Tribunners
Mengatasi Adiksi HP pada Anak: Tantangan dan Peran Guru
Orang tua, guru, dan masyarakat memiliki tanggung jawab besar untuk mengarahkan anak-anak agar tidak bergantung pada HP
Oleh: Rapi, S.Pd. – Guru Penulis dari Habang
KEMAJUAN teknologi memberikan banyak kemudahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, seperti yang disampaikan Chairul Aprizal dalam artikelnya di Bangka Pos beberapa waktu lalu, kemajuan ini juga membawa ancaman, terutama pada kesehatan anak-anak akibat adiksi terhadap penggunaan handphone (HP). Artikel ini menjadi pengingat penting bagi orang tua untuk memahami risiko dari kebiasaan tersebut.
Chairul Aprizal mengungkapkan bahwa penggunaan HP pada anak, bahkan sejak usia dini, dapat mengganggu tumbuh kembang mereka. Salah satu risikonya adalah terganggunya fungsi saraf oromotor. Menurut Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), jika saraf oromotor tidak dilatih dengan baik, anak dapat mengalami kesulitan mengunyah, menelan, hingga berbicara.
Selain itu, adiksi HP berdampak pada kesehatan fisik anak, seperti kerusakan penglihatan akibat paparan cahaya layar HP dalam waktu lama yang dapat menurunkan kualitas penglihatan. Kebiasaan makan sambil menonton video dari HP menyebabkan mindless eating sehingga anak sulit mengenali rasa kenyang dan meningkatkan risiko obesitas.
Gangguan tidur juga sering dialami anak yang terlalu sering bermain HP sehingga sulit tidur, merasa kelelahan, dan sulit fokus di pagi hari. Hal ini didukung penelitian Ilham Kamaruddin, dkk (2023), yang menyebutkan kecanduan HP dapat mengganggu motivasi belajar.
Adiksi HP juga memengaruhi kesehatan mental anak. Anak-anak yang sering bermain game atau berselancar di media sosial berisiko tinggi mengalami kecemasan, stres, hingga depresi. Sebagai contoh, anak-anak yang fokus pada target dalam permainan sering kali merasa stres jika tidak mencapai tujuan. Sementara itu, penggunaan media sosial tanpa pengawasan dapat membuat mereka rentan terhadap cyberbullying, ujaran kebencian, atau hoaks.
Dari sisi sosial, penggunaan HP yang berlebihan mengurangi waktu anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Interaksi sosial yang minim dapat memengaruhi kepekaan anak terhadap lingkungan dan kemampuannya menjalin hubungan dengan orang lain.
Fenomena kecanduan HP pada anak tidak hanya menjadi perhatian individu, tetapi juga pemerintah dan institusi global. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), 33,44 persen anak usia dini di Indonesia sudah menggunakan HP pada tahun 2022. Hal ini menjadi alarm serius. Bahkan, UNESCO telah mengimbau pelarangan penggunaan teknologi, termasuk HP, di sekolah untuk mencegah gangguan belajar.
Sebagai guru pendidikan agama Islam (PAI), peran kita dalam membimbing siswa sangat penting untuk mengurangi risiko adiksi HP. Guru PAI tidak hanya berperan sebagai pendidik, tetapi juga pembentuk karakter yang menanamkan nilai-nilai akhlak mulia.
Guru PAI dapat memberikan pemahaman kepada siswa tentang pentingnya memanfaatkan waktu dengan kegiatan positif yang mendekatkan mereka pada nilai-nilai agama, seperti membaca Al-Qur'an, atau mengikuti kegiatan keagamaan lainnya. Selain itu, guru dapat menjadi jembatan penghubung antara sekolah dan orang tua dengan memberikan edukasi tentang dampak buruk adiksi HP serta cara-cara mengatasinya.
Dalam pembelajaran sehari-hari, guru dapat memanfaatkan media pembelajaran berbasis aktivitas yang melibatkan interaksi langsung antara siswa, seperti diskusi kelompok atau praktik yang menekankan pada kerja sama dan komunikasi. Dengan demikian, siswa memiliki kesempatan untuk mengasah keterampilan sosialnya dan mengurangi ketergantungan pada HP.
Membatasi waktu penggunaan HP adalah langkah penting. Banyak dokter menyarankan anak hanya boleh menggunakan HP selama 1-2 jam sehari. Selain itu, meningkatkan komunikasi dengan anak menjadi cara efektif untuk mencegah kecanduan HP. Menurut jurnal Salma Rozana, dkk (2019), interaksi yang sehat antara orang tua dan anak dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak.
Memberikan alternatif aktivitas juga menjadi solusi yang dapat dilakukan. Mengajak anak bermain, membaca buku, atau melakukan kegiatan kreatif lainnya mendukung perkembangan mereka. Edukasi literasi digital perlu diberikan agar anak memahami manfaat dan risiko penggunaan HP, serta mampu menggunakan teknologi secara bijak.
Adiksi HP adalah ancaman nyata yang harus segera ditangani. Orang tua, guru, dan masyarakat memiliki tanggung jawab besar untuk mengarahkan anak-anak agar tidak bergantung pada HP. Sebagai orang tua dan guru, mari kita bersama-sama meluangkan waktu, memberikan perhatian, dan menjadi teladan dalam penggunaan teknologi yang bijak. Dengan mendampingi mereka secara aktif dan memberikan waktu berkualitas, kita dapat membantu menciptakan generasi yang sehat, baik secara fisik maupun mental. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.