Rekaman Suap Korupsi BTS Kominfo Lenyap, Komisi I DPR Terima Rp 70 Miliar, BPK Rp 40 Miliar
Bukti rekaman CCTV penyerahan uang ke Komisi I DPR dan BPK terkait kasus korupsi tower BTS Kominfo sudah terhapus alias lenyap.
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Komisi I DPR dan BPK disebut menerima saweran uang suap terkait kasus korupsi proyek tower BTS Kominfo.
Ada bukti rekaman CCTV penyerahan uang ke Komisi I DPR dan BPK.
Selain bukti rekaman, saksi mahkota juga membuat pengakuan saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Hanya saja bukti rekaman CCTV penyerahan uang ke Komisi I DPR dan BPK terkait kasus korupsi tower BTS Kominfo sudah terhapus alias lenyap.
Sebabnya, rekaman tersebut sudah tertimpa oleh rekaman baru, mengingat terbatasnya kapasitas penyimpanan CCTV.
"CCTV itu biasanya hanya berlaku sebulan. Setelah itu tertimpa," kata Kasubdit TPK dan TPPU pada Ditdik Jampidsus, Haryoko Ari Prabowo kepada Tribunnews.com, Kamis (28/9/2023).
Oleh karena itu, tim penyidik tak mendapatkan rekaman CCTV peristiwa penyerahan uang tersebut.
"Iya enggak dapat rekaman pertemuannya," katanya.
Meski demikian, Kejaksaan Agung tetap mengupayakan pembuktian dengan cara lain.
Menurut Prabowo, timnya bakal terus mengejar alat bukti selain keterangan saksi mengenai penyerahan uang ke perantara Komisi I DPR dan BPK.
"Pasti terus kita kejar. Kita cari terus. Urusan ketemu atau engga, nanti lah, strategi penyidikan," ujarnya.
Komisi I DPR Terima Rp 70 Miliar
Dalam persidangan kasus korupsi tower BTS ini di pengadilan, sempat terungkap lokasi penyerahan uang kepada perantara Komisi I DPR dan BPK.
Uang kepada Komisi I DPR diduga diserahkan di sebuah rumah di Gandul dan Hotel Aston Sentul kepada sosok perantara bernama Nistra Yohan.
"Serahkan di mana?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri dalam persidangan Selasa (26/9/2023).
"Yang pertama di rumah di Gandul, yang kedua diserahkan di hotel Aston di Sentul," ujar Windi Purnama, kurir yang mengantarkan uang tersebut.
Kawan eks Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif yang bernama Irwan Hermawan membongkar pihak-pihak penerima uang haram terkait proyek pengadaan tower BTS BAKTI Kominfo.
Pihak-pihak penerima diungkap Irwan dalam sidang lanjutan perkara korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo, Selasa (26/9/2023).
Satu di antara pihak-pihak yang dimaksud ialah Komisi I DPR.
Uang itu diantarkan ke oknum Komisi I DPR melalui sosok kurir bernama Nistra Yohan atas arahan eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif.
Sosok Nistra Yohan sendiri hingga kini masih menjadi misteri rimbanya.
Dirinya diketahui merupakan staf dari anggota Komisi I DPR RI. Namun tak disebutkan siapa sosok oknum anggota dewan di balik penerimaan uang haram ini.
"Belakangan saya tau dari pengacara saya, bahwa beliau orang politik, staf dari anggota DPR, staf dari salah satu anggota DPR," ujar Irwan Hermawan dalam persidangan lanjutkan kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Total yang diserahkan kepada Nistra Yohan mencapai Rp 70 miliar.
Uang Rp 70 miliar itu diserahkan untuk Komisi I DPR sebanyak dua kali.
"Berapa diserahkan ke dia?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri kepada Irwan Hermawan.
"Saya menyerahkan dua kali, Yang Mulia. Totalnya 70 miliar," kata Irwan.
Meski mengetahui adanya saweran ke Komisi I DPR, Irwan tak langsung mengantarnya.
Dia meminta bantuan kawannya, Windi Purnama untuk mengantar uang tersebut kepada Nistra Yohan.
Windi pun mengakui adanya penyerahan uang ke Nistra.
Namun pada awalnya, dia hanya diberi kode K1 melalui aplikasi Signal.
"Pada saat itu Pak Anang mengirimkan lewat Signal itu K1. Saya enggak tahu, makanya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa. Oh katanya Komisi 1," ujar Windi Purnama dalam persidangan yang sama.
BPK Terima Rp 40 Miliar
Nama Sadikin kini jadi perhatian majelis hakim dan jaksa perkara korupsi BTS Kominfo.
Sadikin disebut-sebut sebagai perantara suap kasus korupsi BTS Kominfo.
Ia menerima uang Rp 40 miliar untuk diberikan kepada oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Fakta soal saweran uang ini terungkap dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek BTS Kominfo di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Menurut saksi mahkota yang disumpah di persidangan, saweran uang yang diserahkan ke pejabat BPK itu diserahkan melalui sosok perantara bernama Sadikin.
Namun di hadapan Majelis Hakim, jaksa mengaku masih belum bisa menghadirkan Sadikin.
"Sadikin ada pak jaksa?" tanya Hakim Anggota, Rianto Adam Pontoh dalam persidangan.
"Tidak jelas, Yang Mulia," jawab jaksa penuntut umum saat itu.
Mendengar jawaban jaksa itu, Hakim langsung memerintahkan agar jaksa penuntut umum untuk mencari si perantara.
Hal itu guna memperjelas penerimaan uang yang disebut-sebut mengalir ke BPK ini. Sebab nilai yang diserahkan tak main-main, yakni Rp 40 miliar.
"Ndak tahu? Ndak jelas? Harus jelaslah! Ini 40 miliar!" kata Hakim Rianto Adam Pontoh.
Uang Rp 40 mliar itu diantarkan kepada Sadikin oleh Windi Purnama, kawan eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif.
Windi yang duduk di kursi saksi mahkota memastikan bahwa uang itu telah sampai ke tangan Sadikin.
"Apakah Sadikin tadi saudara pastikan sudah menerima?" tanya Hakim Rianto.
"Sudah, Yang Mulia," jawab Windi.
Saat dicecar oleh Hakim Ketua, Fahzal Hendri, Windi mengaku bahwa penyerahan uang ke Sadikin merupakan perintah Anang Achmad Latif.
Dari Anang Latif pula dia mengetahui bahwa uang itu diperuntukan bagi BPK.
"Nomor dari Pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh Pak Anang lewat Signal. Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK, Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," ujar Windi.
Uang itu diserahkannya dalam satu tahap dalam bentuk mata uang asing tunai.
"40 miliar. Uang asing pak. Saya lupa detailnya. Mungkin gabungan Dolar AS dan Dolar Singapura," katanya.
Karena banyaknya lembaran uang, dia sampai mewadahinya dengan koper besar.
Koper besar berisi uang itu kemudian diserahkannya di parkiran sebuah hotel di Jakarta.
Saat itu dia menyerahkan uang tersebut ditemani supirnya.
Mendengar pengakuan demikian, Hakim Ketua yang memimpin persidangan pun terkaget-kaget.
Saking kagetnya, hakim sampai memukul meja.
"Ketemunya di Hotel Grand Hyatt. Di parkirannya," ujar Windi.
"Berapa pak?" tanya Hakim Fahzal, memastikan.
"Rp 40 miliar," jawab Windi.
"Ya Allah! Rp 40 miliar diserahkan di parkiran?" kata Hakim Fahzal keheranan.
Windi Purnama sendiri dalam perkara ini telah menjadi tersangka dan perkaranya tak lama lagi bakal dilimpah ke pengadilan.
Nama Sadikin jadi perhatian majelis hakim dan jaksa perkara korupsi BTS Kominfo.
Sadikin disebut-sebut sebagai perantara suap kasus korupsi BTS Kominfo.
Ia menerima uang Rp 40 miliar untuk diberikan kepada oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Fakta soal saweran uang ini terungkap dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek BTS Kominfo di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Menurut saksi mahkota yang disumpah di persidangan, saweran uang yang diserahkan ke pejabat BPK itu diserahkan melalui sosok perantara bernama Sadikin.
Namun di hadapan Majelis Hakim, jaksa mengaku masih belum bisa menghadirkan Sadikin.
"Sadikin ada pak jaksa?" tanya Hakim Anggota, Rianto Adam Pontoh dalam persidangan.
"Tidak jelas, Yang Mulia," jawab jaksa penuntut umum saat itu.
Mendengar jawaban jaksa itu, Hakim langsung memerintahkan agar jaksa penuntut umum untuk mencari si perantara.
Hal itu guna memperjelas penerimaan uang yang disebut-sebut mengalir ke BPK ini. Sebab nilai yang diserahkan tak main-main, yakni Rp 40 miliar.
(Tribunnews.com/Ashri Fadilla)
Paripurna LHP BPK RI Tahun 2024, Gubernur Babel Akan Benahi Temuan yang Sebabkan Kerugian Daerah |
![]() |
---|
DPRD Babel Gelar Rapat Paripurna, Eddy Iskandar Harap Rekomendasi BPK RI Segera Diselesaikan |
![]() |
---|
Beli Karangan Bunga hingga Bayar BPJSTK jadi Temuan BPK RI, Begini Penjelasan Ketua KONI Babel |
![]() |
---|
Persoalan Utang Pemkab Bangka Barat Jadi Catatan BPK, Markus Sempat Waswas |
![]() |
---|
Bayar Gaji dan Tunjangan ASN Tak Sesuai Aturan, Pemprov Babel Kembalikan Rp483,03 Juta ke Kas Daerah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.