-wanti Bisa Picu Chaos Politik, Denny Indrayana Ungkap MK Bakal Putuskan Coblos Partai

Untuk menghindari situasi chaos tersebut, SBY menyarankan untuk pemilu 2024 tetap menggunakan Sistem Proporsional Terbuka.

Editor: khamelia
bangkapos.com
Bangkapos hari ini 

BANGKAPOS.COM -- Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana, mengaku mendapat info nantinya Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup atau kembali memilih tanda gambar partai saja.

"Jadi putusan kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan
6 berbanding 3 dissenting," kata Denny Indrayana dalam keterangan tertulis yang disiarkan via media sosial pribadinya, Minggu (28/5). 

Klaim Denny ini langsung mendapat tanggapan dari sejumlah tokoh partai politik, di antaranya Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurut SBY, hal itu akan menimbulkan chaos atau kekacauan politik.

“Jika yang disampaikan Prof Denny Indrayana “reliable”, bahwa MK akan menetapkan Sistem Proporsional
Tertutup, dan bukan Sistem Proporsional Terbuka seperti yang berlaku saat ini, maka
hal ini akan menjadi isu besar dalam dunia politik di Indonesia,” tulis SBY lewat akun Twitter pribadinya @
SBYudhoyono, Minggu, 28 Mei 2023.

Terkait perubahan sistem pemilu, menurut SBY, ada tiga pertanyaan besar yang menjadi perhatian publik,
mayoritas parpol, dan pemerhati pemilu. 

“Pertanyaan pertama kepada MK, apakah ada kegentingan dan kedaruratan sehingga sistem pemilu
diganti ketika proses pemilu sudah dimulai? Ingat, DCS (daftar caleg sementara) baru saja diserahkan kpd
KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan chaos politik,” lanjut SBY.

“Pertanyaan kedua kepada MK, benarkah UU Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi?
Sesuai konstitusi, domain dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, dan bukan menetapkan UU mana yang paling tepat. Sistem Pemilu Tertutup atau Terbuka?” sambungnya lagi.

Menurut SBY, jika MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa Sistem Pemilu Terbuka bertentangan
dengan konstitusi sehingga diganti menjadi Tertutup, mayoritas rakyat akan sulit menerimanya.

“Ketiga, sesungguhnya penetapan UU tentang sistem pemilu berada di tangan presiden dan DPR, bukan
di tangan MK. Mestinya presiden dan DPR punya suara tentang hal ini. Mayoritas partai politik telah
sampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup. Ini mesti didengar,” kata SBY

SBY menjelaskan, dalam menyusun DCS, Parpol dan Caleg berasumsi sistem pemilu tidak diubah atau
tetap menggunakan sistem terbuka.

Perubahan di tengah jalan oleh MK, bisa menimbulkan persoalan serius, terutama KPU dan Parpol harus siap kelola krisis akibat perubahan tersebut.

Untuk menghindari situasi chaos tersebut, SBY menyarankan untuk pemilu 2024 tetap menggunakan Sistem Proporsional Terbuka.

Lalu setelah pemilu 2024, presiden dan DPR duduk bersama untuk menelaah sistem pemilu yang berlaku,
untuk kemungkinan disempurnakan menjadi sistem yang lebih baik dengan mendengarkan suara rakyat.
Menguras energi Respom serupa juga dilontarkan Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia.

Menurutnya, Partai Golkar tetap pada sikapnya yakni pemilu dilaksanakan dengan sistem yang sebelumnya sudah dilakukan yakni proporsional terbuka.

"Kalau Golkar posisinya sudah jelas kami meminta kepada sembilan hakim konstitusi bersama dengan
delapan partai politik yang lain itu dari beberapa bulan lalu sudah menegaskan sikap kami bahwa sebaiknya Pemilu 2024 ini tetap menggunakan pemilu yang ada," kata Doli ditemui di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat.

Doli melanjutkan karena kita sudah memulai tahapan itu pada tanggal 14 Juni. Dan tahapan itu sekarang
semakin maju. Semua orang atau partai telah mendaftarkan Bakal Calon Anggota Legislatif di semua tingkatan.

"Oleh karena itu kita berharap sembilan hakim konstitusi itu tetap konsisten terhadap putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2008. Yang menegaskan sistem yang digunakan adalah sistem proposional terbuka," kata Doli.

Ia mengungkapkan kalaupun nanti ada perubahan sebaiknya dilakukan sebelum tahapan pemilu dilaksanakan atau sesudah pemilu selesai. 

"Jadi menurut saya kalau nanti ditetapkan berbeda dengan yang sekarang ini akan menguras energi lagi,"
tegasnya.

Artinya kata Doli partaipartai yang sudah mengusulkan Bacaleg ini jadi terbuang.

"Oleh karena itu kami percaya bahwa hakim konstitusi itu akan melihat realitas tahapan pemilu yang sudah dilakukan," tutupnya.

Sebelumnya Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana membocorkan informasi pribadi yang diterima dirinya soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilu Legislatif. Denny menyebut, dirinya mendapatkan informasi kalau MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup atau coblos partai.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem
proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindrayana99, dikutip Minggu (28/5).

Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam
menjatuhkan putusan antara hakim MK.

Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim. Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang
dia terima itu kredibel.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi,"
ucap Denny.

Jika memang pada putusan nantinya MK mengabulkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka
kata dia sistem pemilu di Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba).

"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.

Uji materil materiil

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi telah rampung menggelar sidang Uji Materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem proporsional terbuka pada Selasa (23/5). Sidang dengan materi perkara nomor 114/PUU-XX/2022 tuntas dilaksanakan setelah mengagendakan keterangan pihak
terkait Partai Nasdem dan Partai Garuda.

“Hari ini akan menjadi sidang terakhir,” ucap Wakil Ketua MK Saldi Isra di persidangan.

Dengan demikian, maka pihak terkait sudah tidak bisa lagi mengajukan saksi ahli untuk memberikan
keterangan. 

Sebab MK telah menetapkan batas pengajuan ahli tersebut pada 18 April 2023 lalu.

Ia menambahkan jikapun ada permohonan keberatan dari pemohon, maka itu disampaikan dalam kesimpulan.

“Jadi ini perlu penegasan-penegasan terutama yang memungkinkan penambahan waktu, karena
kita akan segera menyelesaikan permohonan ini,” katanya.

Sementara itu, Ketua MK Anwar Usman mengatakan bahwa setelah persidangan, maka agenda selanjutnya adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak terkait.

Penyerahan tersebut diserahkan paling lambat 7 hari kerja usai sidang terakhir ini digelar.

Setelah tahapan tersebut selesai, Mahkamah akan menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH)
untuk menentukan waktu menggelar sidang putusan sistem pemilu.

“Acara selanjutnya atau agenda selanjutnya adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak,
termasuk pihak terkait. Penyerahan kesimpulan paling lambat hari Rabu 31 Mei 2023 jam 11.00 WIB,” kata
Anwar Usman.

Namun demikian, hingga sidang selesai dan ditutup pada sekira pukul 12.36 WIB, MK belum menyatakan
kapan sidang putusan gugatan sistem pemilu ini akan dilaksanakan.

Dihubungi terpisah kemarin Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono mengaku belum
mengetahui kabar bahwa sidang uji materi UU Pemilu sudah diputuskan dengan dissenting opinion. "Saya belum tahu," ujarnya. (Tribun Network)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved