Baju Hamat Kini Tak Lagi Digunakan Nakes yang Rawat Pasien Covid-19, Tapi Wajib Gunakan Alat-alat ini
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Kabar terbaru bagi tenaga kesehatan ( Nakes ) mengenai penggunaan baju Hazmat saat menangani pasien Covid-19.
Adapun penggunaan Hazmat selama ini saat menangani pasien Covid-19 disebut sudah tak sesuai lagi dengan pedoman Kemenkes RI dan WHO.
Penggunaan baju hazmat, alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan saat menangani pasien Coid-19 dinilai bisa bikin pasien justru jadi cemas dan takut.
Penilaian tersebut disampaikan langsung Kepala Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang dr Masagus M Hakim.
Tak hanya itu, petugas kesehatan di salah satu rumah sakit di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ( Babel ) juga diketahui tak lagi menggunakan baju Hazmat.
Baca juga: Ini Alasan Baju Hazmat Tak Lagi Dipakai Nakes Saat Rawat Pasien Covid-19, Bukan Penyakit Ebola
Baca juga: Vanessa Angel Lupa Matikan HP Saat Live IG Saat Diajak ke Kamar, Adegan Mesra dan Tisu Jadi Sorotan
Baca juga: Lupa Matikan HP Saat Live IG, Adegan Vanessa Angel dan Bibi Ardiansyah Jadi Sorotan, Ada Benda Ini
Hal tersebut diketahui dari salah seorang paseien covid-19.
Adalah Elza, pasien covid-19 yang menjalani isolasi di RSBT Pangkalpinang, mengungkap bahwa tenaga kesehatan yang merawat pasien covid-19 ternyata tak perlu lagi menggunakan baju hazmat.
Dalam sebuah acara talkshow dengan pemimpin Redaksi Bangka Pos Grup, Ibnu Taufik Juwariyanto, Elza menjelaskan bahwa beberapa tenaga kesehatan yang merawatnya tak semua mengenakan baju hazmat.
Dalam dialog tersebut, Elza menyebut bahwa situasi tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis dirinya.
Elza menyebut, tak semua tenaga kesehatan yang merawatnya mengenakan baju hazmat.
Diakui Elza, situasi itu membuat dirinya sebagai pasien merasa lebih nyaman dan tenang.
“Jujur saja, situasi itu membuat kami yang awalnya merasa tertekan menjadi lebih relaks. Beberapa dokter juga tak seperti yang kami bayangkan, mereka bahkan menyentuh kami langsung dengan penuh perhatian,” kata Elza.
Baca juga: WHO Keluarkan Peringatan Bahaya soal Virus Marburg yang Muncul di Afrika: Fatalitas Kasus Tinggi
• Kabar Bahagia Itu Akhirnya Datang dari Artis Olivia Zalianty, Menikah Jelang Usia 40 Tahun
Ditambahkan Elza, pasien dengan status terpapar covid-19 seperti dirinya memiliki beban psikologis.
Beberapa pasien termasuk dirinya mengalami ketakutan, depresi dan itu akan menyulitkan pasien untuk sembuh.
Untuk itu penampilan dan juga sikap tenaga medis yang merawat sangat membantu kesembuhan pasien.
“Saat dokter dan perawatnya tak menunjukkan rasa takutnya bersentuhan dengan kami atau pasien, tentu itu sangat penting bagi kami yang harus berjuang untuk sembuh. Dukungan moril itulah yang sangat dibutuhkan oleh pasien, apalagi jika itu ditunjukkan oleh dokter,” kata Elza.
Tak hanya nakes, Elza kala itu menyebut bahwa petugas kebersihan yang setiap hari membersihkan kamarnya juga tak lagi tampil menyeramkan dengan hazmat.
Petugas kebersihan hanya mengenakan masker standar saja.
Mereka menurut Elza juga tak sedikitpun menunjukkan sikap khawatir.
Beberapa petugas kebersihan dengan ramah menyapa dirinya dan pasien lain saat bertugas.
Baca juga: Windy Soroti Tubuh Lesti Kejora saat Tahu Rizky Billar Ingin Punya Anak Lebih dari 2
Baca juga: Cerita Cinta Berujung Maut, Pria Simpang Teritip Babar Bunuh Saingan karena Istri Sahnya Diganggu
• Temuan di Inggris, Orang yang Telah Divaksinasi Bisa Tularkan Varian Delta
Baca juga: Doa Mustajab Melebur Dosa, Termasuk 7 Cara Bertaubat, Hijrah, Hapus Dosa Zina dan Dosa Besar Lainnya
"Situasinya benar-benar membuat pasien nyaman," kata Elza.
Sesuai Regulasi
Ternyata, tenaga kesehatan yang tak lagi mengenakan alat pelindung diri (APD) ini sudah sesuai dengan regulasi terbaru.
Sesuai aturan dari Kementerian Kesehatan, penggunaan APD berupa baju hazmat tak lagi digunakan saat merawat pasien di rumah sakit.
Baju putih layaknya astronot itu biasa menghiasi keadaan selama pandemi Corona baik saat menjemput orang terpapar Covid-19 atau ketika pemakaman.
Saat ini, dokter dan perawat cukup menggunakan gown atau gaun lengan panjang saat merawat pasien Corona.
Pasalnya baju hazmat digunakan untuk berhadapan dengan orang penyakit Ebola, yang lebih cepat menular.
Kepala Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah Sakit Bakti Timah (RSBT) Kota Pangkalpinang Betty Varia Kommala Sary menyebut, sebetulnya sudah sejak bulan Maret 2021 lalu pihaknya tak lagi menggunakan baju hazmat.
APD yang digunakan saat ini sudah berganti menjadi gown (gaun), baju lengan panjang hingga lutut itu sebetulnya secara fungsi sama dengan hazmat.
Kata Betty, RSBT menerapkan penggunaan gown untuk penanganan covid-19 itu berdasarkan pedoman Kementerian Kesehatan RI.
"Berdasarkan pedoman Kemenkes RI untuk penanganan covid-19 ini cukup menggunakan gown karena kalau hazmat itu untuk penanganan ebola yang lebih cepat penularannya.
Tapi hazmat tetap kami sediakan untuk tindakan khusus. Kita berdasarkan acuan yang ada di WHO bukan kita asal membuat," ujar Betty saat ditemui Bangkapos.com di RSBT, Selasa (10/8/2021).
Menurutnya, penularan covid-19 bisa melalui saluran pernapasan, baik droplet ataupun kontak. Dengan demikian daerah itu saja yang perlu dilindungi.
"Makanya lindungi bagian hidung dan mulut, serta mata. Dan yang harus kencang sekali dilindungi itu daerah wajah itu, kita tetap kencang sekali dengan daerah yang perlu dilindungi, yaitu pintu masuk dan keluarnya virus itu," bebernya.
Betty menegaskan, untuk daerah pintu masuk penyebaran virus pihak rumah sakit tetap selalu mengencangkan prosedurnya, seperti para dokter dan perawat wajib menggunakan masker N95 yang ketat, kacamata, penutup kepala sekaligus faceshild.
"Jadi bukan berarti virus itu nembus kulit baju seperti itu bukan, tetapi dia melalui pintu saluran pernapasan berarti yang harus kenceng ditutup itu daerah hidung dan mulut dan lakukan kebersihan tangan.
Itu yang paling penting, jadi bukan masalah gown atau hazmatnya tetapi perlindungan dilakukan pada pintu masuk yakni saluran pernapasan," jelasnya.
"Intinya itu yang harus kita perhatikan bukan sibuk dengan hazmatnya, kan bukan melalui kulit atau yang lain tapi virus masuk melalui saluran pernapasan," tegasnya.
Hal yang sama juga disebutkan, Direktur RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang, dr Muhamad Fauzan, kata Fauzan sudah sejak awal tahun kemarin RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang tak lagi menggunakan hazmat.
"Tenaga kesehatan (Nakes) kita juga tidak masalah dengan penggunaan APD level 2 itu. Alhamdulillah sampai saat ini tidak ada penularan dari pasien kepada petugas karena menggunakan baju itu, kalau nakes yang kena itu dari klaster keluarga," sebut Fauzan.
Fauzan juga mengakui, dengan penggunaan gown dapat lebih mempermudah nakes dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pasien.
"Memang secara psikologis orang ketika melihat saat baju hazmat itu dikenakan jadi takut, nah kita juga mengurangi tingkat kecemasan itu, dan juga mempermudah aktivitas nakes selain memang sudah prosedurnya seperti itu ya. Dengan itu jadi lebih leluasa bergerak, pasien nyaman kita layani dengan baik," bebernya.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang dr Masagus M Hakim menanggapi ihwal sudah tidak digunakannya baju hazmat untuk menangani pasien Covid-19 di Pangkalpinang.
Hakim menyebut pemakaian baju hazmat memang sudah tidak lagi dianjurkan.
"Karena sebetulnya kita sudah tahu penularan covid-19 itu dari droplet atau percikan air liur jadi kita cukup jaga jarak dan APD level 2 saja sudah cukup. Jadi cukup masker bedah, sarung tangan, penutup kepala, dan baju gown saja sudah cukup, intinya melindungi pintu kluar masuk penularan itu," ujar Hakim kepada Bangkapos.com, Selasa (10/8/2021).
Kata Hakim, yang terpenting Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) diterapkan dengan benar oleh setiap rumah sakit dan layanan kesehatan lainnya.
Menurutnya, baju hazmat tidak lagi digunakan juga untuk menghindari rasa kecemasan yang berlebihan oleh pasien yang dirawat.
"Memang kalau kita petugas kesehatan pakai baju hazmat seperti itu bikin pasien takut, secara sikologis sepertinya orang ini tidak bersahabat dengan pasien, tidak ingin merawat dengan baik, jadi lebih baik kami mengikuti anjuran WHO APD-nya cukup level 2 saja yang penting jaga jarak dan mematuhi protokol," jelasnya.
Penggunaan APD Terbagi Tiga
Kepala Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang dr Masagus M Hakim menjelaskan, sebenarnya tingkatan penggunaan APD sendiri terbagi tiga.
Nah, untuk APD tingkat perlindungan ketiga diperuntukkan di ruang prosedur dan tindakan operasi pada pasien dengan kecurigaan atau sudah terkonfirmasi Covid-19.
Kata Hakim, pada APD tingkatan ketiga bagi dokter dan perawat adalah mereka diharuskan menggunakan masker N95 atau ekuivalen, gaun khusus, sepatu bot, pelindung mata atau face shield, sarung tangan bedah karet steril dan sekali pakai, penutup kepala, dan apron.
Kemudian APD tingkatan perlindungan kedua atau level 2 digunakan oleh dokter, perawat, laboran, radiografer, farmasi, dan petugas kebersihan ruang pasien Covid-9. APD.
Pada tingkatan ini digunakan saat tenaga medis, dokter dan perawat, di ruang poliklinik, pemeriksaan pasien dengan gejala infeksi pernafasan.
"APD berupa masker bedah tiga lapis, gaun, sarung tangan karet sekali pakai dan pelindung mata. Ini yang saat ini sedang kita gunakan," sebutnya.
Lalu, APD tingkatan perlindungan pertama merupakan APD yang digunakan pada lokasi atau kondisi yang relatif kurang berisiko.
Jenis APD termasuk kategori ini yaitu berbagai jenis masker, sarung tangan kerja maupun berbahan karet sekali pakai, serta gaun.
"Salah satu petugas yang diwajibkan memakai APD ini yaitu sopir ambulans. Mereka diwajibkan menggunakan masker bedah tiga lapis, sarung tangan karet sekali pakai dan gaun saat menaikkan dan menurunkan pasien suspect Covid-19," jelas Hakim.
(Bangkapos.com/Andini Dwi Hasanah)