Tribunners
Transformasi Membaca Siswa, dari Kewajiban Menjadi Kegembiraan
Dalam dunia yang terus berkembang, membaca bukan hanya sebuah keterampilan, melainkan sebuah kebutuhan
Oleh: Hafia Akbar - Guru SMP IT Alkahfi, Pasaman Barat
PENTINGNYA membaca bagi siswa tidak boleh diabaikan. Dalam dunia yang terus berkembang, membaca bukan hanya sebuah keterampilan, melainkan sebuah kebutuhan. Melalui membaca, siswa dapat menjelajahi dunia, memperluas wawasan, dan mengasah pikiran. Dengan membaca, mereka membangun fondasi pengetahuan yang kuat, membantu proses belajar, dan merangsang imajinasi.
Bahkan dalam implementasi Kurikulum Merdeka, kebijakan untuk menumbuhkembangkan minat anak terhadap buku bacaan tidak hanya diterapkan pada jenjang SD, SMP, dan SMA, namun juga pendidikan anak usia dunia (PAUD). Sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, Kurikulum Merdeka di PAUD tidak hanya menekankan pembelajaran melalui permainan, tetapi juga mendasarkan prinsip utamanya pada literasi dan buku.
Dalam implementasinya, anak-anak tidak dipaksa untuk membaca, melainkan diperkenalkan pada dunia buku yang menyenangkan untuk merangsang imajinasi mereka. Pendekatan ini menciptakan ruang yang positif dan mengundang minat baca, memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengeksplorasi pengetahuan melalui cara yang menarik dan mendidik. Meskipun Kurikulum Merdeka menekankan literasi dan minat baca siswa. Namun, menurut Golda Eva Simatupang dari Tanoto Foundation, "Salah satu temuan studi literasi disampaikan dalam Forum Diskusi Peningkatan Kualitas Pendidikan Dasar yang diadakan bersama The Smeru Research Institute di Gedung A Kemendikbudristek Jakarta pada 5 Desember 2023" (detik.com)
Golda mengatakan bahwa ada beberapa tantangan literasi buat siswa Indonesia, salah satunya ialah telah tertanam dalam mindset siswa bahwa membaca merupakan kegiatan yang tidak menyenangkan. Penyebabnya ialah karena setelah membaca, guru selalu menanyai pemahamannya akan bacaan dan memberikan tugas kepada siswa.
Hal itu membuat kegiatan membaca bagi siswa sering kali dianggap identik dengan tugas, menciptakan persepsi bahwa membaca selalu diikuti dengan tanggung jawab. Walaupun upaya telah dilakukan untuk menyajikan buku-buku yang menyenangkan, perkembangan ini secara tak sadar diikuti oleh tugas atau kewajiban untuk memahami isi bacaan.
Akibatnya, saat diberikan buku, siswa mungkin merasa bahwa sesudahnya akan ada pertanyaan atau tugas yang harus dihadapi. Maka, dalam benak mereka, membaca tidak hanya sekadar menikmati cerita, tetapi juga diiringi dengan ekspektasi untuk memberikan pemahaman setelahnya. Sangat disayangkan, karena membaca merupakan sebuah kegiatan yang memiliki manfaat dan efek yang begitu baik terhadap siswa, namun menjadi hal yang tidak disenangi, bahkan menjadi sebuah beban dalam pikiran siswa.
Menyikapinya hal ini, guru harus berperan penting untuk mengubah paradigma tersebut. Hal pertama yang dilakukan guru ialah dimulai dengan menghindari/mengurangi kebiasaan memberi penugasan, seperti menanyai pemahaman terhadap setiap bacaan yang mereka baca di kelas.
Berikutnya, peningkatan minat membaca siswa dapat dicapai dengan mengalihkan fokus dari tujuan pemahaman langsung terhadap bahan bacaan, menuju pembentukan kebiasaan membaca yang menyenangkan. Inilah saatnya menjadikan membaca sebagai hobi yang dinikmati, tanpa adanya beban tugas yang selalu mengikuti setiap sesi membaca.
Terkait membaca untuk seumuran anak sekolah, guru dapat memainkan peran kunci dalam membentuk atmosfer yang mendukung, menciptakan lingkungan di mana membaca bukanlah kewajiban, tetapi pilihan yang menyenangkan. Sesi membaca dapat diisi dengan diskusi santai, pertukaran cerita, atau bahkan kegiatan kreatif yang terinspirasi dari bahan bacaan.
Dengan memfokuskan pada pembiasaan membaca sebagai hobi, siswa dapat merasakan kegembiraan dan kepuasan dari kegiatan tersebut. Hal ini mendorong mereka untuk lebih suka membaca tanpa terbebani oleh ekspektasi untuk memahami secara mendalam setiap kali selesai membaca.
Setelah terbentuk kebiasaan dan hobi membaca di masa sekolah, perjalanan literasi siswa memasuki fase yang lebih matang ketika mereka dewasa. Dengan sendirinya, mereka akan mengembangkan pemahaman yang lebih dalam terhadap isi buku yang mereka baca. Proses ini tidak lagi dipandu oleh beban tugas atau pertanyaan dari guru, melainkan muncul secara alami dari kecintaan mereka terhadap dunia membaca.
Dengan demikian, pada akhirnya membaca tidak hanya menjadi kegiatan rutin, tetapi menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup mereka. Siswa yang dahulu membaca sebagai hobi akan menemukan bahwa kemampuan mereka untuk memahami dan meresapi konten buku makin berkembang seiring waktu. Ini bukan lagi sekadar tugas atau kewajiban, melainkan sebuah kegembiraan dan kebutuhan intelektual yang memenuhi kehidupan sehari-hari mereka.
Terakhir, dengan mengubah pandangan membaca dari kegiatan "tidak menyenangkan" menjadi hobi, siswa merasakan transformasi berharga, menjadikan membaca bukan hanya kewajiban, tetapi pilihan yang penuh kegembiraan dalam memperkaya hidup mereka. Siswa yang menemukan kebahagiaan dalam membaca akan membawa kegemaran ini sebagai sahabat setia, membuka pintu ke dunia pengetahuan yang tak terbatas dan memperkaya perjalanan kehidupan mereka. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.