BANGKAPOS.COM--Pemilu 2024 semakin mendekat, dan potensi perpecahan atau polarisasi yang mungkin terjadi seperti pada pemilu-pemilu sebelumnya mulai menjadi perhatian.
Sebelumnya, polarisasi ini bahkan disimbolkan dengan berbagai sebutan yang merendahkan satu sama lain, seperti "cebong" dan "kampret", "kadal gurun" atau "kadrun", dan sebutan-sebutan yang lain.
Menyikapi situasi ini, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, mengimbau para elite politik untuk tidak mempromosikan narasi yang mengarah kepada polarisasi menjelang Pemilu 2024.
Haedar Nashir, dalam pertemuan dengan Yahya Cholil Staquf di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, pada hari Kamis (25/5/2023), mengungkapkan bahwa terdapat tanggung jawab moral bagi para elite politik agar tidak mengeluarkan pernyataan yang dapat memperkuat polarisasi.
Karena hal tersebut akan memiliki konsekuensi yang sangat mahal. Mereka ingin bersama-sama membawa kepemimpinan moral dalam proses pemilihan umum.
Haedar mengatakan, masih ada ancaman polarisasi politik yang muncul dari pernyataan kompetitif para elite politik, dan hal ini perlu diwaspadai dalam pesta demokrasi yang akan datang.
Ia berharap para calon pemimpin dapat membawa gagasan yang fokus pada kesejahteraan ekonomi masyarakat dalam Pemilu 2024.
Lebih lanjut, Haedar Nashir menyampaikan bahwa pentingnya fokus pada ekonomi yang adil guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kontestasi politik ke depan harus memiliki kepedulian terhadap hal ini, bukan hanya sekadar memperebutkan kekuasaan semata.
"Kami sebagai gerakan keagamaan berupaya agar umat menjadi cerdas, bersatu dalam keragaman, dan maju. Tugas kami sebagai ormas yang besar adalah untuk membimbing umat," ujar Haedar.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU, Gus Yahya, berharap agar pesta demokrasi yang akan datang tidak menimbulkan perpecahan dalam masyarakat.
Ia menyampaikan perlunya mendengarkan lebih banyak pendapat dalam upaya menciptakan kompetisi yang lebih beretika, bersih, dan tidak memicu perpecahan di tengah masyarakat.
"Jadi kita perlu mendengar lebih banyak untuk melakukan kompetisi lebih bermoral, bersih, tidak menimbulkan perpecahan dalam masyarakat atau semacam itu, ini yang sebetulnya ingin kita lihat lebih banyak," ujarnya.
Gus Yahya juga menyatakan niatnya untuk rutin melakukan pertemuan dengan pimpinan Muhammadiyah guna mewujudkan cita-cita melahirkan pemimpin yang bermoral.
Kerja sama konkret antara NU dan Muhammadiyah semakin ditekankan sebagai kebutuhan yang semakin mendesak.
"Bahkan tadi ada pemikiran bagaimana kita ngobrol-ngobrol bareng secara rutin. Memang sekarang ini kebutuhan untuk mewujudkan kerja sama yang konkret antara NU dan Muhammadiyah saya kira sudah semakin besar, tuntutannya semakin besar," katanya.(*)