Manggis Langka Ditemukan Lagi di Bangka Setelah 168 Tahun, Diusulkan Jadi Flora Identitas

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Enggal Primananda (Peneliti Ahli Madya) , Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN dan Mahasiswa S3 Biologi Universitas Gadjah Mada.

Oleh:  Enggal Primananda (Peneliti Ahli Madya), Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN dan Mahasiswa S3 Biologi UGM

PENEMUAN kembali manggis hutan dengan nama ilmiah Garcinia klabang Miq. yang terancam punah dan endemik Pulau Bangka merupakan titik terang dalam dunia penelitian botani, edukasi, konservasi, bioprospeksi, dan hilirisasi pemanfaatannya sebagai bahan pangan dan obat potensial. Berawal dari penemuan kembali spesies manggis langka ini kemudian nantinya dapat dilakukan penelitian dan penggalian informasi lebih lanjut terkait kandungan biokimia dan potensi pemanfaatannya.  

Perlu diketahui bahwa manggis di dunia ada berbagai macam jenisnya, tercatat sekitar 421 spesies manggis di dunia, dan sekitar 100 spesies diantaranya diketahui ada di Indonesia, dan 16 spesies diketahui tumbuh di Pulau Sumatera, salah satunya adalah Garcinia klabang Miq. atau dikenal oleh masyarakat Pulau Bangka dengan sebutan manggis klabang yang hanya diketahui populasinya di Pulau Bangka/ endemik Pulau bangka.

Garcinia klabang Miq. merupakan salah satu spesies manggis dari famili Clusiaceae. Spesies ini pertama kali dideskripsikan sebagai jenis baru pada tahun 1861 berdasarkan spesimen herbarium yang dikoleksi oleh Johannes Elias Teijsmann pada tahun 1857 dari daerah Jebus Pulau Bangka. Semenjak penemuan spesies tersebut, sampai saat ini belum ada informasi lagi tentang keberadaannya dan status populasinya di alam, bahkan belum ada upaya konservasi exsitu di luar habitat alamnya. Hal inilah yang menjadi latar belakang tim periset BRIN melakukan kegiatan eksplorasi manggis klabang ini untuk mengungkap keberadannya di alam, mendata populasinya dan melakukan upaya propagasi dan konservasi serta edukasi kepada masyarakat.

Manggis ini memiliki nama epitet yang unik yakni Garcinia klabang. Dinamakan klabang kemungkinan karena tulang sekunder pada daunnya sangat rapat dan bentuk daunnya yang lonjong panjang sehingga mirip dengan hewan kelabang/lipan yang memiliki kaki banyak dan tubuhnya yang panjang. Hal itu sekaligus yang memudahkan untuk membedakan antara G. klabang dengan spesies manggis lainnya. Adapun ciri-ciri morfologi G. klabang berdasarkan deskripsi singkat yang masih berbahasa latin yaitu: memiliki perawakan pohon berkayu, tinggi pohon bisa mencapai 15m dan diameter batang bisa mencapai 30 cm; percabangan subsilindris, tetragonal/bersudut empat, gundul/tidak berambut, pipih pada nodusnya, kulit kayu yang kering berwarna coklat-hitam gelap; memiliki susunan letak daun yang agak menyilang berhadapan, tangkai daun trigonous/segitiga dan hampir tidak berkanal; bentuk daun elips/lonjong dengan panjang duan 12-22 cm dan lebar daun 3-7 cm, helaian daun tipis, pangkal daun berbentuk acute/lancip hingga oblong/melengkung dan ujung daun terlihat runcing; daun muda berwarna hijau terang kemerahan, daun tua berwarna hijau gelap, daun kering berwarna merah pucat; tulang daun primer terlihat rata di bagian atas dan menonjol jelas di bagian bawah, tulang daun sekunder sangat rapat dan bersudut tajam ke atas. Selama ini tidak ada informasi ilmiah tentang deskripsi bunga dan buahnya, namun berdasarkan informasi dari masayarakat lokal bahwa buah manggis klabang memiliki kelopak yang luruh, buah manggis klabang yang masih muda berwarna hijau dan akan berwarna kuning setelah masak, selain itu kulit buahnya lebih tipis dibandingkan dengan buah manggis lainnya. Buah manggis klabang bisa dimakan tapi rasanya sangat asam, berbeda dengan buah manggis pada umumnya yang rasanya manis.

POHON MANGGIS -- Warga mempertahankan pohon manggis klabang di tengah kebun sawit karena daun mudanya kerap dijadikan lalapan dan campuran sayur. (Istimewa)

Pada April 2025 tim periset BRIN yang diketuai oleh Dr. Iyan Robiansyah berkolaborasi dengan Universitas Bangka Belitung, BKSDA Sumatera Selatan, DLH Bangka Barat dan DLH Bangka Tengah serta melibatkan masyarakat dan mahasiswa melakukan kegiatan riset eksplorasi tumbuhan endemik di Pulau Bangka melalui skema RIIM Kompetetisi. Adapun targetnya adalah sekitar 22 spesies tumbuhan endemik Pulau Bangka yang tumbuh hanya di Pulau Bangka yang tidak ditemukan di belahan bumi manapun. Garcinia klabang merupakan salah satu dari 22 target spesies endemik Pulau Bangka yang berhasil ditemukan di Taman Nasional Gunung Maras, Jebus, dan Gunung Menumbing. Populasinya di alam dijumpai masih sangat sedikit, kebanyakan pohon besar dan tidak dijumpai semai di sekitar pohon indukan. Hal tersebut menjadi pertanda bahwa regenerasi manggis klabang bermasalah dan sekaligus menjadi tantangan berat dalam upaya konservasi manggis klabang di habitat alamnya. Hasil riset dan studi populasi G. klabang seutuhnya sedang disubmit di jurnal internasional bereputasi tinggi sehingga diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap ilmu pengetahuan berskala global.

Berdasarkan daftar merah IUCN, staus konservasi G. klabang masuk dalam kategori terancam kepunahan tertinggi yaitu kritis kemungkinan punah (Critically Endangered-Possibly Extinct/ CR-PE). Dinyatakan kritis kemungkinan punah dengan alasan sebagai berikut: 1) karena spesies tersebut endemik di pulau bangka dan tidak ditemukan di belahan bumi manapun sehingga tidak ada cadangan populasi di luar pulau Bangka; 2) saat ini Pulau Bangka menghadapi ancaman kerusakan habitat hutan akibat adanya konversi kawasan hutan menjadi area perkebunan sawit, karet, lada, pemukiman, dan pertambangan timah sehingga dapat merusak habitat manggis klabang. 3) Berdasarkan informasi dari warga setempat manggis klabang ini sangat jarang ditemukan berbunga dan berbuah, tidak sepanjang tahun berbuah seperti manggis buah pada umumnya yang setiap tahun rutin berbuah. Regenerasi yang tidak musiman inilah yang menjadi sebab tidak ditemukannya semai-semai dibawah pohon indukan dan tentunya akan berdampak pada kelangsungan hidup populasi jangka panjang. 4) Selain itu manggis klabang ini juga merupakan tumbuhan yang berumah dua. Artinya bahwa bunga jantan dan betina berada pada pohon yang berbeda sehingga tidak bisa berbuah jika hanya ditanam satu pohon saja. Tumbuhan ini membutuhkan bantuan dari luar untuk penyerbukannya, seperti angin, air, hewan, atau manusia, agar serbuk sari dari pohon jantan dapat mencapai putik pada pohon betina. Jika individu pohon jantan dan betina berjauan, tidak berbunga bersama, dan tidak ada penyerbuk maka tidak akan terjadi pembuahan yang fertil sehingga regenerasi akan terhambat. Oleh karena berbagai alasan itulah IUCN red list menetapkan manggis klabang sebagai spesies yang terancam kepunahan dengan kategori tertinggi yakni CR-PE.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari masyarakat lokal di Pulau Bangka bahwa manggis klabang ini memiliki banyak manfaat yaitu: 1) buah yang telah masak dapat dikonsumsi langsung namun rasanya sangat masam sehingga biasanya daging buahnya justru digunakan sebagai pelengkap sayur asam pengganti asam jawa; 2) daun muda manggis klabang juga dapat dijadikan lalapan segar dimakan langsung di hutan tentu rasanya juga masam, selain itu jika tidak musim berbuah maka daun muda ini juga dijadikan bahan asam sayur (penggunaannya seperti daun kemangi), biasanya untuk masak lempah kuning ikan khas bangka, ayam, dan daging serta campuran pepes ikan. 3) batang manggis klabang umumnya dimanfaatkan sebagai tiang untuk rumah, pembuatan papan, pondok kebun, dan ranting untuk ajir tanaman lada.

Foto bersama tim survei Manggis klabang: BRIN, UBB, BKSDA Sumsel, Mahasiswi dan Mayarakat (Istimewa)

Upaya konservasi untuk manggis klabang terancam punah endemik Pulau Bangka ini penting untuk segera dilakukan bersama multipihak baik secara insitu maupun exsitu. Konservasi secara insitu merupakan upaya perlindungan tumbuhan di habitat alaminya yakni dilakukan perlindungan pada kawasan konservasi di di hutan Taman Nasional Gunung Maras dan Tahura Gunung Menumbing, serta perlindungan di hutan desa Jebus. Selain itu aksi konservasi exsitu juga sangat diperlukan yakni perlindungan manggis klabang di luar habitat alaminya yakni bisa dilakukan perbanyakan dan penanaman di arboretum UBB dan di kebun raya Indonesia. Konservasi eksitu ini perlu dilakukan dengan tujuan sebagai cadangan material genetik jika populasi di habitat alaminya mengalami kepunahan, sebagai material genetik untuk pemuliaan dan pembuatan varietas manggis baru, sebagai bahan propagasi untuk menghasilkan individu baru yang dapat digunakan untuk pengkayaan populasi di alam, sebagai bahan pembelajaran mahasiswa jika ditaman di arboretum kampus, sebagai bahan edukasi publik dan penelitian fenologi jika ditaman di kebun raya BRIN, serta akan menjadi spesies tumbuhan identitas Pulau Bangka jika ditaman di area-area publik dan kawasan pemerintah.

Semestinya Manggis klabang (Garcinia klabang) ini dapat menjadi tumbuhan identitas Pulau Bangka karena endemik hanya tumbuh di Pulau Bangka, secara perawakan merupakan pohon menjulang tinggi kokoh dan kuat, tajuk membentuk piramida/kerucut dengan percabangan khas lateral yang rapat sehingga ada nilai estetikanya, daunnya evergreen yang selalu hijau memiliki kesan segar dan teduh, selain itu buahnya bermanfaat untuk bahan pangan dan obat untuk kehidupan, kayunya sebagai konstruksi untuk keamanan tinggal, dan manggis klabang ini mampu survive tumbuh pada tanah tandus hutan kerangas menandakan ketangguhan dan keuletan beradaptasi. (*/E10)

 

Berita Terkini