Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah

Kejagung Disorot Setelah Tetapkan 5 Perusahaan Smelter di Babel Tersangka Korupsi Rp 300 Triliun

Kejagung disebut belum bisa membuktikan kerugian kerusakan lingkungan sebesar Rp300 triliun yang didasarkan pada penghitungan BPKP.

Editor: fitriadi
Tribunnews.com/Gita Irawan
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin saat mengumumkan 5 perusahaan smelter di Bangka Belitung jadi tersangka kasus korupsi tata niaga timah yang merugikan negara Rp 300 triliun. 

Tersangka baru tersebut bukan orang, tapi korporasi atau perusahaan smelter timah.

Lima perusahaan tersebut antara lain PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Inter Nusa (TIN), dan CV Venus Inti Perkasa (VIP).

Lima perusahaan smelter timah yang beroperasi di Bangka Belitung ini merupakan perusahaan yang bekerja sama dengan PT Timah dalam rentang waktu 2015-2022.

Sejumlah owner dan petinggi dari 5 perusahaan pemurnian timah tersebut diseret ke meja hijau.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan 23 orang tersangka, 22 orang di antaranya sudah berstatus terdakwa karena kasusnya sudah masuk tahap persidangan.

Dari 22 terdakwa, 17 di antaranya sudah diputuskan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Kali ini, giliran korporasi dibidik Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Pertama adalah PT RBT, yang ke-2 adalah PT SB, yang ke-3 PT SIP, yang ke-4 TIN, dan yang ke-5 VIP," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kantor Kejagung, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah menambahkan, Kejagung telah memutuskan pembebanan uang kerugian negara kepada lima korporasi itu.

Kejagung memutuskan membebankan kerugian kerusakan lingkungan hidup yang nilainya mencapai Rp300 triliun kepada lima korporasi tersebut, sesuai kerusakan yang ditimbulkan masing - masing perusahaan.

Pembebanan terhadap masing-masing korporasi yakni PT RBT sebesar Rp38 triliun, PT SB Rp23,6 triliun, PT SIP Rp24,1 triliun, PT TIN Rp23,6 triliun, dan CV VIP Rp42 triliun.

“Jaksa Agung memutuskan bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup akan dibebankan kepada perusahaan sesuai kerusakan yang ditimbulkan masing - masing perusahaan tersebut,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Febrie Adriansyah dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

Rinciannya, kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 271 triliun dari kasus timah ditanggung PT RBT sebesar Rp 38 triliun, PT SB Rp 23 triliun, PT SIP Rp 24 triliun, PT TIN Rp 23 triliun, serta PT VIP senilai Rp 42 triliun.

"Ini sekitar Rp 152 triliun," ujar Febrie.

Febrie menuturkan, pihak yang bertanggung jawab atas sisa kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 119 triliun masih dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved