Berita Viral

Viral Aplikasi World App, Scan Retina Mata Dapat Uang Ratusan Ribu, Ini Kata Komdigi

Aplikasi World App sendiri mengklaim bahwa layanan mereka dirancang untuk memverifikasi bahwa pengguna adalah manusia asli dan bukan bot, sebuah solus

Penulis: Agis Priyani | Editor: M Zulkodri
Tribun Kaltim/Canva
ILUSTRASI SCAN RETINA MATA -- Beberapa waktu belakangan, Aplikasi World App menjadi viral di media sosial Indonesia karena tawaran yang menggiurkan "bayaran sebesar Rp800.000 bagi siapa saja yang bersedia melakukan pemindaian retina mata". 

BANGKAPOS.COM - Beberapa waktu belakangan, Aplikasi World App menjadi viral di media sosial Indonesia karena tawaran yang menggiurkan "bayaran sebesar Rp800.000 bagi siapa saja yang bersedia melakukan pemindaian retina mata".

Warga Bekasi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu rela antre untuk melakukan scan retina mata melalui alat canggih bernama The Orb.

Kegiatan tersebut diinisiasi oleh perusahaan layanan keuangan publik dan sistem keamanan identitas bernama World.

Setelah warga melakukan scan retina, mereka akan menerima menerima World ID dan sejumlah Worldcoin (WLD) yang nilainya setara sekitar Rp 16.500 per koin.

Jika ditotal, kabarnya setiap orang akan menerima upah hingga Rp 800.000.

Namun di balik tawaran menggiurkan itu, banyak pertanyaan muncul mengenai keamanan data biometrik pengguna.

Aplikasi World App sendiri mengklaim bahwa layanan mereka dirancang untuk memverifikasi bahwa pengguna adalah manusia asli dan bukan bot, sebuah solusi yang mereka tawarkan di era kecerdasan buatan (AI) yang kian berkembang. Tapi perlu dicermati apakah klaim tersebut sejalan dengan praktik pengolahan data yang mereka lakukan.

Lantas apa itu Aplikasi World App?

World App adalah bagian dari ekosistem layanan yang disediakan oleh World, yang terdiri dari empat komponen utama: World ID, World App, World Coin, dan World Chain

Sebagai aplikasi utama dalam ekosistem ini, World App berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan World ID, yang merupakan sistem identifikasi digital pengguna.

World App tidak hanya berfungsi sebagai penyimpan identitas digital, tetapi juga dapat digunakan untuk mengelola aset digital seperti mata uang kripto, salah satunya adalah World Coin.

Selain itu, aplikasi ini juga menawarkan akses ke berbagai aplikasi mini yang tersedia dalam ekosistem World, memperluas kemampuan dan kegunaan aplikasi tersebut bagi penggunanya.

Menurut deskripsi di laman resminya, World ID dirancang untuk "membuktikan dengan aman dan anonim bahwa Anda adalah manusia secara online." Sistem ini diklaim sebagai respons terhadap era kecerdasan buatan yang kian berkembang, di mana membedakan antara interaksi manusia asli dan bot menjadi semakin sulit dan penting.

World ID bekerja untuk membantu pengguna melakukan verifikasi online dan masuk ke aplikasi mobile dengan mudah, sekaligus memastikan bahwa pengguna adalah manusia asli dan bukan bot. Sistem ini memungkinkan verifikasi anonim dan aman untuk berbagai aktivitas online seperti voting atau pembelian tiket konser.

Kontroversi dan Langkah Pemerintah

Kontroversi mengenai Aplikasi World App memuncak ketika viral di media sosial bahwa perusahaan ini membayar Rp800.000 bagi orang yang bersedia data retinanya direkam di Bekasi. Viralnya kejadian ini menarik perhatian otoritas pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Merespon situasi tersebut, Komdigi mengambil tindakan tegas dengan membekukan operasi sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan World Coin dan World ID.

Langkah ini dinyatakan sebagai tindakan preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat terkait keamanan data pribadi mereka.

Penelusuran awal yang dilakukan Komdigi mengungkapkan bahwa PT Terang Bulan Abadi, yang diduga terkait dengan operasional World App di Indonesia, belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Perusahaan tersebut juga tidak memiliki TDPSE seperti yang diwajibkan oleh perundang-undangan Indonesia.

Lebih mencurigakan lagi, Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE, tetapi bukan atas nama PT Terang Bulan Abadi melainkan atas nama PT Sandina Abadi Nusantara.

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar menegaskan bahwa ketidakpatuhan terhadap kewajiban pendaftaran dan penggunaan identitas badan hukum lain untuk menjalankan layanan digital merupakan pelanggaran serius.

Pemindaian retina mirip dengan pemindaian sidik jari

KOMPAS.com menghubungi pakar keamanan siber Vaksin.com, Alfons Tanujaya pada Senin (5/5/2025) untuk memberikan penjelasan mengenai hal ini.

Pemindaian retina, menurut Alfons, adalah aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan sidik retina dengan menggunakan kamera khusus yang digunakan untuk mengidentifikasi seseorang.

"Kira-kira mirip dengan sidik jari, tetapi ini adalah sidik retina,” jelas Alfons.

Alfons menekankan bahwa yang terpenting dari keamanan data bukanlah jenis data biometriknya, tetapi bagaimana data itu dikelola.

"Yang paling menentukan dalam keamanan data itu bukan jenis biometriknya, tetapi bagaimana pengelola biometrik mengamankan datanya," tegas Alfons.

Alfons kemudian menjelaskan mengenai bagaimana teknologi penyimpanan data retina itu dilakukan.

"Penyimpanan data retina dilakukan dalam bentuk digital terenkripsi yang kemudian dipecah dan disimpan di server yang berbeda," jelas Alfons.

Untuk membobol data ini, seseorang harus mengakses beberapa server sekaligus dan memecahkan sistem enkripsinya.

"Data iris disimpan dalam bentuk digital yang kemudian dienkripsi. Data tersebut lalu dipecah dan disimpan di server-server terpisah,”  lanjutnya.

Namun, seperti halnya sistem digital lain, teknologi pemindaian retina pun tetap memiliki risiko penyalahgunaan data, bahkan walau dari perusahaan besar.

"Kalau World.ID menyalahgunakan data, bisa saja. Sama seperti Google, Meta, atau Microsoft. Apakah bisa disalahgunakan? Ya bisa. Risikonya ya sebesar data yang disalahgunakan," jelas Alfons.

Alfons justru menilai kekhawatiran terhadap teknologi pemindaian retina agak berlebihan mengingat masyarakat selama ini secara sukarela memberikan data berharga ke berbagai platform, seperti Google Maps, Waze, Meta, dan layanan cloud.

"Data pengguna Google maps dan Waze itu sangat berharga dan berbahaya jika bocor atau disalahgunakan. Tapi kita tenang-tenang saja," kata Alfons.

"Karena apa? Karena manfaatnya yang besar dan dikelola oleh perusahaan yang cukup bertanggungjawab," imbuhnya.

(Bangkapos.com/Tribun Kaltim/Kompas.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved