BANGKAPOS.COM - Operasional Jembatan EMAS, Bangka Belitung distop.
Setidaknya lima tahun ke depan.
Itu artinya kendaraan di darat tak bisa lagi melewati jembatan yang menghubungkan daratan Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka via jalan lintas timur itu.
Pengoperasian jembatan yang dibangun dengan total dana Rp400 M itu dianggap punya resiko besar.
Beberapa di antara pertimbangannya adalah tak tersedianya lagi sparepart mesin jembatan jika suatu hari terjadi kerusakan.
Selain itu, jika terjadi kerusakan, maka hal itu akan berdampak pada ekonomi Bangka Belitung.
Pasalnya, kapal pembawa barang, termasuk bahan pokok, tak bisa lagi melewati alur jembatan EMAS tersebut.
Demikian disampaikan Gubernur Bangka Belitung Hidayat Arsani seusai meninjau alur Pelabuhan Pangkalbalam,
"Jembatan itu sudah saya buka untuk bisa dilewati kapal, dan tidak bisa dilewati kendaraan bermotor. Selama lima tahun saya bertugas akan ditutup karena biaya sangat tinggi, biaya hampir Rp1,6 Miliar satu tahunnya, itu anggaran bisa kita untuk lain," ujar Hidayat Arsani, Rabu (30/4/2025)
Kebijakan tersebut dilakukan guna mengantisipasi kerusakan sistem buka tutup jembatan yang nantinya akan berdampak kepada perekonomian di Provinsi Bangka Belitung.
"Tidak ada jaminan suatu hari mesinnya jebol, karena sparepart tidak ada lagi di dunia ini," ucapnya.
Hidayat Arsani juga menyampaikan permohonan maaf khususnya, kepada masyarakat yang menggunakan transportasi darat.
"Jadi saya sebagai gubernur mohon maaf kepada rakyat jembatan ini terpaksa saya buka, demi keselamatan tranportasi pelabuhan ini. Kalau tutup yang masuk tidak bisa yang keluar tidak bisa, maka terjadi kelumpuhan ekonomi," ungkapnya.
Hidayat Arsani menyatakan bahwa kebijakan ini untuk mendukung pelayaran di alur Jembatan EMAS.
"Ini untuk mendukung pelayaran kapal, berhubungan langsung dengan perekonomian kita," tuturnya.
"Kalau nanti jembatan rusak tidak bisa diangkat, sementara banyak kapal yang mau lewat, ini akan merugikan perekonomian," kata Hidayat lagi
Menurutnya, tempat produksi mesin jembatan telah dicari ke berbagai negara, tetapi tidak ada lagi.
Teknologi jembatan buka tutup seperti Jembatan EMAS tersebut sudah tak dipakai lagi.
Karena itu, jika tetap difungsikan, daerah harus membuat mesin bubut sendiri dengan biaya mahal dan waktu lama.
"Kondisi demikian yang kami antisipasi," ujar Hidayat.
Hidayat mengungkapkan bahwa dengan tidak difungsikannya buka tutup jembatan, anggaran akan dialihkan untuk pembangunan yang lain.
Saat pemantauan alur pelabuhan, Hidayat juga membeberkan kondisi muara yang kerap terjadi pendangkalan.
Bahkan, penurunan kedalaman bisa mencapai 80 sentimeter dari batas kedalaman minimal 4 meter.
"Karena menunggu pasang surut, biaya kapal menjadi mahal dari Rp 50 juta menjadi Rp 200 juta, sudah sama seperti di Papua," ungkap Hidayat.
"Solusinya nanti kapal dipindahkan ke Belinyu atau Sadai dan alur ini dilakukan pengerukan menggunakan kapal isap timah karena uang APBD dan APBN tak ada," ucap dia.
(Bangkapos.com/Rizky Irianda Pahlevy/ kompas.com)