BANGKAPOS.COM - Kontroversi yang dilakukan oleh Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah menyita perhatian publik.
Gus Miftah mendadak menjadi sorotan setelah dirinya menghina pedagang es teh.
Belakangan, publik diragukan dengan gelar Kiai yang selama ini tersemat pada Gus Miftah.
Publik juga menilai, apa yang dilakukan oleh Gus Miftah sama sekali tak mencerminkan seorang Kiai.
Latar belakang Gus Miftah perlahan mulai terkuak ke publik.
Terbaru, Hasyim perangkat desa Ponorogo mengungkap silsilah keluarga Gus Miftah.
Sebelumnya, Gus Miftah pernah mengaku sebagai keturunan Kiai Hasan Besari atau Kiai Ageng Muhammad Besari, ulama besar di Ponorogo.
Namun, hal tersebut dibantah oleg perangkat desa di Ponorogo. Ia lantas mengungkapkan silsilah keluarga Miftah.
Perangkat Desa Mojorejo, Kecamatan Jetis, Ponorogo, Muhammad Nur Hasyim mengatakan, nama asli bapak Miftah adalah Turut atau Murodi.
"Nama asli bapak Miftah adalah Turut atau Murodi. Beliau adalah warga asli Dusun Bantengan, Desa Mojorejo, Kecamatan Jetis, Ponorogo," ungkap Hasyim, Senin (9/12/2024).
"Pak Turut pernah mondok di Kediri. Kemungkinan di pondok dikasih nama Murodi. Sampai sekarang memakai nama Murodi. Setelah mondok itu, beliau transmigrasi ke Lampung," jelas Hasyim.
Miftah sendiri, lanjut Hasyim, lahir di Lampung. Miftah merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Sedangkan kakeknya bernama Mbah Boniran.
Hasyim meragukan klaim Miftah yang mengaku keturunan dari Kiai Hasan Besari atau Kiai Ageng Muhammad Besari. Hasyim lantas mengurut silsilah kakek buyut Miftah.
"Setahu saya bukan keturunan Kiai Ageng Muhammad Besari, karena Gus Miftah itu putra bapak Turut atau Murodi, bapaknya pak Turut itu Mbah Boniran," imbuh Hasyim.
Boniran sendiri, lanjut Hasyim, putra dari Ngusman. Ngusman putra dari Jalal Iman. Jalal Iman putra dari Hasan Abdullah. Dan mereka semuanya tinggal di Dusun Bantengan, Desa Mojorejo, Kecamatan Jetis, Ponorogo.
"Setahu saya belum (bukan keturunan Tegalsari), dari versi lain bisa ditelusuri," jelas Hasyim.
Senada dengan Hasyim, Nur Syahid, warga setempat juga membenarkan Turut atau Murodi, bapak Miftah masih sering ke Mojorejo. Nur sendiri mengaku masih satu buyut dengan bapaknya Miftah.
"Saya hubungannya dengan Turut (Murodi) ya satu buyut. Tapi ya Turut Nur Syahid. Miftah itu asalnya dari Bantengan, Mojorejo, Jetis, Ponorogo. Tapi Miftah lahir di Lampung karena bapaknya transmigrasi ke sana," jelas Nur.
Gus Miftah Hina Pedagang Es Teh
Gus Miftah kembali menjadi perbincangan karena diduga memaki-maki seorang penjual es teh di sebuah pengajian di Magelang.
Dari unggahan yang beredar, Gus Miftah awalnya berkomentar soal penjual es teh yang sedang berjualan di acara pengajian tersebut.
"Es tehmu sih akeh (masih banyak), enggak? Ya sana jual g****k," tutur Gus Miftah.
Gus Miftah diduga menggoda sang penjual es teh dengan guyonan soal konsep rezeki menurut Islam.
"Jual dulu. Nanti kalau belum laku, ya sudah takdir," sambung Gus Miftah.
Cuplikan unggahan video detik-detik Gus Miftah diduga mengolok-olok pedagang es ini viral di media sosial dan menuai beragam kritik.
Candaannya dianggap kelewat batas, terlebih menggunakan kata kasar dalam bahan guyonannya.
"Peristiwa ini membuktikan bahwa dia memang bukan ahli agama atau ilmunya sedangkal ucapannya. Secara tidak langsung, bapak penjual teh lebih terhormat dan terpuji dari dia," tulis seorang netizen.
Sikap Gus Miftah tersebut juga turut dikomentari pakar hukum dan politik, Amstrong Sembiring.
Menurutnya tokoh publik seharusnya menggunakan gaya bahasa santun saat menyampaikan ceramah.
"Dalam komunikasi, terutama oleh tokoh publik atau pejabat, penting untuk menggunakan bahasa yang menghormati dan membangun," kata dia pada Selasa (3/12/2024).
(Bangkapos.com/Tribunnews.com/Tribun-Kaltim)