Berita Belitung
KPK Sebut ada 17 Gratifikasi yang Dibolehkan Undang-Undang, Apa Saja?
KPK melakukan sosialisasi tentang Graifikasi dimana terdapat 17 jenis gratifikasi yang tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak wajib dilaporkan.
Penulis: M Zulkodri CC | Editor: Evan Saputra
BANGKAPOS.COM--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan sosialisasi terkait jenis gratifikasi yang diperbolehkan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pejabat.
Analis Pemberantasan Tipikor KPK, Anjas Prasetiyo, menjelaskan bahwa KPK tidak bertujuan untuk memberantas semua bentuk gratifikasi, melainkan lebih kepada mengendalikan dan memberikan pemahaman kepada ASN dan pejabat terkait mana jenis gratifikasi yang boleh diterima dan mana yang dilarang.
Dalam sosialisasi yang digelar di Gedung Serba Guna, Kabupaten Belitung, Anjas Prasetiyo memaparkan bahwa Undang-Undang Tipikor Nomor 20 Tahun 2001 melarang ASN dan pejabat menerima gratifikasi yang dapat mengganggu independensi dan mengutamakan kepentingan pemberi gratifikasi.
"Jadi pengendalian gratifikasi tidak untuk memberantas tapi lebih kepada mengendalikan. Kami ingin para ASN dan pejabat di sini paham mana yang boleh, mana yang tidak boleh," ujar Anjas Prasetiyo saat ditemui usai kegiatan pada Rabu (23/8/2023).
Namun, terdapat 17 jenis gratifikasi yang tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak wajib dilaporkan.
Anjas menjelaskan bahwa pada intinya gratifikasi tidak boleh diberikan atas nama perorangan dalam satu instansi.
Sebagai contoh, seorang kepala sekolah dilarang menerima gratifikasi, tetapi sekolah dapat menerima bantuan untuk pembangunan peningkatan sarana prasarana yang berdampak pada peningkatan prestasi siswa.
"Mereka harus pilah-pilah, mereka harus berani menolak dan mendidik masyarakat. Memang ketika menolak itu dianggap tidak sopan dan menghina tapi kita harus pintar mendidik mereka," katanya.

Anjas menambahkan bahwa praktik gratifikasi kerap dilakukan oleh penerima layanan atas jasa yang telah diberikan oleh ASN atau pejabat. Hal ini seharusnya tidak diperbolehkan karena ASN memiliki tugas melayani masyarakat.
Selain itu, pihak ketiga atau rekanan yang terlibat dalam proyek pengadaan fasilitas fisik juga tidak boleh memberikan gratifikasi saat proyek berlangsung.
Namun, Anjas juga menjelaskan bahwa vendor masih dapat memberikan gratifikasi dalam batasan tertentu, seperti saat diundang ke acara hajatan dengan batas maksimal satu juta.
"Tapi vendor bisa ngasih gratifikasi misalnya saat diundang hajatan. Itu boleh kok tapi batasannya satu vendor boleh ngasih maksimal satu juta," ungkapnya.
KPK berharap agar para ASN dan pejabat di Pemda Belitung mulai menerapkan penolakan terhadap gratifikasi.
Anjas menekankan bahwa hal ini dapat dimulai dengan perubahan mindset dan tidak mencurigai seseorang tanpa bukti kuat.
Dia juga mengajak rekan pers untuk mendukung upaya pencegahan gratifikasi dengan menjalankan fungsi pengawasan sesuai fakta dan data, tanpa mencari-cari kesalahan yang belum terjadi.
"Saya juga sering juga dapat keluhan, belum apa-apa sudah dicari-cari kesalahannya. Kondisi itu justru akan menyebabkan pola kerja yang tidak sehat," katanya.
Sosialisasi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas kepada ASN dan pejabat mengenai jenis gratifikasi yang diperbolehkan dan tidak, serta mengurangi potensi tindakan korupsi dalam penerimaan gratifikasi.
Penerimaan gratifikasi, yang termasuk salah satu bentuk tindak pidana korupsi, diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pasal 12B ayat 2 UU no 20 tahun 2001 menyatakan bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi dapat dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Namun, UU Tipikor juga memberikan kelonggaran.
Menurut Pasal 12C, penerimaan gratifikasi tidak dianggap sebagai tindakan pidana jika penerimaan tersebut dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) paling lambat 30 hari kerja setelah gratifikasi diterima.
Pelaporan gratifikasi dapat dilakukan melalui berbagai cara, termasuk melalui kunjungan langsung ke KPK, pengiriman surat, atau melalui email di alamat pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id.
Selain itu, laporan juga dapat disampaikan melalui situs web https://gol.kpk.go.id/ dan aplikasi Gratifikasi OnLine (GOL) pada smartphone.
Namun, berdasarkan Peraturan KPK Nomor 02 Tahun 2014 dan Nomor 06 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi, ada juga gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan oleh penyelenggara negara, antara lain:
Gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan
- Pemberian dari keluarga yang memiliki hubungan darah. Misalnya, kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/anak menantu, cucu, besan, paman/bibi, kakak ipar/adik ipar, sepupu dan keponakan.
- Syaratnya, gratifikasi boleh diterima jika tidak memiliki benturan kepentingan dengan posisi ataupun jabatan penerima.
- Hadiah tanda kasih dalam bentuk uang atau barang yang memiliki nilai jual dalam penyelenggaraan pesta pernikahan, kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, dan potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya dengan batasan nilai per pemberi dalam setiap acara paling banyak Rp 1.000.000.
- Pemberian terkait dengan musibah atau bencana yang dialami oleh penerima, bapak/ibu/mertua, suami/istri, atau anak penerima gratifikasi paling banyak Rp 1.000.000.
- Pemberian dari sesama pegawai dalam rangka pisah sambut, pensiun, promosi jabatan, ulang tahun ataupun perayaan lainnya yang lazim dilakukan dalam konteks sosial sesama rekan kerja.
- Pemberian tersebut tidak berbentuk uang ataupun setara uang, misalnya pemberian voucher belanja, pulsa, cek atau giro.
- Nilai pemberian paling banyak Rp 300.000 per pemberian per orang, dengan batasan total pemberian selama satu tahun sebesar Rp 1.000.000 dari pemberi yang sama.
- Pemberian sesama pegawai dengan batasan paling banyak Rp 200.000 per pemberian per orang, dengan batasan total pemberian selama satu tahun sebesar Rp 1.000.000 dari pemberi yang sama.
- Pemberian tersebut tidak berbentuk uang ataupun setara uang, misalnya voucher belanja, pulsa, cek atau giro.
- Hidangan atau sajian yang berlaku umum.
- Prestasi akademis atau non akademis yang diikuti dengan menggunakan biaya sendiri seperti kejuaraan, perlombaan atau kompetisi tidak terkait kedinasan.
- Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum.
- Manfaat bagi seluruh peserta koperasi pegawai berdasarkan keanggotaan koperasi Pegawai Negeri yang berlaku umum.
- Seminar kit yang berbentuk seperangkat modul dan alat tulis serta sertifikat yang diperoleh dari kegiatan resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan atau kegiatan lain sejenis yang berlaku umum.
- Penerimaan hadiah atau tunjangan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Diperoleh dari kompensasi atas profesi di luar kedinasan, yang tidak terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari pejabat/pegawai, tidak memiliki konflik kepentingan dan tidak melanggar aturan internal instansi pegawai.
Apakah gratifikasi boleh diterima dari pihak yang memiliki konflik kepentingan dalam pelaksanaan resepsi, upacara adat/budaya/tradisi, dan perayaan agama?
Boleh diterima. Namun untuk penerimaan yang melebihi nilai wajar tertentu (saat ini batasannya adalah Rp 1.000.000) maka wajib dilaporkan kepada KPK.
Hal ini dikarenakan penyelenggaraan acara tersebut membutuhkan biaya dan sudah menjadi bagian dari tradisi yang sudah berjalan.
Tidak semua penerimaan di atas Rp 1.000.000 secara otomatis menjadi milik negara, karena KPK akan mempertimbangkan aspek hubungan dengan jabatan penerima.
Penerimaan gratifikasi yang nilainya di atas Rp 1.000.000 dan mempunyai potensi konflik kepentingan akan menjadi milik negara.
Apa saja gratifikasi yang dilarang?
Gratifikasi yang tidak boleh diterima adalah gratifikasi terlarang yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Berikut contoh gratifikasi yang tidak boleh diterima:
- Terkait dengan pemberian layanan pada masyarakat diluar penerimaan yang sah.
- Terkait dengan tugas dalam proses penyusunan anggaran diluar penerimaan yang sah.
- Terkait dengan tugas dalam proses pemeriksaan, audit, monitoring dan evaluasi di luar penerimaan yang sah.
- Terkait dengan pelaksanaan perjalanan dinas diluar penerimaan yang sah/resmi dari instansi.
- Dalam proses penerimaan/promosi/mutasi pegawai.
- Dalam proses komunikasi, negosiasi dan pelaksanaan kegiatan dengan pihak lain terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya.
- Sebagai akibat dari perjanjian kerjasama/kontrak/kesepakatan dengan pihak lain.
- Sebagai ungkapan terima kasih sebelum, selama atau setelah proses pengadaan barang dan jasa.
- Merupakan hadiah atau souvenir bagi pegawai/pengawas/tamu selama kunjungan dinas.
- Merupakan fasilitas hiburan, fasilitas wisata, voucher oleh pejabat/pegawai dalam kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewajibannya dengan pemberi gratifikasi yang tidak relevan dengan penugasan yang diterima.
- Dalam rangka mempengaruhi kebijakan/keputusan/perlakuan pemangku kewenangan.
dalam pelaksanaan pekerjaan yang terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban/tugas pejabat/pegawai; dan lain sebagainya.
(Posbelitung.co/Dede S/Zulkodri)
Pemkab Belitung Segera Buka Lelang Jabatan Eselon II, Posisi Asisten hingga Kepala Dinas Kosong |
![]() |
---|
Sosok Keluarga Koster Asal Belanda Sengaja ke Belitung, Menapaki Jejak Kakek Pernah di Manggar |
![]() |
---|
Sosok 5 Calon Sekda Belitung Harus Punya Chemistry dengan Bupati Djoni, Mau Diajak Kerja Sama |
![]() |
---|
Diduga Gunakan Jaring Muroami, Kapal Nelayan KM DBP I Diamankan Satpolairud Polres Belitung |
![]() |
---|
Lima Pejabat Eselon II Bersaing Rebut Kursi Sekda Belitung, Ini Nama-Namanya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.