Tribunners

Sungai Upang: Potensi Wisata Berbasis Konservasi yang Perlu Dukungan Semua Pihak 

Editor: suhendri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Marissa Pusparini – Dosen Prodi Pariwisata Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung

Oleh: Marissa Pusparini – Dosen Prodi Pariwisata Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung

SUNGAI Upang, sebuah kawasan biodiversitas di Desa Tanah Bawah, Kecamatan Puding Besar, Kabupaten Bangka, menyimpan kekayaan alam yang luar biasa dan dapat dikembangkan menjadi destinasi pariwisata berkelanjutan. Dengan luas 40 hektare, kawasan ini menjadi habitat bagi flora dan fauna khas Pulau Bangka sekaligus sumber air baku untuk masyarakat setempat. Dalam beberapa tahun terakhir, Sungai Upang mulai dikenal sebagai destinasi wisata edukasi berbasis lingkungan.

Keunikan potensi wisata Sungai Upang

Penelitian terbaru oleh Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung (2024) menemukan bahwa Sungai Upang dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata dengan konsep edukasi lingkungan, seperti:

* Wisata edukasi anggrek: Menawarkan 96 jenis anggrek, termasuk spesies endemik Pulau Bangka.
* Wisata susur sungai: Lanskap sepanjang 6 km menyerupai Amazon kecil dengan flora dan fauna khas.
* Wisata budaya dan kuliner khas: Termasuk sajian tradisional seperti lempah kuning dan sambal serai.

Lebih dari itu, kawasan ini dapat menjadi lokasi event seni budaya yang tidak hanya melestarikan tradisi lokal, tetapi juga memperkuat identitas Bangka Belitung.

Namun, potensi besar tersebut dihadapkan pada tantangan serius, seperti perluasan perkebunan kelapa sawit, pembalakan liar, hingga ancaman kebakaran hutan. Aktivitas ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengancam keberlanjutan kawasan sebagai destinasi wisata. 

Data dari Kabupaten Bangka Dalam Angka (2024) menunjukkan bahwa selama satu tahun terakhir, ekspansi perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Puding Besar meningkat signifikan, mencapai 1.014  hektare. Aktivitas ini tidak hanya mengancam flora dan fauna, tetapi juga menyebabkan degradasi daerah aliran sungai (DAS) yang menjadi inti ekosistem kawasan tersebut.

Hal tersebut mengingatkan kita pada fenomena global seperti di lahan basah Jiuzhaigou, Tiongkok. Menurut Du et al. (2018), kegiatan wisata yang tidak dikelola dengan baik dan aktivitas agrikultur dapat memicu kerusakan ekologis lahan basah, seperti yang terjadi di Jiuzhaigou, Tiongkok. Di lokasi ini, polusi dari pertanian dan aktivitas wisata tanpa pengelolaan memadai mempercepat degradasi lahan basah. Temuan ini menguatkan kebutuhan akan pengelolaan yang berbasis konservasi untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Sungai Upang juga dapat menjadi laboratorium hidup bagi penelitian lingkungan. Seperti yang disarankan oleh Diaz-Christiansen et al. (2016), pengembangan wisata berbasis konservasi tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga menjadi pusat edukasi terkait pelestarian lingkungan. Dalam konteks ini, Sungai Upang memiliki potensi untuk menarik perhatian kalangan akademisi dan praktisi pariwisata yang ingin mempelajari model pengelolaan di kawasan biodiversitas.

Lalu, bagaimana kita menyelamatkan Sungai Upang? Kesuksesan pengembangan kawasan Sungai Upang tidak dapat dicapai tanpa partisipasi aktif masyarakat setempat. Berdasarkan penelitian Jamalina dan Wardani (2017), pendekatan community-based tourism (CBT) telah terbukti meningkatkan kesadaran lingkungan sekaligus kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal. Di Sungai Upang, masyarakat dapat dilibatkan dalam berbagai kegiatan, seperti penyediaan jasa transportasi, kuliner lokal, hingga penjualan suvenir berbasis keunikan flora dan fauna setempat. Selain itu, kolaborasi lintas sektor dengan pelaku usaha juga menjadi kunci keberhasilan. 

Langkah konkret perlu dilakukan untuk memanfaatkan potensi Sungai Upang sambil menjaga keberlanjutannya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa pariwisata berbasis edukasi tidak hanya mendukung ekonomi lokal, tetapi juga meningkatkan kesadaran konservasi (Diaz-Christiansen et al., 2016). Pendekatan ini sukses diterapkan di Santay Island, Ekuador, di mana pariwisata menjadi alat pelestarian lingkungan sekaligus pemberdayaan masyarakat.

Investasi dalam pembangunan infrastruktur ramah lingkungan

Untuk mengoptimalkan potensi dan menghadapi tantangan di Sungai Upang, beberapa langkah strategis perlu dilakukan:

Pertama, kebijakan konservasi harus diperkuat. Pemerintah daerah perlu segera mengatur dan menghentikan aktivitas yang merusak lingkungan di sekitar DAS Sungai Upang. Hal ini penting untuk melindungi ekosistem yang menjadi inti daya tarik kawasan ini.

Kedua, pendekatan pariwisata berkelanjutan harus diterapkan. Infrastruktur wisata yang ramah lingkungan, seperti penggunaan panel surya untuk energi dan material alami untuk jalur tapak, dapat menjadi solusi. Selain itu, pengelola perlu menetapkan kapasitas daya dukung wisatawan guna menghindari tekanan berlebih pada lingkungan.

Ketiga, masyarakat lokal harus dilibatkan secara aktif. Pariwisata berbasis komunitas (community-based tourism) terbukti sukses di berbagai tempat, seperti di Desa Wisata Nglanggeran, Yogyakarta (Jamalina & Wardani, 2017). Pelibatan masyarakat Sungai Upang dalam pengelolaan destinasi wisata akan menciptakan rasa memiliki, sekaligus memberikan manfaat ekonomi langsung bagi mereka.

Keempat, promosi wisata yang lebih luas. Media sosial dan kampanye digital dengan melibatkan influencer dan content creator dapat membantu memperkenalkan keunikan Sungai Upang ke pasar yang lebih luas.

Kelima, langkah mitigasi bencana harus ditingkatkan. Sosialisasi pencegahan kebakaran dan pengelolaan kawasan dari ancaman pembalakan liar menjadi prioritas. Selain itu, pengelola kawasan perlu menyediakan fasilitas keselamatan yang memadai bagi wisatawan untuk memastikan keamanan selama beraktivitas.

Sungai Upang adalah potensi besar yang menanti untuk dikembangkan secara berkelanjutan. Dengan pendekatan yang tepat, kawasan ini tidak hanya dapat menjadi destinasi wisata unggulan di Bangka Belitung, tetapi juga model nasional untuk pariwisata berbasis edukasi lingkungan. Semua pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat lokal, hingga sektor swasta, harus bersinergi untuk melindungi dan memaksimalkan potensi kawasan ini. (*)

Berita Terkini