BANGKAPOS.COM - Tugu Biawak yang berdiri megah di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah tengah menjadi sorotan lantaran hasilnya yang menakjubkan.
Tugu Biawak tersebut viral lantaran seringkali membuat para pengguna jalan terkejut karena begitu mirip seperti yang aslinya.
Selain itu, dana pembuatan yang minimalis membuat masyarakat membandingkan dengan beberapa tugu di Indonesia yang dibuat dengan dana ratusan hingga miliaran rupiah.
Baca juga: Kalender 2025: Catat Tanggal Idul Adha Lengkap Tanggal Merah dan Cuti Bersama Bulan Juni
Baca juga: Harta Kekayaan Susanti, Kepala BKPSDMD Babel yang Ditegur Hidayat Arsani Terkait Politik
Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat enggan menyebut secara pasti soal anggaran untuk membuat patung biawak di Desa Krasak.
"Anggarannya sangat minimalis dan cukup untuk membuat patung yang cukup bernilai. Pemerintah daerah kan nggak punya duit, jadi tidak dianggarkan lewat APBD. Justru kami memantik, menyentuh teman-teman BUMD. Kami punya BUMD yuk, gotong royong," kata Afif saat ditemui di rumah dinasnya, Senin (21/4/2025).
"Tentu bangga dan saya berterima kasih karena melalui Mas Ari ini bisa mewujudkan keinginan masyarakat," imbuhnya.
Seniman pembuat patung biawak, Rejo Arianto mengatakan perihal nominal pembuatan kurang etis. Namun, ia mengaku kerap berutang terlebih dahulu saat belum ada anggaran untuk membuat patung biawak tersebut.
"Sebagai seniman itu (nominal anggaran) sebetulnya kurang etis. Kalau tahu prosesnya, saya mengawali saja sampai ibaratnya berutang dulu sampai nanti ada anggaran lagi," kata dia.
Ari, begitu ia akrab disapa, memastikan jika anggaran pembuatan patung jauh di bawah Rp 1 miliar. Menurutnya, dengan nilai Rp 1 miliar ia bisa membuat patung di empat penjuru mata angin.
"Wah kalau Rp 1 miliar itu banyak, kalau memang anggarannya segitu saya siap bangun di empat penjuru mata angin," ujarnya.
Filosofi Tugu Biawak di Wonosobo
Biawak sebagai hewan lokal memiliki filosofi yang kuat tentang keselarasan dan keseimbangan alam.
Hewan ini dikenal sebagai predator alami yang membantu mengendalikan populasi hama tertentu. Dengan menghadirkan patung biawak, pesan yang ingin disampaikan adalah pentingnya menjaga hubungan harmonis antara manusia dan alam.
Menurut Rejo Arianto, setiap detail pada patung biawak dirancang untuk merepresentasikan keindahan dan keunikan hewan tersebut.
Mulai dari sisik hingga ekspresi wajah biawak, semua dibuat seakurat mungkin agar tampak hidup dan realistis.
“Seni itu adalah ekspresi jiwa. Saya ingin karya ini tidak hanya dilihat sebagai patung, tapi juga sebagai pengingat untuk kita semua agar lebih peduli pada lingkungan sekitar,” ujar Arianto.
Selain aspek lingkungan, Tugu Biawak juga memiliki makna penting bagi identitas lokal.
Wonosobo selama ini dikenal dengan keindahan alamnya, seperti pegunungan dan dataran tinggi Dieng. Patung biawak menambah keunikan tersebut dengan menonjolkan kekayaan fauna lokal sebagai bagian dari daya tarik daerah.
“Ini bukan hanya seni, tapi juga simbol kebanggaan kami sebagai warga Wonosobo,” tambah Arianto.
Tugu Biawak mendapat sambutan positif dari masyarakat dan warganet. Banyak yang memuji keindahan patung ini, bahkan ada yang menganggapnya sebagai ikon baru Wonosobo.
“Patung ini sangat realistis dan memiliki makna yang dalam. Saya bangga Wonosobo memiliki karya seperti ini,” ujar April, seorang pengguna jalan.
Dengan filosofi dan nilai seni yang kuat, Tugu Biawak kini tidak hanya menjadi penanda geografis, tetapi juga simbol perjuangan melestarikan budaya dan lingkungan lokal.
Patung ini menjadi bukti nyata bahwa seni dapat menjadi medium untuk menyampaikan pesan yang lebih besar kepada masyarakat.
(Bangkapos.com/Kompas.com/Tribun Banyumas)