Advetorial

Dosen Prodi Sarjana Manajemen FEB UBB Gelar Pengabdian Masyarakat di Desa Rajik dan Permis

Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen sivitas akademika Universitas Bangka Belitung dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, khususnya di

Penulis: iklan bangkapos | Editor: Hendra
IST/Prodi S1 Manajemen FEB UBB
Tim dosen dari Program Studi S1 Manajemen, Jurusan Manajemen dan Bisnis FEB UBB dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat di Desa Rajik dan Desa Permis, Kabupaten Bangka Selatan. 

Tim dosen dari Program Studi S1 Manajemen, Jurusan Manajemen dan Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Bangka Belitung (UBB) melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di Desa Rajik dan Desa Permis, Kabupaten Bangka Selatan, pada Rabu, 2 Juli 2025.

Kegiatan dilakukan mengambil tema “Optimalisasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) dalam Meningkatkan Keberlanjutan Ekowisata.” 

Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen sivitas akademika Universitas Bangka Belitung dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, khususnya di wilayah pesisir Pulau Bangka.

Fokus kegiatan ditujukan untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan sampah berbasis masyarakat demi terciptanya desa wisata yang bersih dan menarik.

Pengabdian kepada masyarakat kali ini menitikberatkan pada penerapan konsep Reduce, Reuse, Recycle (3R), sebagai solusi nyata atas persoalan sampah yang kerap menghambat perkembangan ekowisata.

Desa Rajik dan Permis dipilih karena memiliki potensi wisata alam dan budaya yang terus berkembang, namun menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah.

Tim pengabdian terdiri dari, yakni Dr. Eng. Mursyid Hasan Basri, S.T., M.T., Dr. Echo Perdana Kusumah, M.Sc., Indah Noviyanti, S.E., M.M dan Sumar, S.E., M.M.. Mereka turut menggandeng dua mahasiswa Program Studi Manajemen, yaitu Iryanti dan Zhafirah Nuur Ulima, untuk terlibat langsung dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan.

Keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan ini menjadi bagian dari proses pembelajaran yang bersifat praktis. Mahasiswa diberikan ruang untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat desa, memahami persoalan lingkungan secara riil, dan belajar bagaimana teori yang mereka pelajari di bangku kuliah diterapkan dalam konteks sosial masyarakat.

Kegiatan dimulai dengan sambutan dari perwakilan desa dan dosen pendamping, yang kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi.

Pemaparan pertama disampaikan oleh Dr. Eng. Mursyid Hasan Basri, yang membahas secara komprehensif mengenai prinsip-prinsip dasar TPS3R dan strategi implementasinya di level desa.

Beliau juga menjelaskan bahwa selain dukungan dari pemerintah desa dan pihak swasta keberhasilan pengelolaan sampah berbasis TPS3R juga sangat dipengaruhi oleh peran aktif Masyarakat.

Ia juga mengangkat contoh praktik baik dari beberapa desa lain yang berhasil menjalankan sistem TPS3R secara mandiri.

Materi kedua disampaikan oleh Dr. Echo Perdana Kusumah, yang memaparkan hasil penelitian lapangan mengenai persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah.

Salah satu poin penting dari survei tersebut adalah mayoritas responden setuju untuk memberikan kontribusi iuran bulanan sebesar Rp10.000 hingga Rp20.000 demi mendukung keberlangsungan pengolahan sampah di desa.

Dalam penyampaiannya, Dr. Echo juga mengangkat berbagai pertanyaan pemantik untuk membuka ruang diskusi. Hal ini memancing antusiasme warga yang hadir. Diskusi berjalan dengan sangat hidup, penuh tanya-jawab, serta tanggapan kritis dari masyarakat.

Salah satu warga yang hadir dalam diskusi menyampaikan keprihatinannya terhadap kebiasaan sebagian masyarakat yang masih membuang sampah langsung ke bandar (saluran air). Kebiasaan ini dianggap mencemari lingkungan dan berpotensi merusak ekosistem yang seharusnya mendukung pariwisata berbasis alam.

Warga lainnya menyampaikan bahwa ketersediaan lahan untuk TPS3R dan armada pengangkut sampah masih menjadi tantangan tersendiri.

Oleh karena itu, mereka sangat terbantu dengan hadirnya tim dari UBB yang memberikan solusi teknis dan pendekatan partisipatif.

Menariknya, sebagian peserta diskusi berasal dari kelompok pemuda desa yang aktif dalam kegiatan sosial dan lingkungan.

Mereka menyampaikan harapan agar pelatihan semacam ini dapat dilanjutkan secara berkala untuk membangun kesadaran lintas generasi tentang pentingnya pengelolaan sampah.

Kepala Desa Permis dan Kepala Desa Rajik menyampaikan apresiasi atas kehadiran tim pengabdian dari UBB. Mereka menyambut hangat program ini sebagai bentuk nyata kolaborasi antara perguruan tinggi dan masyarakat desa dalam menjawab persoalan lingkungan secara langsung.

Kegiatan ini dilakukan dengan metode interaktif dan aplikatif, salah satunya melalui penjelasan langsung kepada masyarakat tentang bagaimana prinsip Reduce, Reuse, Recycle dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Contohnya, tim menunjukkan bagaimana limbah rumah tangga seperti cangkang telur dan sisa sayuran bisa dimanfaatkan menjadi kompos alami dengan cara sederhana, seperti dimasukkan ke dalam lubang resapan tanah.

Masyarakat juga diperlihatkan cara memilah antara sampah organik dan anorganik, serta diberi contoh penggunaan kembali limbah tertentu untuk keperluan rumah tangga bahkan pemanfaatan limbah tersebut agar dapat memberikan nilai jual. Penjelasan langsung ini menjadi salah satu bagian paling menarik dari kegiatan. 

Namun, berdasarkan hasil survei dan diskusi selama kegiatan, ditemukan bahwa masyarakat masih mengalami kendala dalam hal keterbatasan alat pengolahan sampah. Misalnya, tidak semua rumah tangga memiliki wadah pemilah sampah.

Nyatanya, TPS (Tempat Penampungan Sementara) yang tersedia memiliki jarak yang cukup jauh dari TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena menyulitkan proses pengangkutan sampah secara efisien dan berkelanjutan, serta dapat memengaruhi partisipasi masyarakat dalam membuang sampah pada tempat yang semestinya.

Dalam diskusi, tim pengabdian juga menekankan pentingnya mengoptimalkan pemanfaatan TPS yang sudah ada.

Warga didorong untuk secara kolektif menjaga dan mengelola TPS agar tetap berfungsi sebagaimana mestinya, bukan hanya sekadar menjadi tempat tumpukan sampah sementara yang kumuh.

Menariknya, salah satu warga mengungkapkan bahwa tempat sampah biru yang sebelumnya telah disediakan di pinggir jalan untuk menampung sampah rumah tangga sebelum diangkut oleh petugas banyak yang hilang atau rusak.

Hal ini tentu mengganggu proses pengumpulan dan pembuangan sampah secara teratur dan menambah beban petugas kebersihan desa.

Temuan-temuan ini menjadi catatan penting bagi tim pengabdian dan pemerintah desa untuk mencari solusi berkelanjutan.

Masyarakat perlu difasilitasi tidak hanya dalam hal edukasi, tetapi juga dukungan infrastruktur dan sistem pengelolaan sampah yang efektif agar upaya menjaga lingkungan dapat berjalan optimal dan konsisten. (*/E4)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved